Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Setelah Mantan Hakim MK & Direktur Eksekutif PVRI, Giliran SETARA Institute Desak Anwar Usman Mundur

SETARA Institute mendesak Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Hakim MK.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Setelah Mantan Hakim MK & Direktur Eksekutif PVRI, Giliran SETARA Institute Desak Anwar Usman Mundur
Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman usai menjalani pemeriksaan kedua oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di gedung MKRI Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023). SETARA Institute mendesak Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Hakim MK. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - SETARA Institute mendesak Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Hakim MK.

"Untuk memulihkan marwah mahkamah, SETARA Institute mendesak Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Hakim MK, sehingga tidak lagi membebani mahkamah," ungkap Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Ismail Hasani dalam keterangannya, Rabu (8/11/2023).

Baca juga: Profil Anwar Usman, Sempat Didesak Mundur dari MK Setelah Nikahi Adik Jokowi

Ismail Hasani mengatakan desakan mundur itu lantaran Anwar Usman telah melakukan pelanggaran berat.

Seperti diketahui Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menjatuhkan putusan atas sembilan hakim konstitusi.

Salah satunya, Anwar Usman divonis melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim kategori berat.

Sanksi untuk Anwar Usman adalah diberhentikan dari Ketua MK dan dilarang mengikuti sidang untuk jenis perkara yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Menurut Ismail, putusan MKMK ini tetap kontributif menjaga integritas kelembagaan MK, sekalipun gagal memulihkan kematian demokrasi yang diproduksi melalui Putusan 90/PUU-XXI/2023.

Berita Rekomendasi

"Putusan MKMK menjadi opium dan obat penawar sesaat atas amarah publik yang kecewa dan marah dengan Putusan 90/PUU-XXI/2023, yang menjadi puncak kejahatan konstitusi (constitutional evil) dan matinya demokrasi di Indonesia," kata dia.

Ismail menilai kemarahan publik bukan hanya soal kandidasi Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi, yang melaju pesat menjadi calon wakil presiden dengan landasan Putusan 90.

Baca juga: MKMK Larang Anwar Usman Terlibat Sidang Sengketa Hasil Pilpres 2024

Tetapi yang utama justru karena peragaan kekuasaan yang merusak hukum dan konstitusi guna mencapai kehendak dan kekuasaan.

"Demokrasi telah menjelma menjadi vetokrasi, dimana sekelompok orang dan kelompok kepentingan yang sangat terbatas, mengorkestrasi Mahkamah Konstitusi untuk memuluskan Gibran Rakabuming Raka mengikuti kandidasi Pilpres dengan dengan memblokir kehendak demokrasi dan konstitusi," ujarnya.

Menurut Ismail, fakta bahwa Anwar Usman melakukan pelanggaran berat, secara moral dan politik telah menjadi bukti bahwa Putusan 90 bukan diputus Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana irah-irah dalam putusan MK, tetapi demi kepentingan memupuk kuasa.

"Secara moral dan politik, Putusan 90 kehilangan legitimasi," kata dia.

Sementara itu MK hari ini, Rabu (8/11/2023) akan menyidangkan perkara uji materiil syarat Capres dan Cawapres dan juga menyidangkan perkara uji formil atas Putusan 90 yang diajukan Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas