Anwar Usman Buka Suara usai Dicopot dari Ketua MK, Singgung Fitnah Keji soal Putusan MK 90
Anwar Usman buka suara usai dicopot sebagai Ketua MK. Dia menyinggung soal fitnah keji yang ditujukan kepadanya soal putusan MK 90.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Anwar Usman buka suara usai dicopot sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Rabu (8/11/2023) di Gedung MK, Jakarta.
Pada awal pernyataannya, Anwar menyinggung soal adanya politisasi dan menjadikannya sebagai objek di tiap putusan yang telah dibuatnya selaku hakim konstitusi.
Tak hanya itu, wacana pembentukan MKMK permanen turut disinggunnya dan dia menegaskan sudah mengetahuinya.
"Sesungguhnya, saya mengetahui telah mendapatkan kabar bahwa upaya untuk melakukan politisasi dan menjadikan saya sebagai objek di dalam berbagai putusan MK dan putusan MK terakhir dan wacana pembentukan MKMK (permanen) telah saya dengar sebelum MKMK terbentuk," katanya dikutip dari YouTube MK.
Selain itu, Anwar juga menyinggung soal adanya pihak yang mencoba membunuh karakternya.
Baca juga: Anwar Usman Didesak Mundur dari Hakim MK, Jimly Asshiddiqie: Hormati Saja Putusan MKMK
Dia menyebut tetap tidak akan berburuk sangka.
"Karena memang sudah seharusnya begitulah cara dan karakter seorang Muslim berpikir," tuturnya.
Selanjutnya, Anwar menyebut pihak yang mencoba membunuh karakternya hanyalah skenario belaka.
Hal tersebut lantaran menurutnya, skenario terbaik adalah yang sudah digariskan oleh Tuhan.
Kemudian, Anwar turut menyinggung pencopotannya sebagai Ketua MK dengan menyebut tidak membuatnya merasa terbebani.
"Sehingga pemberhentian saya sebagai Ketua MK, tidak sedikitpun membebani saya. Saya yakin dan percaya bahwa semua di balik ini, insya Allah ada hikmah besar yang akan menjadi karunia bagi saya dan keluarga besar saya, sahabat, dan Handai Taulan, terkhusus MK, dan seluruh nusa dan bangsa," jelasnya.
Anwar Usman kembali menyinggung soal wacana pembentukan MKMK permanen.
Dia menegaskan hal tersebut akan tetap dilakukannya sebagai Ketua MK.
Ipar dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu lalu menyinggung soal sidang etik MKMK yang disayangkan olehnya justru dilakukan secara terbuka.
Menurutnya, hal tersebut menyalahi aturan dan tidak sejalan dengan pembentukan MKMK.
"Secara normatif, tentu menyalahi aturan dan tidak sejalan tujuan dengan dibentuknya MKMK yang ditujukan untuk menjaga keluhuran MK baik secara individual maupun institusional," ujarnya.
Anwar turut mengkritik putusan MKMK yang disebutnya telah melanggar norma yang berlaku.
"Namun sebagai Ketua MK saat itu, saya tetap tidak berupaya mencegah atau intervensi terhadap proses persidangan etik yang tengah berlangsung," ujarnya.
Anwar Buka Suara Terkait Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres
Anwar turut menyinggung putusan MK soal batas usia capres-cawapres.
Dia mengakui bahwa banyak unsur politis dalam proses menuju putusan terhadap gugatan tersebut.
Kendati demikian, Anwar menegaskan bahwa putusan itu telah direnungkan sebelumnya olehnya.
"Bahwa jika seorang hakim memutus tidak berdasarkan suara hati nuraninya, maka sesungguhnya dia sedang menghukum dirinya sendiri."
"Karena pengadilan tinggi sesungguhnya adalah pengadilan hati nurani," ujarnya.
Sehingga, sambungnya, putusan tersebut bukanlah akibat dari adanya tekanan dari pihak manapun.
Anwar turut membantah segala fitnah yang dialamatkan kepadanya dalam putusan terkait batas usia capres-cawapres seperti demi meloloskan pasangan tertentu dalam kontestasi pilpres.
"Lagipula perkara pengujian undang-undang hanya menyangkut norma bukan kasus kongkrit dan pengambilan putusannya pun bersifat kolektif-kolegial oleh sembilan hakim konstitusi, bukan oleh seorang ketua semata," ujarnya.
"Demikian pula dalam alam demokrasi saat ini, rakyat lah yang akan menentukan pemimpinnya kelak sebagai presiden dan wakil presiden yang walaupun calon itu sudah ada di lauhil mahfud," sambung Anwar.
Baca juga: Dicopot dari Jabatan Ketua MK, Terungkap Alasan Anwar Usman Tak Bisa Ajukan Banding
Anwar pun menilai ketika memang putusan soal batas usia capres-cawapres bertujuan untuk meloloskan salah satu kandidat capres-cawapres, maka dirinya tidak merasa diuntungkan.
"Toh juga bukan kami yang punya hak untuk mengusung calon presiden dan calon wakil presiden."
"Dan yang akan menentukan siapa calon pasangan terpilih kelak, tentu rakyat yang akan menentukan hak pilihnya melalui pemilihan umum," pungkasnya.
Anwar Dicopot sebagai Ketua MK oleh MKMK
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhi sanksi-sanksi pemberhentian kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman terkait putusan batas usia capres-cawapres.
"Menyatakan Hakim Terlapor melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip kepantasan dan Kesopanan."
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," kata Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie di sidang etik sembilan hakim MK di Gedung MK, Selasa (7/11/2023).
Selanjutnya, Jimly memerintahkan Wakil Ketua MK, Sadli Isra untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru paling lama 2x24 jam semenjak putusan dibacakan.
"Memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Jimly.
Selain itu, MKMK juga menjatuhi sanksi kepada Anwar Usman untuk tidak boleh mencalonkan diri sebagai pimpinan MK hingga masa jabatan berakhir.
"Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," kata Jimly.
Dalam putusannya, Jimly juga membeberkan kesimpulan terkait pemeriksaan terhadap Anwar Usman.
Setidaknya ada tujuh kesimpulan yang membuktikan Anwar Usman melanggar etik dan berujung pemberhentian.
Baca juga: Semua Pihak Diminta Hormati Putusan MKMK Pelanggaran Etik Anwar Usman, Termasuk soal Gibran Cawapres
Pertama, Anwar tidak mengundurkan diri dari proses pemeriksaan dan pengambilan putusan perkara 90 sehingga dinilai terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, dan Prinsip Integritas.
Kedua, Anwar dianggap tidak menjalankan fungsi kepemimpinan sebagai Ketua MK sehingga dianggap melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kecakapan, dan Kesetaraan.
"Hakim terlapor terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3," kata Jimly.
Keempat, MKMK menganggap ceramah Anwar Usman yang menyinggung pemimpin usia muda dalam sebuah acara di Universitas Islam Sultan Agung Semarang dianggap berkaitan erat dengan substansi perkara 90.
"Sehingga terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Penerapan angka 4," kata Jimly.
Kelima, Anwar bersama dengan hakim konstitusi lainnya, terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) perkara 90.
Keenam, MKMK mengabulkan permohonan dari pelapor BEM Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) agar tidak mengikutsertakan Anwar Usman dalam pemeriksaan perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023.
"Hakim terlapor tidak diperkenankan untuk terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupat, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pilpres 2024