Ancam Hak Suara Pekerja Migran, Kepala BP2MI Protes Keras KPU soal 1,7 Juta DPT Luar Negeri
Ia mengklaim, jumlah 1,7 DPT yang ditetapkan KPU telah menghilangkan 1.100.000 PMI untuk mendapatkan hak pilihnya.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Luar Negeri (LN) untuk Pemilu 2024 sebanyak 1.750.474 pemilih.
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyampaikan kritik terkait hal tersebut.
Ia menilai, jumlah DPT yang ditetapkan oleh KPU tersebut mengancam pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri kehilangan hak suaranya.
"Ya memang sejak awal sudah bermasalah sih ya (penetapan jumlah DPT), saya melakukan kritik keras, misalnya angka 1.700.000 (DPT luar negeri) yang ditetapkan oleh KPU. DPT ini angka dari mana?" kata Benny, kepada wartawan di Jakarta, pada Senin (15/1/2024).
"Sementara misalnya kita menghadapi pilpres, pemilu legislatif, gelombang penempatan (PMI) kan berjalan. Nah, bagaimana status mereka yang menjelang pelaksanaan pemilu mereka berangkat ke luar negeri? Otomatis mereka terancam kehilangan hak suara mereka karena pendistribusian kertas suara sudah dilakukan," sambungnya.
Menurutnya, sistem yang diterapkan saat ini belum komperehensif untuk memberikan perlindungan atas hak politik warga negara, khususnya yang mejadi PMI.
Sebab, Benny menjelaskan, BP2MI mencatat sebanyak 4,8 juta warga negara Indonesia menjadi PMI di luar negeri.
Ia mengklaim, jumlah 1,7 DPT yang ditetapkan KPU telah menghilangkan 1.100.000 PMI untuk mendapatkan hak pilihnya.
"Kalau yang tercatat di kita (BP2MI) ada kurang lebih 4,8 juta (PMI). Kemudian katakan yang melanjutkan pekerjaan 2,8 juta. Maka 1,7 juta yang ditetapkan DPT itu telah menghilangkan kurang lebih 1.100.000 para pekerja migran Indonesia," ujarnya.
Baca juga: Bawaslu Temukan 32, 2 Persen Surat Suara Rusak dalam Distribusi Logistik Tahap 2
Terkait hal tersebut, Benny mengaku, telah mendapatkan banyak aduan dari para PMI mengenai kekhawatiran mereka kehilangan hak pilihnya.
"Nah, dari 1,7 juta ini terancam lagi. Dimana dengan sistem yang ada di luar negeri dan sistem yang menjadi aturan KPU, ini juga tidak connect di lapangan. Sehingga saya sudah mendapatkan banyak aspirasi, pengaduan dari PMI bahwa mereka terancam kehilangan hak untuk menggunakan hak pilihnya. Ini menjadi ancaman bagi demokrasi," tutur Benny Rhamdani.
Lebih lanjut, Benny kemudian menyarankan, agar kedepannya KPU dapat melibatkan pihak-pihak terkait dalam hal menetapkan DPT. Terutama non governmental organization (NGO) yang berfokus pada buruh migran di luar negeri.
Hal itu dilakukan, jelasnya, agar KPU tidak dituduh melakukan kecurangan dalam pendistribusian kertas suara dan tidak dituduh lalai dalam memberikan perlindungan atas hak politik warga negara untuk ikut terlibat dalam memilih presiden maupun memilih anggota legislatif.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.