Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kuat Unsur Politik, Pakar Sebut Gibran yang Paling Diuntungkan dari Hasil Putusan MK  

Gibran merupakan sosok yang paling akan diuntungkan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat usia calon presiden (capres) dan cawapres.

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Kuat Unsur Politik, Pakar Sebut Gibran yang Paling Diuntungkan dari Hasil Putusan MK  
Kolase Tribunnews
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka merupakan sosok yang paling akan diuntungkan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka merupakan sosok yang paling akan diuntungkan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Perkara 90/PUU-XXI/2023 sudah jelas, kata pakar hukum tata negara Bivitri Susanti punya kepentingan untuk membuka karpet merah bagi putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk berkontestasi di Pilpres 2024 mendatang.

"Apakah ada benturan kepentingan? Pertama, kita bisa 'membaca' dengan jelas bahwa yang akan diuntungkan langsung oleh putusan ini adalah Gibran Rakabuming, yang memiliki hubungan keluarga dengan Ketua MK," ujar Bivitri dalam keterangannya, Selasa (13/10/2023).

Dari kiri ke kanan: Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketua MK Anwar Usman, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. MK akan menggelar sidang putusan terkait gugatan usia minumal capres dan cawapres hari ini, Senin (16/10/2023).
Dari kiri ke kanan: Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketua MK Anwar Usman, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.  (Kolase Tribunnews)

Terlebih dalam dokumen gugatan perkara nomor 90 itu disebutkan secara gamblang nama Gibran yang merupakan idola dari si pemohon, Almas Tsaqibbiru.

Almas merupakan seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa). Ia adalah anak dari Boyamin Saiman, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI).

Dengan melihat dokumen gugatan itu, Bivitri semakin jelas melihat adanya benturan kepentingan dari hasil putusan MK yang mengubah aturan syarat usia minimal cawapres.

"Bila kita membaca dokumennya, sebenarnya ada satu perkara, yaitu Perkara 90/PUU-XXI/2023, yang menyebutkan nama Gibran sebagai pihak yang diidolakan oleh pemohon, sehingga benturan kepentingannya sangat terang," tuturnya.

BERITA REKOMENDASI

Dalam proses menuju dikabulkannya putusan, terjadi perdebatan alot di mana empat hakim konstitusi menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda dan dua hakim lainnya menyatakan concurring opinion atau argumen berbeda tetapi kesimpulan sama.

Empat hakim yang punya pendapat berbeda itu ialah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo. Sementara dua orang yang menyatakan concurring opinion adalah Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P Foekh.

Sebagaimana dalam sidang putusan Senin (16/10/2023) lalu Saldi Isra saat membacakan dissenting opinion bahkan merasa merasa bingung. Sejak menjadi hakim konstitusi pada 2017 lalu, baru kali ini ia mengalami peristiwa aneh dan luar biasa proses pengambilan keputusan.

“Sejak menapakkan kaki sebagai hakim konstitusi di gedung mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar,” ujar Saldi di ruang sidang Gedung MK, Senin.

Baca juga: Tanggapan Ganjar Soal Peluang Gibran Bersanding Bersama Prabowo di Pilpres 2024

Dinamika tersebut, lanjut Bivitri, semakin menguatkan dan menunjukkan secara jelas karakter politis dari hasil putusan yang dibacakan tiga hari sebelum masa pendaftaran capres cawapres dibuka ini.

"Putusan yang mengabulkan syarat alternatif pernah atau sedang menjadi kepala daerah juga menggambarkan perdebatan alot di antara hakim. Sebab ada dua hakim yang menyatakan concurring opinion dan empat hakim yang berpendapat berbeda. Memang pada akhirnya posisi 5-4 tidak mempengaruhi kekuatan putusan. Putusan itu tetap harus dilaksanakan sesuai amar putusan," jelas Bivitri.

"Tetapi dinamika itu, ditambah dengan pendapat berbeda dari hakim Saldi Isra yang menyorot penalaran hukum yang tidak wajar menunjukkan adanya perbedaan Pandangan yang tajam dan menguatkan karakter politis putusan itu," tambahnya menegaskan. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas