Menunggu Taji KPK, Bareskrim dan PPATK Usut Transaksi Mencurigakan Caleg dan Politisi
Temuan PPATK soal transaksi mencurigakan caleg dan poltisi masih sebatas laporan. Taji penegak hukum seperti KPK dan Bareskrim masih ditunggu.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Awal tahun 2024 digegerkan dengan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait transaksi mencurigakan dari caleg dan politisi menjelang Pemilu 2024 senilai triliunan rupiah.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan, adanya temuan berupa transaksi mencurigakan senilai Rp 51,4 triliun dari 100 caleg yang telah masuk Daftar Calon Tetap (DCT).
“Misalnya orang yang sudah terindikasi korupsi, melakukan transaksi, orang yang diketahui profilnya berbeda, biasanya dia transaksi cuma ratusan ribu, tiba-tiba ratusan juta, atau sebaliknya, itu dilaporkan kepada PPATK,” kata Ivan pada Rabu (10/1/2024).
“Laporan transaksi keuangan mencurigakan terhadap 100 DCT. Ini kita ambil 100 (DCT) terbesarnya ya terhadap 100 DCT itu nilainya Rp 51.475.886.106.483,” sambungnya.
Selain itu, kata Ivan, para caleg tersebut juga melakukan setoran dana di atas Rp 500 juta ke atas.
Adapun total transaksi dari 100 caleg teresebut mencapai Rp 21,7 triliun.
Ivan juga menyebut pihaknya turut menemukan penarikan uang dengan total Rp 34 triliun dari para caleg tersebut.
Tak hanya para caleg, elite partai yang menjabat sebagai bendahara turut terendus menerima dana senilai ratusan miliar rupiah dari luar negeri.
“Ini bendahara bukan umum kali ya, ada bendahara di wilayah segala macam, dari 21 partai politik kita temukan,” katanya.
Ivan mengungkapkan lebih daru 8.270 transaksi dari 21 partai politik pada tahun 2022.
Sedangkan pada tahun 2023, ada penerimaan dana yang meningkat ke partai politik hingga 9.164 transaksi.
Baca juga: Kapolri Listyo Sigit Tanggapi Curhatan Masnawati yang Diselingkuhi Enjang Hasan: Akan Kami Cek
“Mereka juga termasuk yang kita ketahui menerima dana luar negeri. Di 2022, penerimaan dananya hanya Rp 83 miliar, di 2023 meningkat menjadi Rp 195 miliar,” katanya.
Kata KPK dan Bareskrim
Menanggapi temuan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun buka suara, dan mengatakan bakal melakukan koordinasi dengan PPATK.
“Nanti kami koordinasikan dengan PPATK,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, Kamis (11/1/2024).
Alex mengatakan, PPATK belum menyampaikan keseluruhan temuan kepada KPK.
Namun, dia tidak mengungkapkan transaksi mana yang sudah disampaikan dan belum disampaikan.
Senada dengan KPK, Bareskrim Polri juga belum menerima laporan terkait transaksi mencurigakan dari PPATK.
Baca juga: PPATK Temukan Pendanaan Politik untuk Pemilu, Pegiat Antikorupsi: Demokrasi Disandera Para Cukong
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan mengungkapkan baru akan berkoordinasi dengan PPATK terkait dokumen yang dimaksud.
“Nanti saya koordinasi dengan PPATK. Tapi sampai sekarang saya belum dapat,” katanya pada Kamis (11/1/2024).
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri sekaligus Kasatgas Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pemilu, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro menyebut menerima Laporan Hasil Analisis (LHA) terkait temuan dari PPATK.
Bagaimana Kata KPU?
Komisioner KPU, Idham Holik mengungkapkan, terkait adanya transaksi dari luar negeri terhadap penerimaan dana ke 21 bendara partai politik, bukanlah wewenangan pihaknya.
Idham mengatakan KPU hanya berwenang untuk menangani Laporan Awal Dana Kampanye (LADK).
Dia mengungkapkan KPU hanya merekomendasikan pembukaan rekening khusus dana kampanye dan lalu menyampaikannya ke akuntan publik untuk diperiksa laporannya.
“Kami tidak memiliki kapasitas untuk membandingkan data rekening di luar LADK. Kami hanya mengevaluasi penggunaan LADK dalam pembiayaan kampanye, ini (LADK) sesuai atau tidak.”
“Kalau ada rekening-rekening lainnya itu digunakan untuk transaksi keuangan tentunya itu di luar kewenangan KPU,” katanya di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (11/1/2024).
Baca juga: PPATK: 36 Laporan Transaksi Mencurigakan Peserta Pemilu Sudah di Tangan Penegak Hukum
Idham mengatakan, penerimaan uang dari luar negeri tersebut harusnya disampaikan PPATK dan bukannya KPU.
Hal tersebut lantaran lembaga itulah yang menyampaikan informasi ke publik.
“Kami akan dorong prinsip terbuka betul-betul diimplementasikan oleh peserta pemilu. Kalau prinsip terbuka tersebut dapat diimplementasikan, saya pikir, potensi ketidakakuratan dalam dana kampanye itu bisa diminimalisir dan itu memang tantangan kita bersama,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Abdi Ryandha Sakti/Chaerul Umam/Ibriza)
Artikel lain terkait Pilpres 2024