Migrant Care Sebut Jutaan Pekerja Migran Indonesia Berpotensi Kehilangan Suara di Pemilu 2024
Migrant Care menemukan adanya daftar pemilih tetap (DPT) pekerja migran yang tidak sinkron dengan berbagai basis data.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Migrant Care menemukan adanya daftar pemilih tetap (DPT) pekerja migran yang tidak sinkron dengan berbagai basis data.
Total DPT luar negeri ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencapai 1.750.474 orang, terdiri dari 751.260 pemilih laki-laki dan 999.214 pemilih perempuan.
Namun, berdasarkan basis data Migrant Care, ada 7 juta lebih WNI pekerja migran yang tinggal di luar negeri.
Perbedaan jumlah pekerja migran juga ditemukan dalam basis data Bank Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Bank Dunia.
"Memang pendataanya meninggalkan pekerja migran karena menurunnya daftar pemilih tetap luar negeri yang ditetapkan KPU yang jumlahnya hanya 1,7 dari 7 juta jiwa. Menurut Bank Indonesia ada 3,6 juta, menurut Menteri Ketenagakerjaan ada 6,5 juta, bahkan Bank Dunia menyatakan ada 8 juta," ujar Staf Pengelolaan Pengetahuan, Data, dan Publikasi Migrant Care, Trisna Dwi Yuni Aresta dalam konferensi pers Catatan Awal Pemantauan Pemilu Luar Negeri, Kamis (18/1/2024).
Data tersebut ditinjau dari WNI yang bekerja, belum termasuk mahasiswa di luar negeri.
Menurut Trisna, perbedaan yang signifikan ini ke depannya berpotensi menghilangkan hak pilih WNI pekerja migran di luar negeri.
Baca juga: Kampanye Akbar Pemilu 2024 Dimulai 21 Januari, Prabowo Bakal ke Jateng, Ganjar ke Jatim
"Belum lagi mobilisasi manusia yang cukup tinggi sekarang ini. Misal mengenai mahasiswa dan beberapa mobilisasi lainnya. Nah ini tentu berpotensi besar penghilangan hak politik yang dimiliki warga negara Indonesia yang mayoritas saya tekankan sekali lagi adalah pekerja migran Indonesia," kata Trisna.
Selain pendataan yang tidak sinkron, potensi kehilanggan hak pilih juga terlihat dari penentuan jadwal pemungutan suara.
Hal itu karena pemungutan suara di luar negeri dilakukan bersamaan dengan tahun baru imlek.
Baca juga: Kominfo Catat 204 Isu Hoaks Soal Pemilu Sepanjang 2023 hingga Januari 2024
Padahal mayoritas WNI pekerja migran berada di negara dengan budaya yang kental akan perayaan imlek, seperti Hongkong, Taiwan, dan Singapura.
"Ini juga pada akhirnya menyusahkan pekerja migran untuk izin kepada majikan meskipun surat izin itu sudah dikeluarkan oleh KPU kepada para majikan untuk mengizinkan para pekerjanya untuk melakukan pemilihan umum," katanya.