Cek Fakta: Prabowo Singgung Banyak Kematian Stroke dan Jantung Gegara Dokter Spesialis Tidak Merata
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada 10 penyakit sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto, mengatakan dua penyebab utama kematian di Indonesia adalah stroke dan jantung yang terjadi di beberapa kabupaten.
Kondisi itu diperparah dengan tidak adanya dokter spesialis jantung dan stroke serta tak adanya fasilitas CT Scan yang memadai.
Prabowo menyatakan demikian dalam debat kelima bertema kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (4/2/2024).
"Jadi saya lebih ke arah solutif langsung dan cepat, masalah kesehatan di Indonesia adalah kurangnya dokter, kurang 140.000 dokter itu yang utama. Bayangkan kalau ada yang kena stroke atau jantung, dua sebab kematian di beberapa kabupaten tidak ada dokter spesialis jantung atau spesialis stroke. Dua, perlengkapan yang memadai CT Scan, jarang ada di kabupaten. Ini harus kita atasi," kata Prabowo.
Baca juga: Ganjar Kutip Jokowi soal Pemimpin: Jangan Pilih Pelanggar HAM!
Mari cek faktanya:
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ada 10 penyakit sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Penyakit stroke dan jantung jadi penyebab paling tinggi.
Angkanya, 131,8 kasus kematian per 100 ribu penduduk untuk stroke dan 95,68 kasus per 100 ribu penduduk untuk penyakit jantung iskemik.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) mengungkap 4 provinsi di Indonesia dengan jumlah dokter jantung kurang dari 5 orang, hal ini membuat pelayanan penyakit jantung tidak maksimal.
Distribusi dokter jantung di Indonesia juga belum merata, apalagi jumlahnya juga terlampau kurang yakni 1 dokter jantung melayani 100 ribu penduduk, dari yang semestinya 28 dokter melayani 100 ribu penduduk.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada tahun 2023, dokter spesialis jantung saja hanya memadai pada 5 dari 38 provinsi jika acuannya adalah rasio per 1.000 penduduk per jenis spesialis.
Kemudian ada 31 provinsi yang kekurangan dokter spesialis anak, 28 provinsi kekurangan dokter spesialis penyakit dalam, 23 provinsi kekurangan spesialis obgyn, 33 provinsi kekurangan dokter spesialis radiologi, paru dan BKTV, dan 29 provinsi kekurangan dokter spesialis saraf.
Dokter spesialis hanya memadai di 3 provinsi, yakni DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Bali.
Selain kurang dan tidak meratanya jumlah dokter spesialis tersebut, hal ini juga diperparah dengan sarana dan prasarana serta alat kesehatan untuk diagnostik yang tidak merata, menjadikan salah satu penyebab penanganan tidak optimal.
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo), Cekfakta.com, bersama 16 media dan 7 panel ahli di Indonesia.
Para panel ahli yang terlibat diantaranya Dosen Departemen Biostatistik, Epidemiologi dan Kesehatan Populasi Fakultas Kesehatan UGM Anis Fuad; Associate Professor, Data Science Program, Monash University Indonesia, dan co-director Monash Data and Democracy Research Hub Derry Wijaya; Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta Dina Listiorini.
Kemudian Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan; Senior Researcher Associate Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) Kiara Esti; Peneliti Senior The SMERU Research Institute Luhur Arief Bima; dan Dosen Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Hukum UGM Nabiyla Risfa Izzati.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.