Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mantan Menteri dan Pejabat Ramai-ramai Serang Jokowi, Siapa Saja Mereka? Akankah Makin Banyak?

Dan kebetulan atau tidak mentan menteri dan pejabat yang menyerang Presiden Jokowi saat Pilpres 2024 saat ini adalah bagian tim sukses capres-cawapres

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Mantan Menteri dan Pejabat Ramai-ramai Serang Jokowi, Siapa Saja Mereka? Akankah Makin Banyak?
Kolase Tribunnews.com/Kompas.com
(Atas bawah) Mantan Ketua Komosi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, mantan Menteri ESDM Sudirman Said dan mantan Menteri Agama Fachrul Razi, serta (kanan) Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebetulan atau tidak, sejumlah mantan menteri dan pejabat negara "menyerang" Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersamaan masa kampanye Pillpres 2024.

Penyerangan dilakukan lewat pengakuan di balik suatu peristiwa dan menyangkut Presiden Jokowi.

Dan kebetulan atau tidak mentan menteri dan pejabat yang menyerang Presiden Jokowi saat Pilpres 2024 saat ini adalah bagian tim sukses capres-cawapres hingga caleg DPD RI. 

Siapa saja mereka? Akan makin banyak? Berikut rangkuman Tribunnews.com:

1. Eks Ketua KPK Agus Rahardjo Ungkap Kasus Setnov

Lama tak muncul di pemberitaan media massa, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 membuat pengakuan mengejutkan bersamaan masa kampanye Pilpres 2024.

Agus mengaku pernah diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto selaku Ketua DPR RI.

Diketahui, pihak KPK semasa kepemimpinan Agus Rahardjo menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama tersangka Setya Novanto pada 31 Oktober 2017.

Berita Rekomendasi

Saat itu, Setya Novanto masih menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu parpol yang mendukung Jokowi di Pemilu.

Agus sempat menyampaikan permintaan maaf dan merasa semua hal harus jelas sebelum mengungkapkan pernyataannya.

“Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak,” kata Agus dalam wawancara dengan Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis (30/11/2023).

“Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara),” lanjut Agus.

Agus mengaku dia sempat merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus. Agus lantas diminta masuk ke Istana tidak melalui ruang wartawan melainkan jalur masjid.

Saat memasuki ruang pertemuan, Agus mengaku Jokowi sudah marah. Dirinyapun heran dan tidak mengerti maksud Jokowi.

Baca juga: Pemerintahan Jokowi Bikin Media Center Indonesia Maju untuk Tangkal Serangan terkait Pemilu 2024

Setelah duduk ia baru memahami bahwa Jokowi meminta kasus yang menjerat Setnov disetop KPK.

“Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’,” tutur Agus.

“Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” lanjut Agus.

Pengakuan Agus Rahardjo itu dibenarkan oleh pimpinan KPK lain semasa penanganan kasus e-KTP, Alexander Marwata, Saut Situmorang, hingga penyidik senior KPK saat itu Novel Baswedan. 

"Ya Pak Agus pernah bercerita kejadian itu ke pimpinan," kata Alex, sapaan Alexander, saat dikonfirmasi, Jumat (1/12/2023).

Saut menyebut, Agus menceritakan peristiwa dimaksud saat pimpinan KPK hendak menggelar jumpa pers terkait penyerahan mandat atau tanggung jawab pengelolaan KPK kepada presiden.

"Aku jujur aku ingat benar pada saat turun ke bawah Pak Agus bilang 'Pak Saut, kemarin saya dimarahin (presiden), 'hentikan' kalimatnya begitu," kata Saut saat dikonfirmasi, Jumat (1/12/2023).

Senada dengan Agus, Alex mengatakan, meski ada upaya intervensi, kasus hukum terhadap Setya Novanto tetap terus berlanjut. 

"Ditolak. Karena sprindik sudah terbit dan KPK tidak bisa menghentikan penyidikan. KPK juga sudah mengumumkan tersangka," katanya.

Diketahui, pada Jumat, 13 September 2019, tiga pimpinan KPK saat itu yakni Agus Rahardjo, Saut Situmorang dan Laode M Syarif menyerahkan tanggung jawab atau mandat pengelolaan KPK ke Presiden Jokowi.

Hal itu berkaitan dengan revisi UU KPK yang dinilai banyak pihak melemahkan kinerja pemberantasan korupsi. 

Saut menduga sikap lima pimpinan KPK terhadap kasus e-KTP yang menjerat Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar saat itu, Setya Novanto, sudah diketahui Jokowi

Menurut Saut, tiga pimpinan KPK menyetujui penyidikan kasus tersebut sementara dua lainnya menolak.

"Dalam pikiran kotor aku, pasti ada bocoran kan skornya 3-2. Tahu lah Anda yang dua (pimpinan KPK) siapa, yang tiga (tiga pimpinan KPK lainnya) siapa. Jadi, mungkin dia (presiden) dengar-dengar dan panggil saja."

"Mungkin di pikiran yang perintah seperti itu. Tapi, enggak tahu lah kenapa (Agus Rahardjo) dipanggil sendirian," kata Saut.

Pengakuan mengejutkan Agus Rahardjo itu langsung mendapat reaksi bantahan dari pihak Istana Kepresidenan, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana dan Presiden Jokowi sendiri.

Jokowi membantah pernyataan Agus Rahardjo tersebut dan mengatakan, saat itu dirinya lah yang meminta kasus e-KTP ditangani dengan baik.

Terbukti, sekarang penanganan kasus e-KTP tersebut berjalan sebagaimana mestinya dan Setya Novanto dihukum 15 tahun penjara karena terbukti korupsi.

"Ini yang pertama coba dilihat, dilihat di berita tahun 2017 di bulan November, saya sampaikan saat itu Pak Novanto. Pak Setya Novanto ikuti proses hukum yang ada, jelas berita itu ada semuanya," katanya, di Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Senin (4/12/2023).

"Yang kedua buktinya proses hukum berjalan. Yang ketiga Pak Setya Novanto sudah dihukum divonis dihukum berat 15 tahun," imbuhnya.

Selain itu, Presiden Jokowi juga membantah dirinya bertemu Agus Rahardjo membahas penghentian kasus e-KTP saat itu.

"Saya suruh cek, saya sehari kan berapa puluh pertemuan. Saya suruh cek di Setneg (Sekretariat Negara) enggak ada. Agenda yang di Setneg enggak ada tolong dicek lagi aja," ujar Jokowi.

Jokowi lantas mempertanyakan kepentingan di balik mencuatnya kembali kasus e-KTP ini.

"Terus untuk apa diramaikan itu? Kepentingan apa diramaikan itu? Untuk kepentingan apa?" pungkasnya.

  • Profil Agus Rahardjo
Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo berjabat tangan dengan Ketua KPK Firli Bahuri usai upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019). Presiden Joko Widodo melantik lima pimpinan KPK periode 2019-2023 yakni Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo berjabat tangan dengan Ketua KPK Firli Bahuri usai upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019). Presiden Joko Widodo melantik lima pimpinan KPK periode 2019-2023 yakni Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Agus Rahardjo merupakan KPK periode 2015-2019.

Pria kelahiran Magetan Jawa Timur, 1 Agustus 1956 dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Ketua KPK pada 21 Desember 2015.

Agus Rahardjo merupakan orang pertama yang menjabat Ketua KPK tanpa latar belakang pendidikan formal hukum dan pengalaman di lembaga penegakan hukum.

Agus Rahardjo merupakan teknik sipil, lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. tahun 1984.

Kemudian, ia meraih gelar Master of Business Administration (MBA) dari Hult International Business School (Arthur D. Little), Boston, USA.

Agus Rahardjo diketahui memulai karirnya di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Pada tahun 2006, Agus Rahardjo mengabdi sebagai Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik (PPKPBJ).

Agus Rahardjo adalah pendiri sekaligus Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sejak tahun 2010.

Hingga akhirnya ia terpilih menjadi Ketua KPK periode 2015–2019 setelah mengikuti fit and proper test di DPR RI.

* Jadi Caleg DPD RI dari Jatim

Berdasarkan Daftar Calon Tetap (DCT) Calon Anggota DPD 2024-2029 yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU), Agus terdaftar sebagai caleg yang akan maju berkontestasi di daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur.  

Agus Rahardjo satu dapil dengan Ketua DPD La Nyalla Mattalitti.

Dan diektahui, tiga rekan kolega Agus Rahardjo yakni Saut Situmorang, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, pada Pilpres 2024 saat ini bergabung sebagai pendukung Capres-cawapres Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (AMIN) dengan jabatan anggota Dewan Pakar Timnas AMIN.

Eks Menteri ESDM Sudirman Said Senasib

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, bersama Ketua Tim Sinkronisasi yang juga mantan Menteri ESDM, Sudirman Said, saat konferensi pers perdana di Rumah Partisipasi, Jalan Borobudur Nomor 2, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/5/2017).
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, bersama Ketua Tim Sinkronisasi yang juga mantan Menteri ESDM, Sudirman Said, saat konferensi pers perdana di Rumah Partisipasi, Jalan Borobudur Nomor 2, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/5/2017). (Kompas.com)

Mantan Menteri ESDM, Sudirman Said mengikuti jejak mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengaku juga pernah dimarahi Presiden Jokowi.

Alasan Sudirman Said yang kini sebagai Co-Captain Timnas AMIN dimarahi Jokowi, katanya menyeret Setnov yang saat itu menjabat Ketua DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI terkait meminta saham PT Freeport Indonesia.

Kasus tersebut dikenal dengan 'papa minta saham'.

"Ketika saya melaporkan kasus Pak Novanto ke MKD itu, Presiden sempat marah. Saya ditegur keras, dituduh seolah-olah ada yang memerintahkan atau ada yang mengendalikan," ujar Sudirman kepada wartawan, Minggu (3/12/2023).

Baca juga: 5 Serangan Anies dan Ganjar ke Jokowi, Soroti IKN, Food Estate, Hingga Pembangunan Sektor Maritim

Kasus itu adalah skandal politik yang menyeret nama Setnov setelah diduga mencatut nama Presiden Jokowi untuk meminta saham PT Freeport Indonesia.

Sudirman lantas membuka rekaman pembicaraan Setnov dengan pengusaha Riza Chalid, dan Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin dalam sidang laporannya di MKD DPR.

Pada rekaman itu, Setnov turut menyebut nama Luhut Binsar Panjaitan (Kepala Staf Presiden) sebanyak 66 kali.

Luhut membantah terlibat dan sempat dipanggil oleh Majelis MKD.

Dua pekan setelah laporan Sudirman atau tepatnya 16 November 2015, Setnov menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR. Kemudian, Setnov pun menjadi tersangka dalam kasus korupsi e-KTP.

Pengakuan Sudirman Said juga dibantah pihak Istana Kepresidenan.

Koordinator Staf Khusus Presiden Jokowi, Ari Dwipayana, menepis tuduhan Sudirman Said telah dimarahi karena melaporkan Setnov ke MKD DPR terkait kasus papa minta saham.

"Tidak benar Presiden Jokowi memarahi Sudirman Said karena melaporkan Setya Novanto (Ketua DPR saat itu) ke MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) pada tahun 2015," kata Ari dalam keterangan.

Ia kemudian mengungkit pernyataan Sudirman Said pada 7 Desember 2015, di mana saat itu Sudirman Said menyebut Jokowi mengapresiasi proses terbuka yang dilakukan di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.

"Faktanya, Presiden, seperti disampaikan Bapak Sudirman Said tanggal 7 Desember 2015 di Istana, justru sangat mengapresiasi proses terbuka yang telah dilakukan MKD dan terus mengikuti dari berbagai media dan stafnya Presiden juga berpesan untuk terus mendidik masyarakat karena persoalan etika itu penting bagi publik," katanya.

Menurutnya, pernyataan Sudirman Said pada 2015 itu sudah dimuat oleh media massa.

"Bisa dicek pada jejak digital," ucapnya.

Dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Sudirman Said lahir di Brebes, Jawa Tengah pada 16 April 1963 atau saat ini berusia 60 tahun. 

Sebelum masuk ke dunia pemerintahan, Sudirman Said memiliki banyak pengalaman di berbagai institusi dan perusahaan.

Ia pernah menjadi Direktur Keuangan & Administrasi di PT Petrokimia Nusantara Interindo (2003-2005), Staf Ahli Direktur Utama PT Pertamina (2007-2008), Direktur Eksekutif Indika Energy Group, Wakil Direktur Utama PT Petrosea dan Direktur Utama PT Pindad. 

Adapun kariernya di pemerintahan dimulai saat Sudirman Said dipercaya menjadi Direktur Utama PT Pindad (Persero), perusahaan negara bidang persenjataan pada 4 Juni 2014.

Tak lama di perusahaan BUMN persenjataan, Presiden Jokowi mengangkatnya sebagai Menteri ESDM mulai 27 Oktober 2014 hingga 27 Juli 2016.

Sayangnya, jabatan itu hanya dimbannya dua tahun. Sudirman Said terdepak dari Kabinet Jokowi-JK saat Presiden Jokowi melakukan perombakan kabinet (reshuffle) pada 2016. 

Sebelum Menteri ESDM, Sudirman Said juga sempat dipercaya menjadi Direktur Utama PT Pindad (Persero), perusahaan negara bidang persenjataan pada 4 Juni 2014.

Setelah itu, Sudirman Said kembali menjajal peruntungan di dunia politik dengan maju sebagai calon gubernur dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah pada 2018. 

Ia berpasangan dengan kader PKB, Ida Fauziyah yang saat ini menjabat sebagai Menteri Ketenagakerjaan, dengan kendaraan politik PKB, Gerindra, PKS, dan PAN.

Sayangnya, pasangan ini gagal dan dikalahkan pasangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin.

Seakan tak putus asa, Sudirman Said kembali menjajal peruntungannya di dunia politik dengan menjadi caleg dalam Pileg 2019.

Ia maju sebagai caleg DPR RI dari Partai Gerindra Dapil Jateng IX yang wilayahnya termasuk di antaranya merupakan kampung halamannya, Brebes.

Lagi-lagi, Sudirman Said kembali gagal sehingga tak lolos ke Senayan. 

Mengutip TribunJakarta.com, Sudirman Said mendapat jabatan penting di Pemprov DKI Jakarta semasa kepemimpinan Guubernur Anies Baswedan.

Pada 2020, Anies Baswedan memberikan jabatan Komisaris Utama PT Food Station Tjipinang Jaya kepada Sudirman Said.

Dua tahun berselang, lagi-lagi Anies mempercayakan BUMD DKI ke tangan Sudirman Said dengan memberi jabatan Komisaris Utama PT Transportasi Jakarta (Transjakarta).

Selain aktif berkiprah di dunia politik, Sudirman Said juga aktif di dunia sosial dengan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Palang Merah Indonesia (PMI) dimana Jusuf Kalla sebagai ketuanya.

* Dukung Jokowi Pindah ke Prabowo Lalu Berpaling ke Anies

Di kancah pemilihan presiden dan wakil presiden RI, sosok Sudirman Said tidak asing lagi.

Sudirman Said pernah memberikan dukungan ke pasangan Jokowi-Jusuf Kalla pada Pilpres 2014.

Setelah Jokowi tak berpasangan dengan Jusuf Kalla dalam Pilpres 2019, Sudirman Said berubah haluan dengan mendukung pasangan Prabowo-Sandiaga Uno.

Kini di Pilpres 2024, Sudirman Said kembali berubah haluan.

Ia kini tak lagi mendukung Prabowo, tapi memberikan dukungan ke pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Bahkan, Anies sempat mempercayakan Sudirman Said sebagai Ketua Tim 8 sekaligus Juru Bicara Anies Baswedan.

Eks Menag Fachrul Razi Ungkit Pencopotan terkait FPI

Serangan ke Presiden Jokowi juga datang dari mantan Menteri Agama Fachrul Razi.

Dalam sebuah podcast, Fachrul Razi menyebut alasan dirinya alasan di balik pencopotannya dari jabatan Menteri Agama oleh Presiden Jokowi.

Fachrul Razi diketahui menjadi Menteri Agama sejak 23 Oktober 2019 hingga digantikan Yaqut Cholil Qoumas pada 23 Desember 2020.

Baca juga: Singgung Politik Dinasti, Ade Armando Bakal Dapat Sanksi dari PSI

Fachrul mengaku jabatannya sebagai Menteri Agama dicopot beberapa hari setelah menolak pembubaran Front Pembela Islam (FPI) dalam rapat kabinet yang dipimpin Presiden Jokowi.

Menurut dia, dalam rapat tersebut hampir semua menteri dan kepala lembaga yang hadir setuju dengan pembubaran organisasi Front pembela Islam (FPI), kecuali dirinya.

Fachrul Razi mengatakan FPI resmi dibubarkan berselang tiga hari setelah dirinya direshuffle dari kabinet Jokowi.

Sekadar informasi Keputusan pembubaran FPI berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 6 Menteri No. 224-4780 Tahun 2020, No M.HH-14.HH.05.05 Tahun 2020, No. 690 Tahun 2020. No. 264 Tahun 2020, No. KB/3/XII/2020, No. 320 Tahun 2020.

Lantas pada 30 Desember 2020, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan sesuai putusan MK No.82/PUU XI/ 2013 tertanggal 23 Desember 2014, pemerintah mengumumkan melarang FPI melakukan aktivitas.

Menyikapi pengakuan Fachrul Razi, pihak Istana Kepresiden melalui Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana pun angkat bicara.

Ari mengaku heran mengapa isu pergantian Menteri Agama ramai diangkat sekarang ini saat masa kampanye Pilpres 2024.

"Saya tidak tahu apa yang melatarbelakangi mengapa isu pergantian bapak Fachrur Razi sebagai Menteri Agama dan isu/kasus yang lain, baru diangkat saat ini, di tengah proses kotestasi politik dalam pemilu. Dalam istilah Bapak Presiden: untuk apa diramaikan? Dan untuk kepentingan apa itu diramaikan?" kata Ari, Senin (4/12/2023).

Ari mengatakan, dalam mengangkat dan memberhentikan menteri, Presiden Jokowi memiliki banyak pertimbangan.

"Dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Menteri, Presiden pasti mempertimbangkan banyak hal, untuk yang terbaik bagi kepentingan rakyat, bangsa, dan negara," katanya.

Terkait pembubaran FPI, kata Ari tertuang dalam SKB yang ditandatangani enam menteri dan kepala lembaga dibawah koordinasi Menkopolhukam.

Kementerian tersebut yakni Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT.

"SKB 6 Kementerian dan Lembaga itu disampaikan pemerintah setelah rapat bersama yang dilakukan di Kantor Kemenkopolhukam pada tanggal 30 Desember 2020. Jejak digitalnya bisa dicheck lagi," ujarnya.

Terpisah, staf khusus Menag bidang Media dan Komunikasi Publik Wibowo Prasetyo mengatakan pencopotan Fachrul Razi tak ada sangkut pautnya dengan pelantikan Yaqut Cholil Qoumas pada Desember 2020 lalu.

Wibowo menegaskan pergantian menteri menjadi hak prerogratif presiden.

Ia menegaskan, Gus Yaqut mendapat mandat untuk memperbaiki tata kelola Kementerian Agama.

“Setahu saya, pesan yang disampaikan Presiden saat melantik Gus Yaqut (yaqut Cholil Qoumas) adalah agar melakukan percepatan reformasi birokrasi, serta menguatkan persaudaraan seluruh elemen bangsa,” kata Wibowo dalam keterangan tertulis, Senin (4/12/2023).

  • Profil Fahcrul Razi

Jenderal TNI (Purn) H Fachrul Razi, S.I.P., S.H., M.H tokoh militer INdonesia kelahiran Aceh, 26 Juli 1947 yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama di Kabinet Indonesia Maju pimpinan Presiden Jokowi periode 23 Oktober 2019.

Ia digantikan digantikan oleh Yaqut Cholil Qoumas pada 23 Desember 2020. 

Dikutip dari kemenag.go.id, diketahui, karier tertingginya yakni sebagai Wakil Panglima TNI pada periode 1999-2000.

Sejumlah posisi di militer pun pernah dipegang oleh jebolan Akademi Militer tahun 1970 itu.

Mulai dari Komandan Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kujang 1 Kostrad, Wakil Asisten Operasi KASAD, hingga Kepala Staf Daerah Militer VII/Wirabuana dan Gubernur Akademi Militer.

Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Asisten Operasi KASUM ABRI, Kepala Staf Umum ABRI, hingga Sekjen Departemen Pertahanan.

Selain di militer dan pemerintahan, ia juga pernah menduduki sejumlah jabatan penting di BUMN yakni Komisaris Utama PT Central Proteina Prima Tbk (CPRO), Komisaris Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) 

Diambil dari Wikipedia, Razi juga termasuk dalam tim pendiri partai politik Hanura dan anggota Majalis Amanah Pengurus Besar Ormas Mathla'ul Anwar (PBMA).

Fachrul Razi juga merupakan mantan Ketua Umum Bravo 5 , organisasi sejumlah purnawiran TNI pendukung capres-cawapres.

Tim Bravo 5 terbentuk sejak 2013 untuk memenangkan Jokowi-Jusuf Kalla pada Pemilu 2014 dan berlanjut jadi pendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada Pemilu 2019.

Namun, Fahcrul Razi dikabarkan mundur sebagai Ketua Umum Bravo 5 pada 23 Maret 2023 lalu, diduga karena adanya konflik internal.

Dan pada Pilpres 2024 saat ini, Bravo 5 menyatakan dukungna untuk pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming.

Sementa, Fachrul Razi kini berbelok menjadi pendukung pasangan capres-cawapres Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (AMIN).

Fachrul Razi tercatat sebagai anggota Dewan Penasihat Timnas AMIN.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas