Pakar Sebut Putusan MKMK Tak Pengaruhi Putusan MK, Gibran Tetap Bisa Maju Cawapres
Pakar hukum mengatakan putusan MKMK tidak menghalangi upaya Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM – Pakar hukum tata negara Sunny Ummul Firdaus mengatakan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tidak mempengaruhi putusan MK mengenai perkara nomor 90/PUU-XII/2023 tentang gugatan batas usia capres dan cawapres.
Sehingga Gibran Rakabuming Raka dinilai tetap bisa maju sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Prabowo Subianto pada Pilpres 2024.
"Secara teoritis, putusan 90 yang dikeluarkan MK tidak akan terpengaruh oleh putusan MKMK karena yang disidangkan (oleh MKMK) adalah perilaku hakim," kata Sunny dalam acara Kacamata Hukum yang ditayangkan di kanal YouTube Tribunnews, Selasa malam, (7/11/2023).
Sebelumnya, MKMK telah menjatuhkan sanksi kepada para hakim MK terkait perkara 90/PUU-XII/2023 yang kemudian membuka jalan bagi Gibran menjadi cawapres pendamping Prabowo.
Para hakim MK dinyatakan telah melakukan pelanggaran kode etik dalam penanganan perkara tersebut dan dijatuhi sanksi dari teguran lisan hingga pemberhentian dari jabatan.
Ketika ditanya tentang legalitas putusan perkara 90 itu, Sunny menegaskan putusan itu tetap legal.
Baca juga: Profil Bintan R Saragih, Anggota MKMK Nilai Anwar Usman Harusnya Diberhentikan Dengan Tidak Hormat
“Secara legalitas, putusan MK nomor 90 itu legal dan bisa digunakan,“ kata akademisi Universitas Sebelas Maret itu.
"Seandainya ada masyarakat yang menginginkan putusan 90 itu tidak diberlakukan atau direvisi, maka ajukan kembali ke MK terkait dengan Pasal 169 tersebut bahwa minta tidak dikembalikan alternatif, dengan tentu saja, dengan legal reason yang bisa dipertanggungjawabkan," ujarnya menjelaskan.
Sunny mengatakan apabila nanti ada permohonan tidak setuju dengan putusan MK itu dan dikabulkan, hal itu baru akan berlaku pada Pemilu 2029.
Oleh karena itu, Sunny menyebut upaya Gibran untuk menjadi cawapres tidak terganggu.
"Jadi, secara legalitas, sekarang capres dan cawapres Prabowo dan Gibran secara legalitas tetap menjadi capres dan bacawapres dalam posisi sudah mendaftarakan diri di KPU."
"Putusan 90 tetap berjalan, tetapi legal. Bahkan, sebelum MKMK bersidang atau pembacaan putusan, ada suatu mekanisme, begitu keluar putusan dari MK karena terkait dengan pemilu, KPU harus membuat PKPU. Peraturan KPU ini harus dikonsultasikan kepada DPR dan ini sudah dilakukan kemarin," ujarnya.
Baca juga: MKMK Berhentikan Anwar Usman Sebagai Ketua MK, Ini Reaksi Gibran Rakabuming Raka Hingga Mahfud MD
Sunny mengatakan masyarakat patut mengormati apa yang sudah diputuskan oleh MKMK.
“Apa yang sudah diputuskan oleh MKMK ini patut kita hormati karena tidak melihat langsung, tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada saat RPH untuk memutuskan perkara 90," ucapnya.
Sunny mengatakan MKMK bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Mereka menyidangkan perilaku hakim yang dilaporkan, yang patut diduga telah melakukan pelanggaran etik."
Menurut Sunny ini adalah pertama kalinya ada sembilan hakim konstitusi yang dilaporkan seluruhnya.
Enam dari sembilan hakim itu dinyatakan melanggar kode etik. Hakim Arief Hidayat dinyatakan mendapatkan sanksi tertulis, sedangkan Ketua MK Anwar Usman dicopot dari jabatannya karena melakukan pelanggaran etik berat.
"Setidaknya putusan MKMK ini memberikan informasi kepada masyarakat bahwa ini loh untuk menjadi hakim MK ada satu hal yang mesti diikuti oleh para hakim itu yang disebut dengan Sapta Karsa Hutama yang mesti diikuti," kata dia.
Baca juga: Satu Hakim MKMK Dissenting Opinion, Nilai Anwar Usman Seharusnya Dipecat sebagai Hakim MK
Sunny berujar hampir semua hakim MK melanggar kode etik perihal pembocoran informasi dalam rapat forum permusyawaratan hakim.
Dia mengatakan setiap keputusan tidak akan memuaskan semua pihak. Namun, menurut Sunny, setidaknya putusan MKMK ini sudah membuktikan bahwa hakim konstitusi tidak bisa sembarangan,
"Mereka tidak bisa melakukan sebuah perbuatan yang melanggar," ujar Sunny.
Sunny menilai hakim MKMK juga memiliki kemerdekaan. Hal itu dibuktikan dengan adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari Bintar S. Saragih yang menjadi anggota MKMK.
(Tribunnews/Febri)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.