Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terkait Pemilu 2024, Guru Besar FH UI Soroti Hukum Digunakan untuk Kepentingan Kekuasaan

Sulis menjelaskan, secara filosofis, hukum digunakan untuk menjaga masyarakat dari keserakahan, kejahatan, dan mendistribusi keadilan.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Terkait Pemilu 2024, Guru Besar FH UI Soroti Hukum Digunakan untuk Kepentingan Kekuasaan
Tribunnews.com/Ibriza
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Sulistyowati Irianto, dalam konferensi pers peluncuran situs pelaporan kecurangan pemilu 'jagapemilu.com', di Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat (5/1/2024). 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Sulistyowati Irianto menilai, saat ini hukum digunakan untuk kepentingan kekuasaan.

Hal itu diduga terkait upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) selaku petahana mempertahankan kekuasaannya, dengan memajukan sang putra, Gibran Rakabuming Raka, di Pilpres 2024.

Sulis menjelaskan, secara filosofis, hukum digunakan untuk menjaga masyarakat dari keserakahan, kejahatan, dan mendistribusi keadilan.

Namun demikian, saat ini menurutnya, hukum malah digunakan untuk mendefinisi kekuasaan.

"(Hukum) itu kemudian digunakan untuj mendefinsi kekuasaan, kepentingan kekuasaan," kata Sulis, dalam konferensi pers peluncuran situs pelaporan kecurangan pemilu 'jagapemilu.com', di Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat (5/1/2024).

Karena hal itu, ia lantas menilai, saat ini prinsip negara hukum yang diterapkan di Indonesia terganggu. Sebab, pilar-pilar yang membangunnya dinilai sudah runtuh.

Berita Rekomendasi

"Kalau begitu artinya kita sudah tidak lagi menjadi negara hukum, kita menjadi negara kekuasaan. Karena pilar-pilar di dalam negara hukum itu sudah dicoba untuk diruntuhkan dan nampaknya berhasil," ungkap Sulis.

Adapun ia menjelaskan, pilar pertama, yakni soal prosedural formal pembentukan hukum, yang menurunya di pemerintahan Joko Widodo kerap dilampaui.

"Kalau bikin hukum itu enggak bisa sembarangan, mesti ada proses-proses demokrasi dan lain-lain, ya dalam langkah-langkah yang ada teori-teorinya. Itu dilampaui semua," ucap Sulis.

Kemudian pilar kedua, yaitu dalam hal substansi harus dipastikan bahwa hak-hak dasar warga negara, bahkan hak asasi manusianya harus dijamin di dalam Undang-Undang (UU).

"Dalam hal ini kita kehilangan hak kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat," katanya.

"Pilar ketiga, ada mekanisme kontrol dimana ada independensi pengadilan untuk memastikan mana yang boleh dan tidak boleh, mana yang pantas dan tidak pantas. Itu semuanya sudah tidak ada."

Oleh karena itu, Sulis kemudian mendorong masyarakat agar turut memantau jalannya Pemilu 2024.

"Karena kita bisa mengharapkan lagi negara yang harusnya memastikan itu semua, tapi kita tidak mendapatkan (kepastian hukum dan pemilu tanpa kecurangan). Maka kita harus sendiri mengupayakannya," kata Sulis.

"Sejarah mengatakan, Indonesia selalu berhasil melampaui masa-masa sulit, masa-masa gelap oleh karena perjuangan masyarakat sipil. Jadi kita harus memulai dari hari ini."

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas