KTP Sakti Ganjar-Mahfud Dinilai Jadi Solusi Cegah Bansos Salah Sasaran dan Akhiri Ego Sektoral
Trubus Rahadiansyah mengapresiasi rencana pasangan calon presiden dan calon wakil presdien nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD luncurkan KTP Sakti.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengapresiasi rencana pasangan calon presiden dan calon wakil presdien nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD (Ganjar-Mahfud) meluncurkan KTP Sakti.
Menurut dia, KTP Sakti bisa menyatukan beragam kartu bantuan sosial yang dirilis pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
"Sudah semestinya (kartu-kartu program bansos Jokowi) itu disederhanakan menjadi satu kartu. Ada kartu macam-macam sehingga itu menyebabkan pemborosan," kata Trubus kepada wartawan di Jakarta, Jumat (22/12/2023).
Diketahui, selama ini, bansos yang disalurkan oleh pemerintahan Jokowi mengharuskan penerimanya memegang beragam kartu.
Kartu Indonesia Pintar, misalnya, harus dimiliki oleh sekitar 20 juta penerima bantuan. Ada pula Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Prakerja, Kartu Sembako, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Tani, dan Program Keluarga Harapan.
Bila bersandar pada rencana sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE), menurut Trubus, seharusnya data penerima bantuan sosial digabung dan divalidasi.
Dengan begitu, kasus-kasus bansos salah sasaran karena kesalahan administrasi tak lagi mengemuka.
Lebih lanjut, Trubus menyebut bahwa program KTP Sakti mesti berpatokan pada nomor induk kependudukan (NIK).
Sebelum merancang KTP Sakti, pasangan Ganjar-Mahfud mesti membenahi seluruh data di kementerian dan lembaga yang sejauh ini masih mengedepankan ego sektoral.
"Untuk membenahi ego sektoral, memerlukan kepemimpinan yang kuat untuk menyatukan itu semua. Yang jelas, selama ini setiap kementerian dan lembaga itu punya misi suci sendiri sehingga ketika itu disatukan, tentu prosesnya sangat alot," terang Trubus.
Kementerian dan lembaga yang sering berbenturan data, kata Trubus, adalah Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Badan Pangan Nasional dan Kementerian Pertanian.
Sehingga, Ganjar- Mahfud perlu tegas menghapus ego sektoral yang menyulitkan pusat data nasional terbentuk.
"Kalau secara rasional, kebijakan ini bagus. Cuma pada tataran implementasi, akan berat. Pembenahan data itu enggak cukup setahun. Jadi, itu nanti ada namanya PDN, Pusat Data Nasional," jelas Trubus.
Sebagai informasi, Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia (SDI) mengamanatkan seluruh data penduduk menjadi satu. Namun, perlu kolaborasi dan sinergi antara kementerian dan pemerintah daerah supaya data penerima bansos bisa disatukan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.