Penolakan Politik Dinasti Terus Bergulir, Keputusan MK Dinilai Upaya Mengakali Konstitusi
BEM Unsoed meyakini implikasi dari putusan MK ini sangat jelas, semata-mata untuk memuluskan dan melanggengkan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Acos Abdul Qodir
![Penolakan Politik Dinasti Terus Bergulir, Keputusan MK Dinilai Upaya Mengakali Konstitusi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/jokowi-gibran-rakabuming-raka-dan-adik-ipar-jokowi-sekaligus-eks-ketua-mk-anwar-usman-yang-dipecat.jpg)
Dari sekian gugatan yang ditangani adalah uji materi nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 itu dilayangkan oleh seorang mahasiswa Universitas Surakarta bernama Almas Tsaqibbirru.
Almas merupakan anak dari advokat sekaligus Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Dalam putusannya, MK menyatakan mengabulkan sebagian gugatan.
“Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Anwar saat membacakan amar putusan pada 16 Oktober 2023 lalu.
![Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Anwar Usman](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/ketua-mahkamah-konstitusi-mk-suhartoyo-dan-hakim-konstitusi-anwar-usman.jpg)
Dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).
Baca juga: KPK Putus Akses Firli Bahuri Setelah Jokowi Terbitkan Keppres Pemberhentian Sementara
Alhasil, putusan MK memicu perdebatan. Sejumlah pakar hukum tata negara menilai seharusnya yang berwenang mengubah bunyi dari sebuah Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah, bukan MK, karena menganut prinsip kebijakan hukum terbuka (open legal policy).
Sejumlah pihak lantas melaporkan dugaan pelanggaran kode etik Anwar ke MK. Pihak-pihak yang mengajukan gugatan adalah praktisi hukum Denny Indrayana serta akademisi pakar tata negara Zainal Arifin Mochtar.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.