NasDem Tak Setuju Jadwal Pilkada Dipercepat Lewat Revisi Undang-undang
Padahal sebelumnya Komisi II DPR menyetujui percepatan jadwal Pilkada 2024 lewat penerbitan Perppu.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi Partai NasDem DPR RI menolak percepatan jadwal Pilkada 2024 dari November menjadi September 2023.
Wakil Ketua Baleg DPR RI Fraksi Partai NasDem Willy Aditya merasa heran, tiba-tiba Baleg melakukan revisi UU Pilkada.
Padahal sebelumnya Komisi II DPR menyetujui percepatan jadwal Pilkada 2024 lewat penerbitan Perppu.
"Kalau toh itu hanya berkaitan dengan pergeseran Pilkada dari November ke September ya Komisi II kan waktu itu komitmen sama pemerintah (membuat) Perppu, kenapa DPR yang ingin menarik ini?" kata Willy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10/2023).
"Saya, Fraksi Partai NasDem, dalam hal ini menolak proses percepatan ini karena banyak hal yang kami pertimbangkan, jangan kemudian kekisruhan ketatanegaraan kita terjadi karena faktor-faktor seperti ini," imbuh Willy.
Baca juga: Jadwal Pilkada yang Dimajukan akan Berdampak pada Penyusunan Anggaran Bawaslu RI
Selain itu, Willy mempertanyakan pembahasan percepatan Pilkada sangat terburu-buru, apalagi dilakukan di tengah DPR sedang mengalami reses.
"Itu saja, emang itu saja karena itu keputusan MK. Memang secara posisi kumulatif terbuka, tapi kan kenapa harus, kok kenapa kesusu [terburu-buru] gitu, ya? Tanya sama teman-teman yang meng-arrange itulah kenapa kesusu itu," ujarnya.
"Kalau saya secara positioning tidak bersepakat, dua hal: tidak bersepakat untuk proses ini bersidang di masa reses, yang kedua tidak sepakat pilkada dimajukan," tandas Willy.
Ada pun, Willy menambahkan, bahwa l revisi UU Pilkada akan disepakati sebagai inisiatif dari DPR untuk dibahas.
"Ya itu agendanya sudah jalan, sudah di-acc sama pimpinan rapat di masa reses, artinya apa? Prosesnya jalan sebagai inisiatif DPR, gitu," pungkas Willy.
Seperti diketahui, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jenderal (Purn) Tito Karnavian mengusulkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pilkada kepada Komisi II DPR.
Tito kemudian mengungkapkan sejumlah isi dari Perppu Pilkada tersebut.
Salah satunya untuk memastikan tidak ada kekosongan kepala daerah pada awal 2025 nanti.
Hal tersebut disampaikan Tito dalam rapat kerja antara Komisi II DPR bersama Mendagri, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/9/2023) lalu.
Tito menjelaskan bahwa ada enam poin penyesuaian terhadap UU yang mengatur mengenai pilkada.
Pertama adalah antisipasi kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025.
Tito mengatakan, untuk mengantisipasi kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025, harus dipastikan bahwa paling lambat 1 Januari 2025 kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2024 harus sudah dilantik.
"Dalam hal ini perlu adanya pengaturan mengenai batas akhir pelaksanaan pelantikan bagi kepala daerah hasil Pilkada Tahun 2024," ujar Tito.
Kemudian, memajukan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada September 2024.
Ia mengatakan, hal itu dilakukan demi menghindari terjadinya kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025 dan untuk memastikan kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2024 dilantik paling lambat 1 Januari 2025.
"Maka proses pemungutan suara Pilkada Serentak Tahun 2024 yang berdasarkan Undang-Undang tentang Pilkada ditetapkan pada bulan November tahun 2024 harus disesuaikan," kata Tito.
Ketiga, mempersingkat durasi kampanye. Untuk memastikan tidak terjadinya irisan tahapan antara tahapan pemilu dan pilkada, maka pelaksanaan kampanye harus dipersingkat menjadi 30 hari.
Selanjutnya, mempersingkat durasi sengketa proses pilkada (sengketa pencalonan).
Tito mengatakan, untuk mempertimbangkan masa kampanye 30 hari dan mengurangi potensi permasalahan dalam penyediaan logistik pilkada, maka durasi sengketa pencalonan harus dipersingkat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.