CEK FAKTA Bung Karno Pakai Pesawat Bekas saat Perang Irian Barat, Kisah Heroik Versi TNI
Pesawat bekas di era Pemerintahan Presiden ke-1 RI, Soekarno disebut-sebut Prabowo dalam debat ketiga Pilpres 2024
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Pesawat bekas di era Pemerintahan Presiden ke-1 RI, Soekarno disebut-sebut dalam debat ketiga Pilpres 2024 yang diadakan KPU di Istora Senayan, Minggu (7/1/2024).
Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto adalah pihak yang mengatakannya saat mengkritisi calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo terkait data yang salah soal pembelian kapal bekas.
"Data-data yang Bapak ungkapkan terkait masalah kapal bekas, saya ingatkan waktu Bung Karno menghadapi Irian Barat (sekarang Papua) seluruh peralatannya bekas, seluruh pesawat terbang, kapal selam, cruiser (kapal perang multi peran), destroyer (kapal persenjataan lengkap seperti fregat) semuanya bekas, dan kita sampai sekarang pun masih banyak menggunakan yang bekas. Jadi data Bapak, mungkin niatnya baik tapi keliru," kata Prabowo.
Lantas apakah benar Bung Karno (Soekarno) menggunakan pesawat bekas untuk memerangi konflik di Irian Barat?
Cek fakta, berdasarkan penelusuran Tribunnews dari artikel dalam laman TNI, penggunaan alutsista untuk konflik Irian Barat telah tertulis.
Artikel tersebut berjudul Kisah Heroik Merebut Irian Barat (1), diterbiktkan pada Rabu, 3 Mei 2006.
Dalam artikel, memang disebutkan pesawat bekas peninggalan Belanda dan Jepang yang berjumlah sekitar 300.
"Indonesia merupakan satu-satunya negara yang memiliki angkatan udara terkuat di belahan bumi selatan, khususnya di Asia Tenggara.
Selain pesawat-pesawat bekas berbagai jenis peninggalan Belanda dan Jepang yang jumlahnya tidak kurang dari 300 pesawat, kekuatan AURI juga terus bertambah dengan adanya kontrak pembelian persenjataan militer senilai USD 2,5 miliar dari Rusia dan Polandia dengan persyaratan pembayaran jangka panjang yang tidak terlalu memberatkan Indonesia."
Namun tak semuanya yang digunakan adalah pesawat bekas.
Pada paragraf keempat artikel Puspen TNI dikatakan, skuadron baru mulai bermunculan setelah tiba ratusan pesawat udara baru dari Rusia dan Polandia.
Baca juga: Pemicu Grace Natalie Datangi Meja Moderator Debat Capres saat Jeda Iklan, KPU Sebut Tak Tepat
Di antaranya adalah helikopter, pesawat latih, pesawat sergap, hingga pesawat buru sergap.
Artikel tersebut juga merinci jenis-jenis pesawat udara yang digunakan untuk operasi bernama Trikora (Tri Komando Rakyat).
Mulai dari jenis pesawat pengebom dilengkapi peluru kendali, pesawat angkut ringan hingga berat jenis Antonov sampai pesawat pengebom serbu.
Adapun dijelaskan juga, kekuatan AURI (TNI AU) saat itu secara berangsur sebagian besar digeser ke wilayah Indonesia bagian timur untuk operasi dan memperkuat pangkalan sekitar, seperti di Makassar, Morotai, Ambon dan Letfuan/langgur (kepulauan Kai).
Berikut artikel lengkap Puspen TNI berjudul Kisah Heroik Merebut Irian Barat (1):
"Kisah Heroik Merebut Irian Barat (1)
Rabu, 3 Mei 2006
TRI Komando Rakyat ( Trikora ) dikumandangkan oleh Presiden Soekarno dalam sebuah �Apel Besar� di alun-alun utara kota Yogyakarta pada 19 Desember 1961 sebagai reaksi atas sikap Belanda yang secara sepihak telah mendirikan �Dewan Papua� yang bertugas mempersiapkan pembentukan Negara Papua di bawah bayang-bayang Pemerintahan Belanda. Tri Komando Rakyat yang dicanangkan kepada seluruh Rakyat Indonesia tersebut berbunyi : Satu, gagalkan berdirinya “Negara Papua�; dua, kibarkan bendera Merah Putih di seluruh wilayah Irian Barat; tiga bersiap-siap untuk mobilisasi umum.
Sebagai tindak lanjut dari Tri Komando Rakyat tersebut, para perancang strategi perang nasional serta para senior TNI saat itu membuat suatu keputusan yang sangat penting, terutama bagi sejarah perjalanan TNI Angkatan Udara dalam pengabdiannya kepada bangsa dan negara. Berdasarkan pertimbangan dimensi ruang dan waktu, mereka memutuskan bahwa operasi-operasi yang dilancarkan melalui media udara adalah cara yang paling efektif dan menguntungkan. Apalagi pertimbangan dari faktor kekuatan dan kemampuan, penggunaan kekuatan AURI saat itu adalah yang paling memungkinkan karena menjelang dilancarkannya Operasi Trikora, AURI sedang berada di puncak kejayaannya.
Indonesia merupakan satu-satunya negara yang memiliki angkatan udara terkuat di belahan bumi selatan, khususnya di Asia Tenggara. Selain pesawat-pesawat bekas berbagai jenis peninggalan Belanda dan Jepang yang jumlahnya tidak kurang dari 300 pesawat, kekuatan AURI juga terus bertambah dengan adanya kontrak pembelian persenjataan militer senilai USD 2,5 miliar dari Rusia dan Polandia dengan persyaratan pembayaran jangka panjang yang tidak terlalu memberatkan Indonesia.
Skuadron-skuadron udara baru pun mulai bermunculan seiring datangnya beratus-ratus pesawat udara baru berbagai jenis dan fungsi serta peralatan militer lainnya dari Rusia dan Polandia, antara lain 41 Helikopter MI-4 (angkutan ringan), 9 Helikopter MI-6 (angkutan berat), 30 pesawat latih Jet MIG-15 UTI, 49 pesawat baru sergap MIG-17, 10 pesawat buru sergap MIG-19 dan 2 pesawat buru sergap supersonic MIG-21.
Dari jenis pesawat pengebom, terdapat sejumlah 22 pesawat pembom ringan IL-28, 14 pesawat pembom jarak jauh TU-16B, dan 12 pesawat TL-16 KS yang dilengkapi dengan persenjataan peluru kendali (rudal) Air to Surface jenis AS-1 Kennel. Sementara dari jenis pesawat angkut terdapat 26 pesawat angkut ringan jenis IL-14 dan AQvia-14, 6 pesawat angkut berat jenis AN12B Antonov buatan Rusia dan 10 pesawat angkut berat jenis C-130B Hercules buatan Amerika serikat. Di samping itu, pesawat-pesawat bekas peninggalan Belanda yang dalam keadaan siap operasi terdapat 8 pesawat pengebom serbu jenis B-25/B-26, 12 pesawat pemburu jenis P-51 Mustang dan 24 pesawat angkut ringan C-47 Dakota. Beberapa unit radar Nysa BC/P-30 buatan Polandia telah terpasang di berbagai lokasi di kepulauan Maluku dalam rangka persiapan perjuangan pembebasan Irian Barat. Kekuatan AURI sedahsyat itu secara berangsur-angsur sebagian besar telah digeser ke wilayah Indonesia bagian timur dalam rangka “prepositioning� dan “prestocking� kekuatan ke pangkalan-pangkalan depan, antara lain Makassar, Morotai Ambon, dan Letfuan/Langgur (Kepulauan Kai).
Operasi Infiltrasi Udara
Tahap awal pembabakan Operasi Trikora adalah operasi infiltrasi udara dengan menerjunkan pasukan dan sukarelawan pemberani berjiwa Sapta Marga melalui udara, langsung ke jantung daratan Irian Barat. Penerjunan dengan menggunakan pesawat-pesawat angkut AURI dilakukan tanpa mendapat perlindungan dari pesawat-pesawat tempur kita, tetapi hanya dengan mengandalkan faktor pendadakan. Oleh sebab itu, operasi dilaksanakan pada malam hari.
Tugas-tugas penerjunan pada awalnya dilaksanakan dengan menggunakan pesawat-pesawat angkut ringan C-47 Dakota dengan kapasitas 18 penerjun, namun karena keterbatasan kemampuannya, terutama faktor kecepatan dan ketinggian terbang, kadang-kadang sempat dicegat oleh pesawat-pesawat pemburu jenis Neptune milik Belanda dalam penerbangan kembali dari misi penerjunan. Pimpinan AURI ketika itu masih menahan diri tidak menggunakan pesawat-pesawat C-130B Hercules dalam melaksanakan misi penerjunan infiltran ke daerah Irian Barat. Persetujuan Kongres Amerika Serikat memberikan lampu hijau kepada Indonesia untuk membeli 10C-130B Hercules tidak lepas dari kemampuan diplomasi pihak pemerintah Indonesia saat itu. Pihak Indonesia berkilah bahwa penggunaan pesawat Hercules di Indonesia hanya difokuskan bagi kepentingan kemanusiaan, melalui pembangunan daerah, seperti pembangunan infrastruktur, membuka isolasi daerah terpencil sekaligus meningkatkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Apabila rakyat sejahtera dan makmur, maka faham komunis akan sulit berkembang di Indonesia.
Pada masa itu, segala bentuk dukungan untuk membendung meluasnya pengaruh komunis di muka bumi ini bagi Amerika Serikat merupakan prioritas utama. Maka Indonesia diizinkan membeli pesawat Hercules dengan sebuah klausul yang dicantumkan dalam kontrak pembelian yang menyatakan bahwa pesawat-pesawat Hercules AURI tidak akan digunakan untuk operasi-operasi militer. Akan tetapi, dengan meningkatnya intensitas operasi infiltasi udara ke wilayah Irian Barat, kelihatannya tidak ada pilihan lain bagi pimpinan AURI untuk segera menggunakan pesawat Hercules. Apalagi setelah tertembaknya sebuah pesawat C-47 Dakota AURI (T-4740) yang dipiloti Kapten Udara Djalaludin Tantu dan Co-Pilot Letnan Udara II Sukandar oleh pesawat Neptune Belanda pada saat kembali dari misi penerjunan di sekitar Kaimana. Pesawat T-4740 akhirnya mengadakan pendaratan darurat di air (ditching) di kawasan laut sebelah timur kepulauan Watubela. Seluruh awak pesawat meskipun selamat, tetapi ditawan oleh pihak Belanda.
Para pemikir-pemikir AURI saat itu lalu mendesak Menteri Panglima AURI (Menpangau) untuk segera menggunakan pesawat-pesawat Hercules menggantikan tugas-tugas pesawat C-47 Dakota dengan alasan, daya angkut lebih besar, mobilitas tinggi, serta kemampuan terbang tinggi sehingga tidak terkejar oleh pesawat-pesawat buru sergap lawan.
Operasi infiltrasi udara mencapai puncaknya pada tanggal 13 Agustus 1962 ketika 6 C-130B Hercules yang dibagi dalam 3 flight digerakkan sekaligus dengan sasaran daerah penerjunan yang berbeda. Misi ini berhasil memperlemah kekuatan lawan.
Merah Putih Berkibar di Irian Barat
Salah satu kisah heroik dan bersejarah adalah peristiwa pengibaran Sang Saka Merah Putih untuk pertama kali dipancangkan di bumi Cenderawasih, Irian Barat, yang dilakukan oleh anggota PGT AURI. Pada tanggal 19 Mei 1962, sebanyak 81 anggota PGT bertolak dari Pangkalan Udara Pattimura, Ambon, dengan pesawat Hercules menuju sasaran daerah penerjunan sekitar Kota Teminabuan.
Dalam persiapan pemberangkatan, komandan pasukan menyampaikan briefing bahwa mereka akan diterjunkan di sebuah “perkebunan teh�. Komandan pasukan juga menyampaikan beberapa hal, yaitu sandi-sandi panggilan, kode pengenal teman, dan lokasi titik kumpul, kemudian mengadakan pemeriksaan akhir kelengkapan dan perlengkapan seluruh anggotanya sebelum masuk ke perut Hercules. Ketika itu jam menunjukkan pukul 03.30 subuh waktu setempat dan 15 menit kemudian, pesawat Hercules yang dikemudikan Mayor Udara T.Z. Abidin sudah mengudara ditelan kegelapan, menanjak menuju suatu ketinggian.
Dalam waktu tidak lebih 1 menit, seluruh proses penerjunan 81 anggota PGT telah selesai dan pesawat Hercules cepat-cepat meninggalkan daerah Teminabuan. Berpacu dengan akan datangnya suasana terang menjelang pagi, keempat mesin Allison T56A-15 C-130B Hercules meraung-raung, menanjak untuk mencapai suatu ketinggian yang tidak mampu dicapai oleh pesawat-pesawat Neptune milik Belanda. (bersambung)"
(Tribunnews.com/Chrysnha)