Ungkit Sikap DPR Copot Hakim Aswanto, Jimly: Kurang Ajar, Tidak Ada dalam Sejarah Dunia Begitu
Jimly Asshiddiqie menyinggung soal pencopotan hakim Aswanto oleh DPR RI dan digantikan dengan Guntur Hamzah beberapa waktu lalu.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menyinggung soal pencopotan hakim Aswanto oleh DPR RI dan digantikan dengan Guntur Hamzah beberapa waktu lalu.
Hal itu disampaikan Jimly dalam sidang pemeriksaan laporan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023).
Ia awalnya mengatakan MK dibentuk untuk memastikan terselenggaranya kedaulatan rakyat.
MK berisikan 9 hakim dengan komposisi hakim yakni 3 orang diajukan pemerintah, 3 diajukan DPR RI, dan 3 diajukan Mahkamah Agung (MA).
"Ini penting. 3 orang dari DPR itu bisa ditafsirkan anggota DPR yang dikirim ke sini, padahal bukan begitu. Ini bukan dari tapi oleh. DPR itu hanya memilih. Ada 3 hal, menyeleksi, memilih mengajukan. Tiga-tiganya harus diatur oleh masing-masing lembaga," kata Jimly dalam persidangan untuk pelapor, Jumat (3/11/2023).
Baca juga: Pelapor Ungkap Pembentukan MKMK Permanen Tak Disetujui Anwar Usman
Jimly kemudian menjelaskan DPR, pemerintah, dan MA bertugas untuk menyeleksi orang untuk diajukan menjadi hakim MK.
Sehingga hakim konstitusi bukan berasal atau dari lembaga tersebut, melainkan diajukan setelah melalui proses seleksi.
"Presiden juga begitu bikin Pansel (Panitia Seleksi) menyeleksi, memilih, mengajukan sesuai ketentuan Undang-Undang seleksi pemilihan pengajuan diatur oleh masing-masing lembaga sesuai dengan kewenangannya," jelas Jimly.
Meski demikian, Jimly mengatakan hal tersebut justru disalahartikan oleh DPR.
Sehingga DPR menganggap berhak mencopot hakim konstitusi dan menggantinya dengan M Guntur Hamzah.
"Sebab kalau itu dipahami sebagai dari maka di situ kesalahpahaman terakhir DPR merasa berhak me-recall (dicopot). Ini kan orang kita (MK) kenapa dia (DPR) membatalkan undang-undang? Kurang ajar ini," tegas Jimly.
"Di-recall. Tidak ada dalam sejarah dunia hakim di-recall, tidak ada. Kalau itu dibenarkan maka presiden juga berhak me-recall, Mahkamah Agung juga berhak me-recall, itu kasus Prof Aswanto (dicopot oleh DPR) itu," sambungnya.
Sebagai informasi, langkah DPR RI mencopot Aswanto sebagai hakim konstitusi dinilai kontroversial dan dianggap telah melanggar Pasal 23 ayat 4 UU 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi.