Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bedah Visi Misi Capres 2024 Isu Pertahanan: Siapa Lebih Unggul? Anies, Prabowo atau Ganjar?

Yulis mengaku mengapresiasi visi misi Anies Baswedan yang turut memperhatikan perubahan iklim ketika bicara soal pertahanan negara.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Bedah Visi Misi Capres 2024 Isu Pertahanan: Siapa Lebih Unggul? Anies, Prabowo atau Ganjar?
Tangkap layar kanal YouTube KPU RI
Momen Anies, Prabowo dan Ganjar usai Debat Pilpres 2023 di Kantor KPU, Selasa, 12 Desember 2023. Debat ketiga calon presiden (capres) antara Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo akan kembali di gelar dan berlangsung di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (7/1/2024) besok. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Debat ketiga calon presiden (capres) antara Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo akan kembali di gelar dan berlangsung di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (7/1/2024) besok.

Dalam debat nanti, terdapat enam sub tema yang akan disampaikan oleh ketiga capres tersebut. Yakni, Pertahanan dan Keamanan, Hubungan Internasional dan globalisasi, serta geopolitik dan politik Luar Negeri.

Lalu, bagaimana pandangan Analisi Geopolitik soal Visi Misi Capres 2024 yang akan disampaikan dalam debat 7 Januari mendatang?

Analis Geopolitik dan Pertahanan dan Keamanan (Hankam), Dr Yulis Sulilawaty membedah soal visi misi calon presiden (Capres) nomor urut 1, Anies Baswedan.

Baca juga: Gibran Buat Cak Imin Mati Kutu, KPU Minta Capres Beri Penjelasan Jika Ada Istilah Asing saat Debat

Yulis menyebut, Anies Baswedan menyampaikan soal bagaimana memperkuat sistem pertahanan, tentang bicara kepemimpinan Indonesia di kancah global dan bicara bagaimana inisiator perdamaian negara tertindas.

Tak hanya itu, Anies juga bicara soal perlindungan WNI di luar negeri, tentang penanganan perubahan iklim dan keikutsertaan perempuan dikancah global.

Menurut Yulis, visi misi yang disusun oleh Anies Baswedan itu telah terpampang di dalam tujuan negara.

Berita Rekomendasi

Dia juga menyinggung soal visi misi Anies yang turut melibatkan perempuan, namun tak dijabarkan secara jelas.

Hal itu disampaikan Yulis saat diskusi bertajuk 'Meramal Geopolitik Dunia dan Hankam dari Visi Misi Capres 2024' secara virtual, Jumat (5/1/2024).

Direktur Indonesian Publik Institute (IPI) Karyono Wibowo bertindak sebagai moderator dalam acara tersebut.

"Yang harus dipahami adalah, ini sudah ada di dalam tujuan nasional kita, lalu, kenapa diturunkan demikian? Trus, maksud keikutsertaan perempuan juga harus jelas. Apakah selama ini perempuan Indonesia tidak ikut serta," kata Yulis.

Meski begitu, dia mengaku mengapresiasi visi misi Anies Baswedan yang turut memperhatikan perubahan iklim ketika bicara soal pertahanan negara.

Baca juga: TKN Sempat Tolak Debat Ketiga Ditayangkan MNC Group, KPU Tambah Garuda TV

"Tapi yang cukup menarik itu tentang mereka bicara perubahan iklim. Memang itu sangat menjadi ancaman, hanya sangat disayangkan mereka tidak bicara tentang moderenisasi alusista, atau tidak bicara bagaimana sih alusista pertahana itu untuk membentuk postur pertahana Indonesia yang maju," terang Yulis.

Yulis juga memaparkan soal visi misi capres nomor urut 2, Prabowo Subianto yang berisi, menanggulangi aksi terorisme, dukungan Palestina.

Terus tentang moderenisasi alutsista negara, dan kapabilitas dan badan pertahanan siber.

Lalu, dia turut menjabarkan visi misi Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo yang juga bicara tentang politik bebas aktif, perkuat diplomasi dan perlindungan pekerja migran, modernisasi alutsista hingga membentuk Angkatan Siber.

Yulis pun memberikan catatan penting terkait Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo yang dinilai sama-sama paham soal postur moderenisasi alutsista pertahanan Tanah Air.

"Dari ketiga paslon ini, kalau kita melihat sama-sama, jadi bagaimana ada perbedaan, ada juga yang sangat mendasar, misalnya di paslon 2 dan 3, mereka tahu paham betul kebutuhan sistem pertahanan negara kita. Karena mereka berbicara secara jelas tentang persoalan moderenisasi alutsista," paparnya.

Yulis juga menyinggung soal visi misi Prabowo Subianto terkait peningkatan anggaran alutsista.

Padahal, diketahui bersama Kementerian Pertahanan (Kemhan) di bawah kepemimpinan Prabowo mendapat alokasi besar dari APBN.

Baca juga: Jelang Debat Capres Cak Imin Rajin Kritik Prabowo, Soroti Alutsista hingga Persoalkan Panelis

Dia menegaskan, bahwa pihaknya tak mempermasalahkan jika peningkatan anggaran untuk kemajuan pertahan RI.

Hanya saja, yang harus menjadi perhatian dan atensi bersama adalah bagaimana anggaran itu digunakan secara efektif dan efesien.

"Jangan-jangan hanya persoalan penyerapan anggaran saja, jadi menaikan anggaran itu hanya untuk mengejar penyerapan pada anggaran, angka-angka saja, jadi tidak efektif dan tepat sasaran, sehingga keinginan untuk moderenisasi alusista itu tidak sama dengan apa yang dikeluarkan dalam peningkatan hasil," paparnya.

"Karena, itu membutuhkan kajian yang cukup koperhensif, jadi tidak serta merta peningkatan anggaran, tapi tidak ada kajian yang matang. Kita peningkatan anggaran sesuai kebutuhan, apakah sudah ada kebutuhan-kebutuhan itu, adakah kajian-kajian itu sehingga kenapa harus visi misi dicantumkan".

"Memang anggaran pertahan kita jauh sekali masih kecil dibandingkan negara-negara yang sudah maju. Tapi apakah itu yang dibutuhkan hari ini? Apakah sudah melalui kajian," jelas Yulis.

Lalu, lanjut Yulis, Prabowo dan Ganjar sama-sama bicara soal kebutuhan pertahanan Siber. Apalagi di negara-negara maju sudah angkatan siber.

"Kita masih melakukan kajian-kajian," imbuhnya.

Namun kekurangan dari Prabowo dan Ganjar, ketika mereka tidak berbicara tentang perubahan iklim.

Hal ini berbeda dengan Anies yang menaruh perhatian soal itu.

"Sangat disayangkan sekali, ketika paslon 2 dan 3 tidak bebicara itu. Terutama paslon 3, karena bicara tentang ‘pangan’, harusnya mereka bicara perubahan iklim, karena sangat linier ya. Bagaimana perubahan iklim akan mempengaruhi sistem pertanian yang akan terkait pangan. Pasca Elnino kan sangat penting, karena sangat berdampak sangat signifikan ke sisten pertanian otomatis ke persoalan keamanan pangan," katanya.

"Jadi masing-masing paslon memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, namun kalau bicara pertahana dan keamanan, itu kekuatan ada di paslon 2 dan 3".

"Di paslon 3, dia memiliki kekuatan diplomasi dan mereka paham betul ketika menyusun ini, bagaimana melihat ini dari geopolitik dan sejarah negara berdiri. Kepentingan dan tujuan nasionalnya apa," pungkas Yulis.

Dalam diskusi itu, Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi turut mengkritisi soal pembelian alutsista sebagai pertahanan negara.

Menurutnya pembelian alutsista jangan hanya sekadar untuk pertahanan negara, tapi juga korelasinya dengan UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Salah satunya yakni perlunya setiap persenjataan yang dibeli bisa dilakukan transfer teknologi atau unsur teknologi tinggi yang bisa diserap oleh dalam negeri.

"Alutsista juga punya efek terkait industri pertahanan. Pasca UU Industri Pertahanan dibuat tahun 2012, maka harusnya setiap senjata itu terkait dengan transfer teknologi, atau unsur hi-tech yang bisa kita serap," kata Muradi.

Namun menurutnya, penerapan UU Industri Pertahanan saat ini masih belum serius dan hanya sebatas wacana.

Apalagi, kata Muradi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang membidangi industri strategis rerata juga masih merugi.

"Karena industri pertahanan itu nggak bisa semata-mata bicara transfer teknologi, tapi bicara yang lain. Misalnya kalau di klausul kesepakatan bersama, RnB dari pengembangan teknologi diambil 5 persen dari keuntungan. Pertanyaan berikutnya BUMN industri pertahanan untung nggak?" tanya dia.

Lebih lanjut, jika Indonesia membeli pesawat bekas dari luar negeri, maka semestinya tidak hanya sekedar refurbis atau rekondisi. Melainkan juga mempertimbangkan kemampuan bertarungnya.

Salah satu contohnya, pesawat tempur Rafale yang dibeli Indonesia merupakan generasi ke-4 awal.

Menurutnya jika hanya sekadar melengkapi alutsista tanpa mempertimbangkan transfer teknologi industri alutsista dalam negeri, maka semestinya persenjataan negara yang dibeli harus jauh lebih modern, misalnya pesawat tempur F-35 yang merupakan generasi ke-5.

"Mbok ya jangan beli Rafale lah, itu generasi ke-4 awal. Kalau hanya sekadar dipakai, harusnya jauh lebih modern," ungkap Muradi.

Muradi juga merasa perlu kandidat capres 2024 mengutarakan definisi ulang atas makna dari politik bebas aktif yang dipegang oleh Indonesia dalam urusan politik luar negeri.

"Berkaitan politik bebas aktif, saya masih bingung sebenarnya kita bebas aktif seperti apa," kata Muradi.

Menurutnya perlu ada penjelasan atau penegasan kembali terkait politik bebas aktif yang dianut Indonesia.

Misalnya apakah sikap netral terkait peristiwa politik di luar negeri masuk dalam kategori bebas aktif, atau apakah ikut skema perdamaian masuk bagian politik bebas aktif.

"Apa batasannya, apakah netral adalah bebas aktif, apakah ikut dalam skema perdamaian sebagai bagian dari bebas juga aktif atau seperti apa, kita merapat ke Iran itu bebas aktif atau tidak," kata dia.

"Karena perlu ada redefinisi atau pernyataan ulang, substansi dari politik bebas aktif. Jangan sampai kita karena abai dengan konflik di Timur Tengah, itu dianggap bebas aktif," jelas Muradi.

Sebagai informasi, KPU sudah melakukan persiapan di Istora Senayan untuk kesiapan debat mendatang pada 7 Januari 2024.

KPU RI juga telah menetapkan 11 nama panelis dalam debat bagi ketiga peserta Pilpres 2024.

Adapun berikut deretan 11 nama panelis debat ketiga yang sudah ditunjuk secara resmi oleh KPU RI:

Prof. Angel Damayanti, Ph.D (Guru Besar Bidang Keamanan Internasional Fisipol Universitas Kristen Indonesia), Curie Maharani Savitri, Ph.D (Dosen Hubungan Internasional, ahli kajian industri pertahanan dan alih teknologi Universitas Binus), Prof. Evi Fitriani, Ph.D, (Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia) dan Prof. Hikmahanto Juwana, SH., LL.M., Ph.D (Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia dan Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani).

Lalu, I Made Andi Arsana, S.T., M.E., Ph.D (Ahil Aspek Geospasial Hukum Laut Universitas Gadjah Mada), Dr. lan Montratama (Dosen Program Studi Hubungan Internasional Ahli Keamanan dan Pertahanan Universitas Pertamina) dan Irine Hiraswari Gayatri, Ph.D (Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional).

Kemudian, Dr. Kusnanto Anggoro (Pakar Keamanan Universitas Pertahanan), Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio (KSAL 2012-2014 dan Ketua Dewan Guru Besar Universitas Pertahanan), Philips J. Vermonte, Ph.D (Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Islam Internasional Indonesia dan Senior Fellow CSIS) hingga Prof. Dr. R. Widya Setiabudi Sumadinata, S.I.P. S.SI., M.T, M.SI. (Han) (Guru Besar Bidang Keamanan Global Universitas Padjadjaran). (Tribun Network/Yuda)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas