Soal Presiden Boleh Kampanye, Pengamat: Rakyat Butuh Pemimpin Negarawan dan Berintegritas
Presiden Joko Widodo dan pejabat pemerintah sebaiknya mengundurkan diri jika memihak capres/cawapres tertentu dan ingin berkampanye.
Penulis: Erik S
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo dan pejabat pemerintah sebaiknya mengundurkan diri jika memihak capres/cawapres tertentu dan ingin berkampanye.
Sebab jika tidak, hal itu merupakan kebohongan publik, karena sebelumnya Jokowi sudah mengatakan dirinya maupun pemerintah akan netral dalam pilpres.
Sikap akan netral itu pernah disampaikan dalam berbagai kesempatan, baik pada 30 Oktober 2023 ketika menjamu makan siang ketiga capres dan dalam pidatonya pada 1 November 2023 lalu.
Demikian pendapat ketua lembaga kajian Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan, dalam merespons pernyataan terbaru Jokowi soal netralitas presiden dan pejabat negara pada pilpres 2024.
jika Jokowi tidak menjaga netralitas, Syahganda menilai bahwa pemerintah tidak mungkin berjalan dengan baik, karena potensi penggunaan kekuasaan negara serta pemerintahan akan terseret dalam urusan copras-capres.
"Padahal rakyat membutuhkan pemimpin negarawan dan berintegritas pada situasi pertarungan Pilpres maupun pemilu saat ini, demi menjaga situasi damai dan terkendali," kata Syahganda dalam keterangannya, Jumat (26/1/2024).
Baca juga: KPU Tegaskan Presiden Jokowi Wajib Cuti Jika Ingin Kampanye, Istana Beri Respons
Dalam kesempatan terpisah, Ahmad Yani, ketua partai Masyumi menyatakan bahwa tidak netralnya presiden Jokowi jelas-jelas telah memenuhi unsur pasal pemakzulan, baik pasal 7 maupun pasal 9 UUD 45.
Oleh karena pasal itu mengharuskan presiden harus melaksanakan konstitusi secara selurus-lurusnya, seadil-adilnya dan sejujur-sejujurnya. Bagaimana dia bisa berlaku adil, jujur dan lurus jika dia memihak pada capres-cawapres 02, yang ada anaknya di sana.
Yani menghimbau kepada dewan perwakilan rakyat untuk saatnya menjaga kewibawaan konstitusi dengan menggunakan haknya yakni hak menyatakan pendapat (HMP). HMP itu menyatakan presiden Jokowi telah menabrak konstitusi.
Pendapat pakar hukum tata negara
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memenuhi syarat dimakzulkan.
Bivitri lantas mengutip Pasal 7A Undang-undang Dasar (UUD) 1945 terkait syarat pemakzulan, yang berbunyi:
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Menurutnya, Jokowi telah melakukan perbuatan tercela dengan mengatakan presiden boleh berkampanye dan memihak selama Pemilu.