Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Terus Pantau Proses Hukum Kasus Penganiayaan Relawan oleh 6 Oknum TNI

Ganjar mengapresiasi gerak cepat pihak TNI terkait kasus penganiayaan terhadap relawan Ganjar-Mahfud hingga ditetapkannya 6 tersangka oknum TNI.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Tim Hukum Ganjar-Mahfud Terus Pantau Proses Hukum Kasus Penganiayaan Relawan oleh 6 Oknum TNI
Kolase Tribunnews.com
Calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo mengapresiasi gerak cepat pihak TNI terkait kasus penganiayaan terhadap relawan Ganjar-Mahfud hingga ditetapkannya 6 tersangka oknum TNI dalam kasus ini. Foto Ganjar saat menjenguk relawan korban penganiayaan oknum TNI. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo mengapresiasi gerak cepat pihak TNI terkait kasus penganiayaan terhadap relawan Ganjar-Mahfud hingga ditetapkannya 6 tersangka oknum TNI dalam kasus ini.

"Saya terima kasih dan saya mengapresiasi pihak TNI yang demikian cepatnya merespons persoalan ini," kata Ganjar kepada wartawan di Jepara, Selasa (2/1/2024).

"Saya apresiasi kepada TNI yang melakukan tindakan cepat," ujarnya.

Ganjar juga menyinggung bahwa tim hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD bakal terus memantau proses hukum terhadap kasus penganiayaan relawan oleh 6 tentara itu.

Baca juga: BREAKING NEWS: 6 Oknum TNI Ditetapkan Tersangka pada Kasus Penganiayaan Relawan Ganjar di Boyolali

Ia berharap para korban kelak mendapatkan rasa keadilan.

"Karena tadi teman kita yang kemarin sempat dirawat, yang sudah pulang itu, ternyata ada matanya bermasalah ya, dan sekarang masuk (rumah sakit) lagi," ujar Ganjar.

Ganjar mengatakan penetapan tersangka ini adalah momen saling kontrol antara para pendukung capres dengan aparat keamanan, dalam hal ini TNI.

Berita Rekomendasi

Menurutnya, kasus yang menimpa relawannya di Boyolali beserta tindak lanjut hukumnya sudah cukup
untuk menjadi pelajaran agar setiap pihak dapat saling menghormati jelang Pemilu 2024.

"TNI tidak boleh semena-mena, maksud saya oknum-oknumnya tidak boleh semena-mena, dan kita yang dari relawan, pengusung, pendukung, juga mesti taat hukum, sehingga sama-sama saling menghormati," ungkap eks Gubernur Jawa Tengah itu.

6 Tersangka

Tim Penyidik TNI menetapkan 6 anggota TNI personel Kompi B Yonif Raider 408/Suhbrastha Boyolali sebagai tersangka dugaan penganiayaan relawan Ganjar-Mahfud di Jalan Perintis Kemerdekaan Boyolali, Jawa Tengah, pada Sabtu (30/12/2023) lalu.

Penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik melakukan pemeriksaan selama dua hari.

Enam anggota TNI yang ditetapkan sebagai tersangka itu yakni Prada Y, Prada P, Prada A, Prada J, Prada F dan Prada M.

Baca juga: Andika Perkasa Kritik Dandim Boyolali soal Kronologi Penganiayaan Relawan Ganjar-Mahfud

"Berdasarkan alat bukti yang diperoleh dan keterangan para terperiksa, saat ini penyidik Denpom IV/4 Surakarta telah mengerucutkan 6 orang pelaku, masing-masing Prada Y, Prada P, Prada A, Prada J, Prada F dan Prada M," ungkap Kepala Penerangan Kodam IV Diponegoro Kolonel Inf Richard Harison, Selasa (2/1/2024).

Richard menambahkan pihak penyidik TNI masih terus mendalami mengembangkan proses penyelidikan dan penyidikan.

"Sampai dengan saat ini Penyidik Denpom IV/Surakarta masih bekerja untuk terus mengungkap dan mengembangkan proses penyelidikan dan penyidikan," ujarnya.

Sebelumnya Komandan Polisi Militer Kodam IV Diponegoro (Danpomdam) Kolonel CPM Rinoso Budi sempat menjelaskan bahwa 15 anggota TNI yang diamankan dan diperiksa tidak semua terlibat dalam pemukulan atau penganiayaan, namun ada juga yang berperan lain seperti membawa motor korban dan lainnya.

"15 anggota ini tidak semua yang memukul atau menganiaya, namun ada yang cuma ikutan, bawa motor korban, tarik korban dan lainnya. Makanya pemeriksaan saat ini masih berlangsung, saya dan Tim Pomdam juga di Solo memantau pemeriksaan," kata Rinoso, Minggu (31/12/2023).

Rinoso menyebut dari hasil pemeriksaan sementara, para pelaku penganiayaan mengaku terganggu dan akhirnya emosi karena suara knalpot brong yang terus diblayer-blayer oleh banyak relawan Ganjar-Mahfud yang melintasi jalan Perintis Kemerdekaan Boyolali, tepatnya depan Markas Kompi 8 Yonir Raiders 408.

"Pemeriksaan sementara, mereka ini terganggu dan akhirnya emosi karena suara blayeran knalpot brong dari motor relawan Ganjar-Mahfud yang lewat. Apalagi katanya itu banyak motor dan terus lewat seperti memutar. Makanya ini kami akan mencari saksi warga yang mengetahui kejadian tersebut," jelas Rinoso.

Baca juga: Pemeriksaan Sementara, Penyebab Oknum TNI Aniaya Relawan Ganjar karena Terganggu Suara Knalpot Brong

Peristiwa Penganiayaan Terekam CCTV

Kasus penganiayaan terhadap relawan Ganjar viral setelah terekam lewat CCTV dan beredar di media sosial.

Insiden itu diduga terjadi usai korban tertinggal dari rombongan yang sedang melakukan konvoi sepeda motor saat acara Ganjar di Boyolali, Sabtu (30/12/2023).

Mereka konvoi sepeda motor dengan knalpot tidak standar yang bersuara keras.

Dalam video, terlihat sejumlah orang awalnya berada di pinggir jalan raya, diduga di depan markas Batalyon 408.

Tak lama kemudian pelaku langsung menghampiri pemotor yang tengah melintas.

Kapuspen TNI Brigjen Nugraha Gumilar membenarkan peristiwa tersebut.

Ia menyebut anggota yang terlibat saat ini tengah diperiksa.

Komandan Kodim 0724/Boyolali Letkol (Inf) Wiweko Wulang Widodo mengklaim penganiayaan relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali itu terjadi secara spontan lantaran ada kesalahpahaman.

"Info sementara peristiwa itu terjadi secara spontanitas karena kesalahpahaman antara kedua belah pihak," kata Wiweko dalam konferensi persnya berdasarkan rekaman yang diterima dari Kapendam Diponegoro, Minggu (31/12/2023).

Wiweko menjelaskan kronologi insiden itu terjadi pada pukul 11.15 WIB di depan Asrama Kompi Senapan Yonif Raider 408/Suhbrastha.

Sebelum peristiwa itu terjadi, ia mengatakan prajurit TNI di tempat tersebut sedang melakukan olahraga bola voli.

Kemudian, para prajurit mendengar suara bising dari knalpot brong sepeda motor yang melintas secara
terus menerus sehingga membuat tak nyaman.

"Kemudian beberapa oknum anggota secara spontan keluar dari asrama dan menuju jalan depan asrama untuk mencari sumber suara knalpot brong tersebut. Untuk ingatkan pengendara untuk membubarkan dan terjadilah penganiayaan terhadap pengguna knalpot brong tersebut," ujarnya.

Wiweko mengatakan penganiayaan kemudian terjadi.

Setelah terjadi penganiayaan, beberapa korban kemudian dibawa ke RS Pandanaran Boyolali untuk mendapat pertolongan.

Ia pun memastikan persoalan ini sudah ditangani oleh polisi militer sesuai prosedur hukum yang berlaku.

"Kami menyesalkan dan menyayangkan yang dilakukan oknum anggota kita kepada masyarakat. Dan komitmen pimpinan TNI AD tegakkan aturan hukum berlaku. Maka siapapun nanti oknum anggota bersalah pada kasus ini akan diambil langkah secara profesional sesuai prosedur hukum berlaku," katanya.

Keterangan Wiweko itu sempat dikritik oleh Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD Jenderal (Purn) Andika Perkasa.

Ia menilai kronologi yang disampaikan Wiweko itu berbeda dengan video yang terekam saat kejadian dan
keterangan korban aksi kekerasan itu, yakni Slamet Andono dan Arif Ramadhani.

"Di statement itu antara lain dinyatakan salah satunya bahwa ini adalah kesalahpahaman antara dua pihak," kata Andika dalam konferensi pers di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta, Senin (1/1/2024).

"Padahal kan dari video yang beredar, dan video itu beredar lebih dulu dibandingkan dengan statement Komandan Kodim. Di situ jelas, kalau dari videonya, tidak ada proses kesalahpahaman. Yang ada adalah
langsung penyerangan atau tindak pidana penganiayaan," imbuhnya.

Mantan Panglima TNI itu pun menduga laporan kejadian itu diterima mentah-mentah oleh Wiweko.

Menurutnya, pernyataan yang dibacakan Wiweko sebetulnya hasil laporan dari bawah.

Ia menegaskan kapasitas Komandan Kodim pada saat menyampaikan keterangan itu seharusnya bukan sebagai atasan dari pihak yang melakukan tindak pidana, melainkan menjadi bagian dari proses penegakan hukum.

"Sehingga keterangan apapun yang diambil atau didengar dari terduga tersangka ini juga enggak boleh diambil mentah-mentah, sehingga enggak nyambung antara apa yang disampaikan sebagai kronologi bahwa akan menghentikan, kemudian membubarkan, yang itu semua juga sama sekali bukan kewenangan seorang anggota TNI, sama sekali bukan," jelas Andika. (tribun network/git/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas