Eki Pitung Setuju Gubernur Jakarta Dipilih Presiden, Asalkan Dua Catatan Ini Dipenuhi
Eki Pitung mengaku setuju saja soal usulan inisiatif DPR dalam Pasal 10 Ayat (2) Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Musyawarah (Bamus) Betawi pimpinan Muhammad Rifky alias Eki Pitung mengaku setuju saja soal usulan inisiatif DPR dalam Pasal 10 Ayat (2) Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).
Dalam pasal tersebut, Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta ditunjuk dan diberhentikan Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.
Persetujuan tersebut, lanjutnya, dengan catatan pengangkatan sosok Gubernur yang ditunjuk Presiden merupakan hasil dari rekomendasi DPRD DKI Jakarta selaku pengawas eksekutif.
Selain itu, DPRD juga harus melibatkan dewan adat atau majelis adat Bamus Betawi dalam pembahasan mengenai sosok tersebut.
"Setuju saja. Jika pengangkatan Gubernur direkomendasikan DPRD dan kami minta DPRD juga menghormati Dewan Adat atau Majelis Adat Bamus Betawi sebagai permintaan rekomendasinya," kata Eky kepada Tribunnews.com, Rabu (6/12/2023).
Baca juga: Alasan PKS Tolak RUU DKJ: Hak Demokrasi Warga Jakarta akan Dihilangkan
Jika catatan ini diabaikan, maka masyarakat adat Betawi sebagai masyarakat inti Jakarta akan menjadi oposisi pada hasil pengangkatan Gubernur DKI Jakarta.
Apalagi kata Eky, Bamus Betawi saat ini sedang mengusulkan dan mengawal revisi UU 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta, perihal penguatan hak kedaulatan politik pada orang Betawi dan hak pertahanan budaya Betawi di Jakarta.
"Jika diabaikan maka kemungkinan Betawi sebagai masyarakat inti Jakarta akan revolusi dan Betawi akan menjadi oposisi pada hasil pengangkatan Gubernur DKJ di tanah kelahiran sendiri," katanya.
Baca juga: Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden dalam RUU DKJ, DPR: Materi Bisa Didiskusikan & Publik Dilibatkan
Dia pun berharap semua pemangku kepentingan dalam hal ini DPR dan pemerintah menghargai masyarakat adat di setiap provinsi di Indonesia.
"Mohon semua pihak pemegang kebijakan menghormati dan menghargai masyarakat adat di setiap provinsi masing-masing di Indonesia. Ada tuan rumah atau penduduk asli kota tersebut," pungkas Eky.