Repons Dorongan Mundur dari Menko karena Jadi Cawapres, Mahfud MD: Kami Ikut Aturan dan Moralitas
Menko Polhukam RI Mahfud MD menjawab pertanyaan awak media terkait munculnya dorongan peserta pemilu 2024 mundur dari jabatan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Polhukam RI Mahfud MD menjawab pertanyaan awak media terkait munculnya dorongan peserta Pemilu 2024 mundur dari jabatan.
Mahfud MD yang juga Calon Wakil Presiden nomor urut 3 tersebut mengatakan mengikuti aturan dan moralitas.
Hal tersebut disampaikannya usai bersilaturahmi dengan Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo di Wisma Uskup Agung Jakarta kompleks Gereja Katedral Jakarta pada Kamis (4/1/2024).
"Ya, saya ikut aturan saja. Nggak apa-apa. Kan banyak orang yang mendorong kita mundur, banyak yang mendorong harus di situ, dan seterusnya. Itu kita ikut ajaran dan moralitas kita saja yang menuntun menggunakan jabatan itu untuk apa," kata Mahfud.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan aturan baru mengenai status serta cuti dalam kampanye bagi sejumlah pejabat.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018.
Aturan itu adalah tentang Tata Cara Pengunduran Diri Dalam Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, Permintaan Izin Dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, Serta Cuti Dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum.
Dalam aturan baru tersebut, ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 18 diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1a).
Dengan demikian, pejabat yang maju sebagai Capres atau Cawapres tidak perlu mundur dari jabatannya.
"Pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, pimpinan dan anggota Majelis Permusyawaratan Ralgrat, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, menteri dan pejabat setingkat menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota," bunyi pasal 18 ayat 1 dikutip Tribunnews pada Jumat (24/11/2023).
"Menteri dan pejabat setingkat menteri yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dan izin Cuti dari Presiden," sebagaimana bunyi pasal 18 ayat 1a.
Sementara itu bagi Aparatur sipil negara, TNI, Polisi, karyawan atau pejabat BUMN dan BUMD harus mengundurkan diri apabila dicalonkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden.
Mereka yang mengundurkan diri tak dapat aktif kembali apabila pelaksanaan Pemilu selesai.
Sementara itu pada pasal 28A, Menteri dan pejabat setingkat Menteri yang dicalonkan sebagai Capres atau Cawapres mengajukan permintaan persetujuan kepada Presiden.
Presiden paling lambat memberikan persetujuan 15 hari sejak pengajuan dilakukan.
Surat persetujuan Presiden tersebut diberikan kepada KPU sebagai syarat pencalonan.
Baca juga: Kemenko Polhukam Buka Pengaduan Terkait Pemilu, Mahfud MD: Justru Agar Tak Ada Konflik Kepentingan
"Dalam hal Presiden belum memberikan persetujuan dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) persetujuan dianggap tidak diberikan," sebagaimana bunyi pasal 28 ayat 3.
Aturan tersebut diteken Jokowi pada 21 November 2023 dan diundangkan pada hari yang sama dan mulai berlaku sejak diundangkan.