Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dinamika Pemilu 2024 Sarat Manuver, Kombatan Ingatkan PDIP Tak Lengah

Sehingga, tidak dapat dikorbankan dalam suksesi periodisasi politik kekuasaan nasional setiap kurun 20-an tahun, bertepatan dengan Pemilu 2024.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Dinamika Pemilu 2024 Sarat Manuver, Kombatan Ingatkan PDIP Tak Lengah
Dokumentasi pribadi
Capres Ganjar Pranowo bersama Ketu Umum DPN kombatan Budi Mulyawan. 

"Tentu, realitas ini membahayakan masa depan PDI Perjuangan. Karena arahnya pada Pemilu 2024, dapat memindahkan lumbung suara PDI Perjuangan ke partai lain. Sehingga, PDIP bisa terancam akan jadi partai yang kalah," imbuh Cepi, yang juga kader PDI-P sejak era tragedi pemberangusan Kantor PDI --sebelum ganti nama PDI Perjuangan-- pada masa Orde Baru.

Karenanya, lanjut Cepi, Kombatan mengingatkan PDI Perjuangan jangan sampai lengah sedikit pun menghadapi ranjau-ranjau "jebakan batman" memasuki tahun baru, yang ditandai dengan momen strategis Pemilu 14 Februari 2024.

Sebaliknya, Cepi mempertegas, PDI-P wajib bangkit dan melawan. Sehingga, tidak dapat dikorbankan dalam suksesi periodisasi politik kekuasaan nasional setiap kurun 20-an tahun, bertepatan dengan Pemilu 2024.

"Usia periodisasi politik Tanah Air itu sudah terbukti, contohnya dimulai era Kebangkitan 1908, Sumpah Pemuda 1928, kemerdekaan RI 1945, Tragedi PKI 1965, gerakan Malari hingga Reformasi 1998. Suksesi regenerasi kekuasaan itu rata-rata dinamika tensi politik memang keras," ungkap Cepi.

Kombatan mencermati, lanjut Cepi, dinamika politik dari masa ke masa juga selalu diwarnai sarat manuver politik devide et impera, adu domba, tipu muslihat.

Baca juga: Jokowi Terkesan Buntuti Ganjar Pranowo, Hasto PDIP Sebut Prabowo Tak Bisa Blusukan

"Pastinya kolaborasi manuver politik ekonomi global yang berkonspirasi dengan domestik, selanjutnya memanfaatkan pelaku politik praktis dalam negeri," tutur Cepi, yang juga Ketua Umum Jejaring Relawan Jarwo (Ganjar Pranowo) Center Indonesia. JARWO CENTER.

"Jadi, tidak heran marwah politik menuju Pemilu 2024 diwarnai banyak peristiwa politik keras dan mencengangkan. Sebab, merupakan momen puncak suksesi perebutan politik kekuasaan untuk arah satu generasi minimal kurun 20 tahun ke depan," tutur Cepi, mengingatkan.

Berita Rekomendasi

Cepi mengkritisi lebih mendalam adanya manuver ingkar peran PDI Perjuangan yang secara konstitusi memback-up penuh tugas Jokowi sebagai presiden RI. Yakni, seluruh anggota legislator Fraksi PDI-P yang jumlahnya terbanyak di DPR RI memberikan dukungan total ke Jokowi. Begitu pun dukungan peran serta kader PDI-P, Puan Maharani dalam posisi strategis sebagai Ketua DPR RI.

Ironisnya, kata Cepi, kewenangan konstitusi para legislator itu tiba-tiba diculasi Anwar Usman sebagai pimpinan lembaga tertinggi yudikatif, yakni Ketua Mahkamah Konstitusi. Adik ipar Jokowi ini dengan klaimnya "jabatan merupakan amanah Tuhan", justru membuat keputusan perkara No 90/PUU-XXI/2023 yang menabrak konstitusi.

"Intinya, ketua MK sebagai lembaga yudikatif menghalalkan bikin peraturan yang seharusnya kewenangan legislatif di DPR RI dan eksekutif yakni pemerintah," ungkap Cepi. Karenanya, sidang kode etik MKMK mencopot jabatan Anwar sebagai Ketua MK, karena terbukti melanggar etik berat.

Menurut Cepi, Gibran dalam statusnya sebagai kader PDI-P juga gayung bersambut merespon putusan sang paman, di MK. Yakni, syarat usia Capres dan Cawapres sekrang-kurangnya 40 tahun atau pernah menjabat kepala daerah. Gibran yang masih berusia 35 tahun pun maju jadi Cawapres lewat Golkar mendampingi Prabowo Subianto dengan didukung Koalisi Indonesia Maju.

"Politik memang tidak ada teman yang abadi, kecuali kepentingan. Tapi, Jokowi dan keluarganya sebagai kader PDI-P yang difasilitasi partai dan didukung massa PDI-P, rasanya ada tanda tanya besar kalau kemudian berpaling ke partai lain," ungkap Cepi.

Kombatan, kata Cepi, dari awal sudah memprediksi jika akan terjadi politik keniscayaan Jokowi dan keluarganya seperti sekarang ini. Indikatornya saat Jokowi menjadi presiden periode kedua merangkul Prabowo Subianto, yang dua kali dikalahkan dalam Pilpres.

"Dengan memasukkan Prabowo dalam kabinet sebagai Menteri Pertahanan (Menhan), secara logika Jokowi tentu lebih intens berkomunikasi dengan Prabowo ketimbang elite penguasa di PDI-P," ungkap Cepi.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas