Pelapor Permasalahkan Tak Adanya Aturan Soal Banding Putusan MKMK
TPDI dan Perekat Nusantara mempermasalahkan tak adanya aturan soal Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tingkat banding
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelapor dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) Petrus Selestinus mempermasalahkan tak adanya aturan soal Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tingkat banding.
Petrus mengatakan, berdasarkan Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK, hakim terlapor yang dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) harus diberikan kesempatan membela diri melalui MKMK tingkat banding.
Meski demikian, hingga kini Mahkamah Konstitusi (MK) belum kunjung menerbitkan Peraturan MK tentang MKMK tingkat banding itu.
Petrus menilai, hal itu berpotensi menimbulkan masalah kepastian hukum pada putusan MKMK terkait laporan dugaan pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim atas Putusan 90/PUU-XXI/2023 nantinya.
"Ini masih perdebatan karena tidak ada mekanisme dalam peraturan yang dibuat ini, setelah diputus, berapa hari untuk pikir-pikir, menentukan banding. Tidak ada (aturannya)," ucap Petrus di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (6/11/2023).
Baca juga: Putusan MKMK Diumumkan Besok, Apakah Putusan Usia Capres-Cawapres Bisa Dibatalkan? Ini Kata Pakar
Menurutnya, mekanisme pembentukan MKMK tingkat banding menjadi hal yang krusial.
Hal itu dikarenakan kekhawatiran akan adanya konflik kepentingan dalam pembentukan MKMK tingkat banding jika Ketua MK Anwar Usman dikenakan sanksi PTDH, di saat yang melantik MKMK tingkat banding adalah dia sendiri.
"Makanya seharusnya stop, percayakan kepada (Wakil Ketua MK) Saldi Isra," tegasnya.
Baca juga: Petrus Selestinus Harap Putusan MKMK Obyektif Tanpa Intervensi dari Kekuasaan Manapun
Untuk diketahui, MKMK akan membacakan putusan dugaan pelanggaran etik hakim terkait putusan 90/PUU-XXI/2023 soal batas minimal usia Capres-Cawapres, pada Selasa (7/11/2023) besok.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lewat sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023).
Putusan ini terkait gugatan dari mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku Hakim Anggota.
Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman, di dalam persidangan, Senin (16/10/2023).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.