Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Denny Indrayana Usulkan MK Percepat Putus Uji Formil Syarat Batas Usia Capres Terbaru

Denny Indrayana, mengusulkan Mahkamah Konstitusi (MK) putus lebih cepat uji formil Putusan 90/2023 tentang syarat batas usia Capres-Cawapres terbaru.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Denny Indrayana Usulkan MK Percepat Putus Uji Formil Syarat Batas Usia Capres Terbaru
IST
Mahkamah Konstitusi. Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, mengusulkan Mahkamah Konstitusi (MK) putus lebih cepat uji formil Putusan 90/2023 tentang syarat batas usia Capres-Cawapres terbaru. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, mengusulkan Mahkamah Konstitusi (MK) putus lebih cepat uji formil Putusan 90/2023 tentang syarat batas usia Capres-Cawapres terbaru.

Denny mengusulkan MK menyidangkan permohonan atas UU Pemilu, terkait syarat umur.

Hal itu dilakukan, jelasnya, terhadap Putusan 90 yang sudah final and binding (final dan mengikat), agar tidak terus terbebani sebagai putusan yang lahir dari pelanggaran etik.

"Sehingga, kalaupun ada perubahan atas Putusan 90, dilakukan melalui Putusan MK sendiri, termasuk misalnya dengan mempertimbangkan dan memutus permohonan uji formil atas Putusan 90 yang saya dan Zainal Arifin Mochtar ajukan," kata Denny, dalam keterangannya, Kamis (9/11/2023).

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana (kiri) dan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saat bersidang (kanan).  Denny Indrayana  menilai putusan perkara nomor 90 mempunyai kecacatan konstitusional yang mendasar, dan karenanya ia berpandangan Tidak Sah.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana (kiri) dan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saat bersidang (kanan). Denny Indrayana menilai putusan perkara nomor 90 mempunyai kecacatan konstitusional yang mendasar, dan karenanya ia berpandangan Tidak Sah. (kolase Tribunews)

Terkait hal itu, Denny juga mengusulkan MK agar memutus lebih cepat gugatan uji formil atas Putusan 90/2023 yang telah dimohonkannya ke MK itu.

"Tetap dengan menjaga proses yang independen dan akuntabel, kami mengusulkan MK memutus dengan cepat, lebih baik lagi jika sebelum tanggal 13 November, batas akhir penetapan paslon Pilpres 2024," ucap Denny.

"Putusan yang cepat itu diperlukan dilakukan MK, untuk menguatkan legitimasi Pendaftaran Paslon, dan Pilpres 2024 secara keseluruhan," sambungnya.

BERITA REKOMENDASI

Sementara itu, Denny menghormati putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait laporan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim, beberapa waktu lalu.

"Ini budaya hukum yang harus kita bangun, tentu dengan tetap membuka ruang diskusi akademik yang bertanggung jawab, atas putusan MKMK tersebut," ucapnya.

Adapun putusan MKMK Nomor Nomor 2/MKMK/L/11/2023, menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat dan memberikan sanksi pencopotan jabatan dari Ketua MK. Anwar Usman masih berada dalam jajaran Hakim Konstitusi.

Oleh karena itu, Denny mengusulkan Anwar Usman, selaku Ketua MK yang memutus Perkara 90/2023 untuk mundur dari jabatannya itu agar tidak terus membebani Mahkamah Konstitusi.

"Terkait Putusan 90, MKMK menyatakan ada pelanggaran berat yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman, karenanya kami mengusulkan, Anwar Usman berbesar hati untuk mengundurkan diri, agar tidak terus membebani Mahkamah Konstitusi," tegas Denny.

Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar, menggugat Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyidangkan ulang perkara soal syarat batas minimal usia Capres-Cawapres.

Para Pemohon dalam mengajukan uji formiil ini memberikan kuasa kepada Wigati Ningsih dan 11 kuasa hukum lainnya.

"Menyatakan pembentukan Putusan 90/PUU-XXI/2023 yang memaknai Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian dikutip dari situs resmi MK, Senin (6/11/2023).

Dalam permohonannya, Para Pemohon menyatakan, ada cacat formil dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai dalam Putusan
90/PUU-XXI/2023.

Hal itu diperkuat oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan terdapat 11 temuan dugaan pelanggaran etik hakim dalam perkara a quo, yakni:

i. hakim yang dinilai punya konflik kepentingan tidak mundur dan memutus perkara;
ii. hakim membicarakan substansi berkaitan dengan materi perkara yang sedang diperiksa;
iii. disenting opinion yang disampaikan dinilai tidak substantif;
iv. publik tahu terlalu banyak soal masalah internal Mahkamah Konstitusi;
v. dugaan pelanggaran prosedur, registrasi dan persidangan yang diduga atas perintah ketua hakim;
vi. lambatnya proses pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, padahal
mekanismenya sudah tertuang di Undang-Undang;
vii. management dan mekanisme pengambilan keputusan dianggap cacat prosedur;
vii. Mahkamah Konstitusi dinilai sudah dijadikan alat politik;
ix. adanya pemberitaan di media yang sangat rinci;
x. ada hakim yang berbohong soal pengambilan keputusan; dan
xi. ada pembiaran oleh delapan hakim lainnya saat Anwar Usman mengambil keputusan padahal posisi Anwar Usman sarat akan conflict of interest.

Selanjutnya, dalam permohonan provisi, Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar meminta MK menunda keberlakukan Pasal 169 huruf g UU Pemilu sebagaimana dimaknai dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023.

"Bahwa selain itu, guna mempercepat jalannya perkara sehingga tidak menimbulkan gejolak yang
terus menerus terjadi, mengingat jadwal Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden akan berakhir pada 25 November 2023. Para Pemohon meminta agar perkara ini diadili secara cepat tanpa
meminta keterangan DPR, Presiden, serta Pihak Terkait," tulis Para Pemohon dalam Surat Permohonan.

Mereka juga meminta kepada Mahkamah agar perkara ini diperiksa, diadili, dan diputus
dengan tidak melibatkan Ketua MK Anwar Usman yang diduga memiliki benturan kepentingan atau conflict of interest.

Baca juga: Denny Indrayana: Putusan MKMK Gagal Hadirkan Keadilan Substantif

Sebagai informasi, dua gugatan judicial review Pasal 169 huruf q UU Pemilu dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023 telah didaftarkan ke MK.

Gugatan judicial review tersebut dimohonkan oleh mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama, Brahma Aryana dan gabungan mahasiswa atas nama Ilham Maulana, Asy Syyifa Nuril bersama advokat Lamria Siagian dan Ridwan Darmawan.

Dengan demikian, saat inu terdapat tiga gugatan judicial review syarat batas minimal usia Capres-Cawapres dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023. Ketiga pemohon sama-sama meminta Ketua MK Anwar Usman tak ikut mengadili perkara yang mereka ajukan.

Sebelumnya, Hakim Konstitusi Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal tersebut ditegaskan dalam putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait laporan dugaan pelanggaran etik mengenai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," ucap Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang di gedung MK, Selasa (7/11/2023).

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," tegas Jimly.

Terkait hal itu, Jimly memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra untuk dalam waktu 2x24 jam sejak Putusan tersebut selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, Jimly menegaskan, Anwar Usman tidak boleh mencalonlan diri sebagai pimpinan MK hingga masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

"Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir," ucapnya.

"Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," sambung Jimly.

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie bersama anggota Wahiduddin Adams dan Bintan R. Saragih memimpin jalannya sidang putusan dugaan pelanggaran etik terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023). Sidang tersebut beragendakan pembacaan putusan terhadap 21 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dalam pengambilan putusan uji materi terhadap UU Pemilu yang memutuskan mengubah syarat usia capres-cawapres. Salah satunya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membacakan putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023. Putusan itu terkait dugaan pelanggaran etik hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terlapor Ketua MK Anwar Usman. Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat sehingga diberi sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi. Tribunnews/Jeprima
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie bersama anggota Wahiduddin Adams dan Bintan R. Saragih memimpin jalannya sidang putusan dugaan pelanggaran etik terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023). Sidang tersebut beragendakan pembacaan putusan terhadap 21 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dalam pengambilan putusan uji materi terhadap UU Pemilu yang memutuskan mengubah syarat usia capres-cawapres. Salah satunya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membacakan putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023. Putusan itu terkait dugaan pelanggaran etik hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terlapor Ketua MK Anwar Usman. Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat sehingga diberi sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lewat sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023).

Putusan ini terkait gugatan dari mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku Hakim Anggota.

Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman, di dalam persidangan, Senin (16/10/2023).

Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:

"Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."

Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).

Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.

Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.

Imbasnya, saat ini MKMK telah menerima sebanyak 21 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim terkait putusan tersebut.

MKMK juga telah memeriksa semua pelapor dan para hakim terlapor, hingga putusan terkait dugaan pelanggaran etik itu siap dibacakan, pada Selasa (7/11/2023) sore pukul 16.00 WIB, di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas