Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ade Armando Singgung Politik Dinasti: Dinilai sebagai Argumen Defensif hingga Terancam Sanksi PSI

Pernyataan politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ade Armando, terkait politik dinasti di Yogyakarta menimbulkan polemik.

Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Ade Armando Singgung Politik Dinasti: Dinilai sebagai Argumen Defensif hingga Terancam Sanksi PSI
Mario Christian Suamampow
Kader PSI Ade Armando ditemui di Kantor DPP PSI Jakarta, Selasa (11/4/2023). Pernyataan politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ade Armando, terkait politik dinasti di Yogyakarta menimbulkan polemik. 

TRIBUNNEWS.COM - Pernyataan politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ade Armando, terkait politik dinasti di Yogyakarta menimbulkan polemik.

Pernyataan itu pun telah mendapatkan tanggapan dari pakar politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arya Budi.

Selain itu, akibat pendapatnya tersebut, Ade Armando terancam mendapatkan sanksi dari PSI.

Baca juga: Singgung Politik Dinasti, Ade Armando Bakal Dapat Sanksi dari PSI

Argumen Defensif

Menurut Arya, apa yang dilontarkan Ade merupakan argumen defensif untuk membela pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang didukungnya, yaitu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Saya pikir dia tahu apa yang disampaikannya, apalagi background dia akademisi sebelum jadi politisi," ujar Arya saat dihubungi, Senin (4/12/2023), dikutip dari TribunJogja.com.

"Dia ingin menyampaikan bahwa ada politik dinasti yang sedang bekerja dan dilembagakan tidak usah jauh-jauh ke istana. Intinya kan dia ingin membela capres-cawapres yang diusung."

Berita Rekomendasi

"Karena dia mengusung Prabowo-Gibran yang sangat kencang nuansa dinastinya, saya kira itu pesan sebagai argumen defensif atas pencalonan pen-cawapres-an Gibran, bukan dia (Ade Armando) tidak tahu soal Jogja," jelasnya.

Arya melanjutkan, pernyataan yang dilontarkan Ade Armando juga bukanlah isu yang baru.

Apalagi UU tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah disahkan sejak 2012 lalu.

Pihaknya pun pernah membuat sebuah riset yang dipublikasikan di jurnal internasional dengan judul 'Obedient Liberals Monarchy Enclave in Yogyakarta'.

Pegiat media sosial, Ade Armando.
Pegiat media sosial, Ade Armando. (Kompas.com/Sabrina Asril)

"Berdasar riset tersebut, di atas 70 persen masyarakat DIY menyetujui dengan model pemerintahan di Jogja, yakni pemerintahan itu ditetapkan bukan dipilih. Jadi hanya sekitar 25 persen yang menyatakan tidak setuju."

"Banyak faktornya yang kemudian saya sebut masyarakat Jogja obedient in liberal, jadi sebenarnya bukan hanya konsensus elite, tapi ternyata publiknya juga setuju dengan sirkulasi kekuasaan yang turun temurun karena angkanya cukup besar," terang Arya.

Obedient liberal, kata Arya, ialah orang-orang yang berpandangan liberal, tetapi patuh atau bangga terhadap sistem kekuasaan yang bekerja di Jogja.

"Mereka setuju dengan ide elektoral, tapi di satu sisi mereka bangga dengan Jogja, ada akar sejarah yang tinggi dan memandang bahwa kekuasaan yang dikerjakan secara turun temurun itu jadi salah satu 'warisan' politik yang terus dijaga sehingga saya menyebutnya dengan obedient liberal."

"Sistem di Jogja bukan hanya konsensus atau kesepakatan elite, tapi warganya juga ternyata demikian, dalam tanda petik hati-hati dalam mengkritik Jogja karena bisa jadi yang dihadapi bukan hanya orang Keraton, tapi juga cukup banyak warga di Jogja," lanjutnya.

Terancam Sanksi dari PSI

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie, menyayangkan opini Ade Armando soal politik dinasti di Yogyakarta.

"Sekali lagi kami menyayangkan dan memberikan teguran kepada Ade Armando," kata Grace di Jember, Jawa Timur, Senin malam.

Grace pun menjawab pertanyaan soal potensi sanksi yang diberikan kepada Ade, mengingat ini bukan kali pertama Ade diberikan sanksi.

"Sedang kita rapatkan (pemberian sanksi), tapi teguran keras sudah diberikan kepada Ade Armando dan beliau langsung membuat pernyataan maaf," jelasnya.

Wakil Ketua Dewan Pembina Grace Natalie saat safari politik di Jember, Jawa Timur, Senin (4/12/2023)/
Wakil Ketua Dewan Pembina Grace Natalie saat safari politik di Jember, Jawa Timur, Senin (4/12/2023)/ (Reza Deni)

Sebelumnya, Ade menyebut UU Keistimewaan Yogyakarta inkonstitusional lantaran pemilihan Gubernur DIY berdasarkan pada garis keturunan Sri Sultan Hamengku Buwono.

Adapun pernyataannya itu terkait aksi BEM UI, UGM, dan beberapa perwakilan BEM dari universitas lainnya yang digelar di Yogyakarta beberapa waktu lalu.

Ade khususnya mengkritik kaus yang digunakan mahasiswa tersebut yang bertuliskan 'republik rasa dinasti.'

"Ini ironis sekali, karena mereka justru sedang berada di sebuah wilayah yang jelas-jelas menjalankan politik dinasti dan mereka diam saja," ujarnya dalam cuitan di akun X pribadinya, Sabtu (2/12/2023)

Atas dasar itu, Ade Armando menyimpulkan bahwa dinasti politik juga terjadi di DIY.

Ia kemudian mempertanyakan keseriusan mahasiswa di Yogyakarta yang menentang politik dinasti dengan mengatakan DIY sebetulnya mempraktikkan politik dinasti.

"Anak-anak BEM ini harus tahu dong, kalau mau melawan politik dinasti, ya, politik dinasti sesungguhnya adalah DIY. Gubernurnya tidak dipilih melalui pemilu," sambung Ade.

Setelah pernyataannya itu menimbulkan polemik, Ade akhirnya meminta maaf lewat video klarifikasi yang diunggah di akun X pribadinya, Minggu (3/12/2023) malam.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul: Ade Armando Singgung Politik Dinasti di DIY, Pakar Politik UGM: Itu Argumen Defensif.

(Tribunnews.com/Deni/Reza Deni)(TribunJogja.com/Hanif Suryo)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas