MKMK Tak Batalkan Putusan Perkara 90, Denny Indrayana Singgung Ketidaktegasan dan Ketidakadilan
Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, memberikan komentar soal putusan MKMK mengenai dugaan pelanggaran kode etik, Selasa (71/11/2023).
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, memberikan komentar soal putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengenai dugaan pelanggaran kode etik, Selasa (7/11/2023).
Pada putusan yang dibacakan kemarin, MKMK menyatakan tak bisa menganulir Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Menanggapi hal tersebut, Denny berpendapat bahwa MKMK tak menunjukkan ketegasannya padahal putusan dalam perkara nomor 90 sarat akan pelanggaran etika.
Baca juga: Komentari Putusan MKMK, Petrus Salestinus dkk: Masih Ada Aroma Kompromi, Intervensi Kekuasaan
"Dengan berlindung pada asas final and binding, MKMK membiarkan Putusan 90 yang dinyatakan lahir dari berbagai pelanggaran etika hakim konstitusi Anwar Usman tetap berlaku dan tidak mempengaruhi proses pendaftaran Pilpres 2024," kata Denny sebagaimana dikutip oleh Tribunnews.com, Rabu (8/11/2023).
"Sambil secara tidak tegas, MKMK mengisyaratkan akan ada putusan atas permohonan baru terkait syarat umur capres-cawapres yang akan disidangkan lagi oleh Mahkamah Konstitusi," jelasnya.
Padahal kata Denny, setiap asas hukum bukanlah kitab suci yang mesti diberhalakan. Hukum, sambungnya, selalu membuka ruang pengecualian.
Jika MKMK tak bisa menyatakan putusan 90 tidak sah, menurutnya ada cara lain yang bisa ditempuh oleh Jimly Asshiddiqie dkk.
"Maka, jikapun tidak bisa menyatakan putusan 90 tidak sah, paling tidak MKMK menyatakan dengan tegas dalam amarnya, agar Mahkamah Konstitusi memeriksa kembali perkara 90 dengan komposisi hakim yang berbeda, dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, sebelum berakhir masa penetapan paslon Pilpres 2024 oleh KPU," terangnya.
Bagaimanapun, menurut Denny, keputusan untuk membatalkan putusan nomor 90 itu sangat penting.
Ini supaya proses terpilihnya Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) tak terus dipersoalkan karena jalannya itu terbuka lewat putusan MK yang telah dinyatakan melanggar etika.
Baginya, menyatakan bahwa aturan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) sudah final bukanlah hal yang fair (adil).
"Menyatakan pertandingan Pilpres 2024 sudah dimulai dan aturan syarat tidak boleh lagi diubah, adalah tidak fair," jelas Denny.
"Karena Putusan 90 sengaja dilakukan jauh terlambat, menjelang masa pendaftaran paslon."
"Maka, hanya menjadi fair, jika politisasi kelambatan waktu putusan 90 itu diseimbangkan dengan percepatan Putusan 90 tanpa hakim Anwar Usman yang melanggar etika," ungkapnya.