Eks Hakim MK soal Putusan Batas Usia Capres-Cawapres: Ada Pelanggaran Kode Etik oleh Anwar Usman
Eks Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut Anwar Usman secara jelas melanggar kode etik sebagai ketua MK setelah putusan batas usia capres-cawapres.
Penulis: Jayanti TriUtami
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Maruarar Siahaan mengaku prihatin dengan hasil putusan gugatan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diputuskan pada Senin (16/10/2023).
Maruarar Siahaan menyebut Ketua MK, Anwar Usman, secara jelas telah melakukan pelanggaran kode etik.
Seperti diberitakan, MK mengabulkan gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam gugatan tersebut, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui Pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, meski usianya belum 40 tahun.
Baca juga: Sejak Anwar Usman Ikut Rapat, Tak hanya Belokkan Amar Putusan Hakim MK, Tapi Membalikkan 180 Derajat
Menurut Maruarar, putusan tersebut menjadi sinyal kerontokan MK.
"Indikator yang paling besar kerontokan Mahkamah Konstitusi adalah adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan ketua, ini sangat jelas," ucap Maruarar, dikutip Tribunnews.com dari kanal YouTube tvOneNews, Selasa (17/10/2023).
Maruarar lantas menyinggung hubungan keluarga antara Anwar Usman dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Maruarar, Anwar Usman seharusnya mundur dari kursi Ketua MK setelah resmi menjadi ipar Jokowi.
"Seorang hakim konstitusi harus mengundurkan diri kalau dia memiliki kepentingan keluarga di dalam keputusan terhadap perkara yang diambil," jelasnya.
"Indikator ini sangat menyedihkan, kebetulan dalam keputusan akhir MK bertentangan dengan konstitusi."
Baca juga: Putusan MK soal Syarat Capres-Cawapres, Mahfud: Bukan Wilayah Saya untuk Menyatakan KKN atau Tidak
Lebih lanjut, Maruarar membahas soal dikabulkannya gugatan terkait batas usia capres dan cawapres.
Maruarar secara gamblang menyebut MK telah melanggar Undang-undang dengan mengabulkan permohonan soal seseorang yang berpengalaman sebagai kepala daerah diizinkan maju sebagai capres atau cawapres meski belum genap berusia 40 tahun.
Ia juga kembali mengungkit sumpah para hakim konstitusi sebelum dilantik oleh MK.
"Telah dilanggar betul itu, sangat kasat mata," imbuh Maruarar.
"Saya heran bahwa putusan MK bertentangan dengan konstitusi, padahal mereka sudah bersumpah akan menegakkan Undang-undang Dasar dan seluruh peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya," tandasnya.
Respons Jokowi
Terpisah, Presiden Jokowi buka suara terkait putusan MK tersebut.
Jokowi mengaku tak mau intervensi atau mencampuri kewenangan Yudikatif.
Ia pun meminta keputusan MK itu ditanyakan ke pakarnya dalam hal ini pakar hukum.
"Mengenai putusan MK silakan ditanyakan ke Mahkamah Konstitusi, jangan saya yang berkomentar, silakan juga pakar hukum yang menilainya," ujar Jokowi, Senin (16/10/2023) dikutip dari YouTube KompasTV.
Baca juga: Nama Gibran Menguat Jadi Cawapres Pasca-Putusan MK, Demokrat Serahkan ke Prabowo
Jokowi enggan berkomentar mengenai putusan ini lantaran posisinya sebagai kepala negara yang berpotensi disalah artikan mencampuri urusan Yudikatif.
"Saya tak ingin memberikan pendapat atas putusan Mahkamah Konstitusi, nanti bisa disalah mengerti seolah-olah saya mencampuri kewenangan yudikatif," ucapnya.
Lebih lanjut, Jokowi juga menjawab soal peluang Gibran maju di Pilpres 2024.
Jokowi meminta publik menanyakan hal itu kepada partai politik.
"Pasangan capres dan cawapres ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, jadi silakan tanyakan saja ke partai politik, itu wilayah parpol."
"Jadi saya tegaskan saya tidak mencampuri penentuan capres dan cawapres," tegas Jokowi.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Milani Resti Dilanggi)