Soroti Adu Data Dalam Debat Pilpres 2024, Analis Lab 45: Menarik Jika Prabowo Bisa Sajikan Data Lain
Analis Utama Politik Keamanan LAB 45 Reine Prihandoko menyoroti perihal adu data dalam debat ketiga Pilpres 2024.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Analis Utama Politik Keamanan LAB 45 Reine Prihandoko menyoroti perihal adu data dalam debat ketiga Pilpres 2024 yang diikuti oleh ketiga calon presiden (capres) pada Minggu (7/1/2023) semalam.
Reine pun menyampaikan pandangannya terkait capres nomor urut 1 Anies Baswedan, nomor urut 2 Prabowo Subianto, dan nomor urut 3 Ganjar Pranowo.
"Saya kira Pak Ganjar sudah cukup menyentuh terkait kebutuhan perencanaan yang ajek dan konsisten, lalu Pak Prabowo juga sudah menyinggung terkait persetujuannya di DPR," kata Reine ketika dihubungi Tribunnews.com pada Senin (8/1/2024).
"Kalau melihat data yang disajikan Pak Ganjar dan Pak Anies saya setuju. Menarik jika Pak Prabowo bisa menyajikan data yang berkata lain," sambung dia.
Menurut Reine, hal tersebut karena data Kementerian Pertahanan sulit diakses.
Bahkan, kata dia, data yang bersifat umum dan bukan rahasia negara.
"Sesederhana angka realisasi anggaran pertahanan dan proporsi penggunaannya untuk tiga matra dan Kemhan dalam konteks belanja modal pegawai dan sebagainya saja sulit untuk didapatkan," kata dia.
Terlebih, kata dia, data yang lebih detil mengenai teknis kuantitas dan kualitas alutsista yang dimiliki.
Ia pun mengaku heran karena data-data tersebut justru lebih lengkap diakses dari sumber eksternal luar negeri seperti yang dikutip oleh Ganjar dalam debat yakni IISS Military Balance +.
Transparansi data, kata dia, salah satu poin yang membuat kinerja Kemhan sulit untuk dinilai baik.
Hal tersebut, kata dia, karena data yang tersedia menunjukkan kinerja buruk seperti terkait kepemilikan alutsista yang diangkat Ganjar hingga kenaikan gaji yang dikatakan oleh Anies.
"Nyatanya kenaikan tunkin (tunjangan kinerja) memang hanya 80 persen padahal semestinya bisa hingga 100%. Belum lagi soal kenaikan gaji 2014 hanya 6% dan 5% di 2019. Saya jadi penasaran apakah benar akan dinaikkan lagi 7% di saat sebenarnya kenaikan bisa didorong hingga 10%," kata dia.
Selain itu, ia juga mengungkapkan sulitnya untuk mencari data capaian MEF.
Kalau pun ada, kata dia, maka angkat yang ditemukan akan berbeda dari sumber yang berbeda.
"Setidaknya untuk persentase keseluruhan itu bisa disebutkan secara resmi oleh Kemhan," kata dia.
"Belum lagi soal kesiapan alutsistanya, secara jumlah mungkin memenuhi kebutuhan MEF, tetapi di lapangan banyak yang tidak layak pakai. Sering kali alutsistanya 'kanibal' karena mempreteli komponen dari alutsista lainnya," sambung dia.
Secara keseluruhan, menurutnya debat tersebut sudah cukup menyentuh beberapa isu penting terutama kalau untuk selevel debat capres.
Berbeda halnya, kata dia, misalnya pada level untuk persiapan fit and proper Panglima atau Kapolri atau selevel Menlu.
Baca juga: Debat Capres, Kawendra TKN Sebut Prabowo Tak Terpancing Kandidat Lain Bongkar Rahasia Negara
Menurutnya hal yang seharusnya bisa diexplore lagi terkait apakah strategi pertahanan kita lebih baik didasari pertimbangan ancaman (threat-based), kalkulasi anggaran (budget-driven) atau yang lain.
Kemudian, lanjut dia, seberapa penting rencana tersebut bisa dikemas dalam Buku Putih pertahanan yang sudah lama tidak dikeluarkan lagi di mana yang terakhir dikeluarkan pada 2015.
"Ini penting karena Presiden memang seharusnya bekerja di level kebijakan strategis dan doktrinnya, tidak terlalu teknis," kata Reine.