MUI Undang KPU Hingga Ormas Diskusi Untuk Hadirkan Pemilu 2024 yang Bermartabat
Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan mengadakan bincang munaqasyah (diskusi) mengenai Pemilu 2024 pada 17 Januari mendatang.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan mengadakan bincang munaqasyah (diskusi) mengenai Pemilu 2024 pada 17 Januari mendatang.
Dari diskusi tersebut diharapkan akan menjadi ruang yang membahas cara menciptakan pemilu yang damai, jujur, adil, dan bermartabat.
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis menjelaskan, dalam diskusi tersebut akan mengundang penyelenggara dan pengawas pemilu juga perwakilan pemerintah.
"Dalam diskusi dan bincang munaqasyah, kami akan mengundang penyelenggara dan pengawas pemilu, yakni KPU dan Bawaslu juga, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Pemerintah, termasuk Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Sementara karena Menko Polhukam kini menjadi cawapres jadi tidak termasuk,” kata dia dalam rapat harian MUI, Rabu (3/2/2024).
Tidak hanya Ketua Umum Majelis lintas agama saja, organisasi masyarakat (ormas) juga akan diundang.
Baca juga: Syarat Daftar Pengawas TPS untuk Pemilu 2024, Dibuka hingga 6 Januari 2024
Kiai Cholil juga menegaskan MUI telah memutuskan untuk aktif mengawal Pemilu 2024 nanti dalam kapasitasnya sebagai kekuatan civil society.
"Karena itu, langkah kita adalah menggalang kerja sama antarumat beragama dan ormas untuk memberikan edukasi kepada masyarakat menjelang pemilu mendatang," tutur dia sembari menambahkan pentingnya sosialisasikan hak pilih, jaga perdamaian, dan hindari permusuhan menjelang pemilihan," ujar dia.
Dia berharap, masyarakat akan memilih pemimpin berintegritas, bukan karena uang ataupun sentimen kesukuan.
Baca juga: Antisipasi Pelanggaran HAM di Pemilu 2024, Komnas HAM Buka Pos Pengaduan
"Saya berharap, dalam pemilu tahun ini, rakyat dapat memilih pemimpin berdasarkan hati nurani, tanpa pengaruh money politik atau sentimen kesukuan, melainkan berlandaskan penilaian atas track record dan visi misi calon pemimpin," ujar dia.