Pakar Hukum Tata Negara UII Nilai Tak Elok Jika Presiden Ikut Kampanye Meski Diperbolehkan UU
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Ni’matul Huda menilai tidak elok jika presiden turut berkampanye.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Ni’matul Huda menilai tidak elok jika presiden turut melakukan kampanye.
Hal ini merespons pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa presiden dan menteri boleh ikut kampanye.
Alih-alih ikut berkampanye, presiden diharapkan bisa fokus menyelesaikan masa jabatannya.
Terlebih kini, keterlibatan anaknya Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta pilpres makin membuat Jokowi dicap terus menerus ikut campur.
Ni'matul membenarkan dalam undang-undang disebutkan presiden diperbolehkan kampanye asal tidak menggunakan fasilitas negara dan cuti dari tugas negara.
"Di UU pemilu nemang membolehkan asal tidak menggunakanfasilitas negara dan cuti. Tapi akan lebih elok jika presiden tidak melakukan hal tersebut," ujar guru besar UII ini kepada wartawan, Jumat (26/1/2024).
Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa presiden cuti untuk kampanye jika dia akan mencalonkan kembali (incumbent).
"Jika tidak untuk dirinya, dalam kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara dan mengajukan cuti di luar tanggungan negara (Pasal 281 ayat (1 & 2 UU Pemilu 2017)," ungkap Prof Ni'matul.
Saat cuti, maka sementara jabatannya harus diserahkan ke wapres berdasarkan Pasal 8 UUD 1945.
"Dia juga dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu, sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye," tegasnya