Kritik Putusan MK dan Tolak Politik Dinasti, Mahasiswa UKI dan MPU Tantular Gelar Aksi
perwakilan mahasiswa Mpu Tantular, Doris, mengatakan mahasiswa sebenarnya tidak menolak anak muda mengikuti kontestasi.
Penulis: Erik S
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan Universitas Mpu Tantular mengkritik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Mahasiswa kedua kampus menggelar aksi memasang spanduk bertuliskan Mahasiswa UKI dan MPU Tantular Menolak Politik Dinasti di sepanjang Jalan Cawang arah MT Haryono.
Selain itu, spanduk juga dipasang di sekitaran Kampus Mpu Tantular.
“Mahasiswa UKI menilai putusan MK mencoreng lembaga yang diamanahkan untuk menjaga konstitusi Negara,” jelas perwakilan mahasiswa UKI, Robert kepada wartawan, Jumat (18/11/2023).
Mahasiswa tingkat akhir itu menambahkan aksi pemasangan spanduk ini juga merupakan seruan terhadap mahasiswa bergerak menyelamatkan demokrasi.
Aksi juga merupakan seruan agar mahasiswa peduli terhadap nasib bangsa ke depannya.
“Mahasiswa UKI menduga putusan MK bertujuan untuk meloloskan Putra Sulung dari Jokowi, Gibran Rakabuming Raka agar dapat ikut serta dalam kontestasi Pilpres 2024,” terangnya.
Baca juga: MA Tangani Dua Gugatan Peraturan KPU Hasil Putusan MK Terkait Usia Capres-Cawapres
Sementara itu perwakilan mahasiswa Mpu Tantular, Doris, mengatakan mahasiswa sebenarnya tidak menolak anak muda mengikuti kontestasi.
Namun, dalam praktiknya saat ini terkesan dipaksakan hingga menabrak konstitusi dan UU.
“Generasi muda tidak menolak bahwa anak muda ikut dalam pertarungan pilpres. Tapi hari ini dalam prakteknya hari ini ada upaya yang tergesa gesa dari sekelompok pihak yang ingin berkuasa dan menjadikan instansi instansi negara untuk melenggangkan para pihak yang haus kekuasaan agar bisa berkuasa di negeri ini,” tandasnya.
Mencuatnya isu politik dinasti
Nama Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka akhirnya menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Hal ini menjadi polemik lantaran adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.
MK lewat putusannya seakan memberi karpet merah kepada Gibran yang tadinya belum cukup umur untuk dijadikan sebagai cawapres.
Seperti diberitakan, pada 16 Oktober 2923 MK "mengizinkan: kepala daerah maju di pemilihan presiden meski belum berusia 40 tahun.
Putusan itu menuai pro dan kontra, bahkan tak sepi dari kritik karena dinilai lembaga ini melampaui kewenangannya.
Sejumlah pihak menyebutkan, putusan MK ini semestinya menjadi wilayah pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR.
Selain dinilai melampaui kewenangannya, MK juga dianggap tidak konsisten dengan putusannya tersebut.
Putusan MK yang dinilai banyak kalangan lahir dari kepentingan politik, bukan semata-mata pertimbangan hukum.
Publik juga menilai putusan MK ini juga tidak bisa dilepaskan dari isu bahwa upaya uji materi tersebut memang diperuntukkan guna memberi jalan politik bagi Gibran, putra sulung Presiden Joko Widodo, untuk berlaga di pemilihan presiden.
Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi ketika itu, yang juga merupakan Paman Gibran akhirnya dicopot lewat keputusan MKMK.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan putusannya.
"Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," sambungnya.
Putusan itu dibacakan dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (7/11/2023).
Sidang itu dipimpin oleh majelis yang terdiri atas Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie serta anggota Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.