SETARA Institute Ungkap Kelebihan dan Kekurangan Jika MK Kabulkan Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan mengatakan ada kemungkinan Mahkamah Konstitusi mengabulkan penurunan batas usia capres dan cawapres.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan menyampaikan, adanya kemungkinan Mahkamah Konstitusi akan mengeluarkan putusan yang menurunkan batas usia capres dan cawapres.
Diketahui MK telah menjadwalkan sidang pembacaan putusan perkara terkait usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres), pada Senin (16/10/2023).
"Bisa 35 atau 30. Perubahan kan dilakukan para politisi di DPR untuk Pemilu 2014 sampe sekarang. Di dua Pemilu sebelum itu 2004 dan 2009 batas minimal usia capres-cawapres kan 35 tahun. Perubahan itu kan menimbang kematangan seorang kandidat dari sisi intelektual, mental, dan pengalaman politik," kata Halili, kepada Tribunnews.com, Minggu (15/10/2023).
Secara subjektif, Halili menilai, 30 tahun merupakan usia yang cukup matang untuk dipilih sebagai pemimpin di Indonesia.
Namun, secara substantif, menurutnya, begitu warga negara berhak untuk memilih pada dasarnya dia juga berhak untuk dipilih.
Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Sebut MK Tak Berwenang Memutus Perkara Batas Usia Capres-Cawapres
"Meskipun kecil peluang elektoral untuk keterpilihan, namun secara politik, sebagai warga negara dia berhak untuk dipilih. Namun agak berbeda konteks, bila perubahan dilakukan untuk Pemilu 2024, itu lebih kental sebagai akomodasi atas kepentingan politik, bukan untuk kepentingan nasioanal," ungkapnya.
Ia kemudian menjelaskan, soal kelebihan dan kekurangan jika gugatan batas usia capres-cawapres itu dikabulkan MK.
Halili menyebut, jika perubahan batas usia itu dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, jelas putusan tersebut akan berimplikasi pada kredibilitas MK sendiri.
Baca juga: Pengamat Politik: Uji Materi Batas Usia Capres-Cawapres di MK Lebih Kuat Unsur Politiknya
"MK akan dinilai sebagai pilar yudisial untuk kepentingan politik anak-anak Presiden. Dalam konteks itu, MK sudah semestinya memberikan putusan yang fair dengan menetapkan keberlakuan perubahan batas usia tersebut untuk Pemilu yang akan datang, atau Pemilu 2029," jelas Akademisi Politik di FISHIPOL UNY itu.
Meski demikian, kata Halili, ruang politik untuk keterlibatan atau partisipasi kaum muda pasti akan meluas.
Dengan demikian pengistimewaan atau political privilege kepada politisi tua dengan sendirinya akan menyempit.
"Fenomena elitisme politik yang ditandai dengan elite 4L (lu lagi lu lagi) pasti akan berkurang sehingga gerontokrasi (pemerintahan oleh kelompok tua) bisa kita cegah," ucap Halili.
Selanjutnya, ia juga mengatakan, jika perubahan batas usia capres-cawapres dilakukan, ada harapan bagi kelompok muda untuk ikut berpartisipasi di Pemilu 2029.
"Jika perubahan batas usia capres-cawapres dilakukan, sekali lagi harapan saya untuk Pemilu 2029, mobilisasi kelompok muda ke dalam politik lebih 'in line' dengan bonus demografi yang dialami Indonesia di mana kelompok usia muda lebih mendominasi struktur demografi kependudukan kita," kata Halili Hasan.