Cek Fakta: Bolehkah Presiden Kampanye dan Memihak Capres seperti Kata Jokowi? Ini Aturannya
CEK FAKTA: Bolehkah Presiden ikut kampanye dan memihak salah satu capres seperti yang dikatakan Jokowi? Di KPU, hal itu termuat di Pasal 281 Ayat 1.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Suci BangunDS
Kedua 'syarat' telah disampaikan oleh Idham, yaitu tidak menggunakan fasilitas negara kecuali keamanan dan cuti di luar tanggungan negara.
Sementara, 'syarat' terakhir adalah tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami/istri, meskipun telah bercerai, dengan paslon.
Berikut bunyi Pasal 281 Ayat 1 selengkapnya, dikutip dari situs resmi Mahkamah Konstitusi (MK):
Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubenur, wakil gubenur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan:
a. tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. menjalani cuti di luar tanggungan negara;
c. tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta tidak memiliki potensi konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak jabatan masing-masing.
Baca juga: Sri Sultan Hamengku Buwono X Enggan Komentari Pernyataan Jokowi soal Presiden Boleh Kampanye
Perludem: Ada Persoalan dalam Kerangka UU Pemilu
Menanggapi pernyataan Presiden Jokowi, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludam), Kahfi Adlan Hafiz, menilai ada masalah dalam kerangka hukum di Indonesia, terutama UU Pemilu.
Pasalnya, dalam UU Pemilu, yang diatur dalam Pasal 281 Ayat 1, tidak dilarangnya presiden dan menteri terlibat dalam kampanye, justru memberika kesempatan pada pejabat negara lainnya untuk tidak netral.
"Terdapat persoalan dalam kerangka hukum kita, terutama dalam UU Pemilu."
"Sebab ada beberapa ketentuan yang memberikan kemungkinan kepada presiden untuk terlibat dalam kampanye, yang tentu ini memberikan kesempatan presiden dan pejabat negara lainnya untuk tidak netral," kata Kahfi Adlan Hafiz kepada Tribunnews.com, Rabu.
Masalah lainnya, lanjut Hafiz, adanya larangan bagi pejabat negara untuk tidak menguntungkan salah satu paslon.
Padahal, di sisi lain, ada aturan yang memungkinkan pejabat negara terlibat langsung dalam kampanye.
Mengenai masalah itu, Hafiz menilai yang terpenting adalah presiden dan pejabat negara tidak menggunakan fasilitas negara untuk menguntungkan salah satu paslon.