Akademisi Sebut Kepemimpinan Jokowi Lebih Parah dari Era Soeharto
Presiden Jokowi terus mendapatkan sorotan dari berbagai lapisan masyarakat, terutama dari kelompok akademisi dan aktivis demokrasi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus mendapatkan sorotan dari berbagai lapisan masyarakat, terutama dari kelompok akademisi dan aktivis demokrasi.
Hal ini menyebabkan tensi politik Pemilu 2024 semakin tinggi disebabkan karena adanya dugaan rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meloloskan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, jadi cawapres Prabowo di Pilpres 2024.
Lolosnya Gibran sebagai cawapres di Pemilu 2024 juga ikut berdampak pada Anwar Usman yang juga paman Gibran Rakabuming Raka dinonaktifkan dari jabatan Ketua MK.
Demikian pula dengan Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang diberikan sanksi berupa teguran keras dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Baik Anwar Usman maupun Hasyim Asy’ari, keduanya terbukti melanggar kode etik yang melekat pada jabatannya.
Baca juga: Terus Bertambah, Berikut 32 Sivitas Akademika Kampus yang Mengkritik Netralitas Jokowi
Menyikapi hal itu, Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Gugun El-Guyanie mengatakan rezim Jokowi lebih parah dari rezim Soeharto.
“Kalau Soeharto wajar dia tidak dibatasi oleh konstitusi karena konstitusi sebelum amandemen. Karena tidak pernah ada batasan, tidak pernah ada norma yang membatasi presiden berapa periode, hanya menyebut presiden dipilih setiap 5 tahun sekali. Tapi tidak lupa konstitusi itu membatasi beberapa kali,” kata Gugun El-Guyanie dalam Diskusi Daring bertajuk Seruan Moral Bergema: Dejavu 98 Apakah Terulang? yang digelar Forum Intelektual Muda, Senin (5/2/2024) malam.
Sementara Jokowi, lanjut Gugun, karena lahir dari UU pasca amandemen, aturannya tegas bahwa presiden dipilih lima tahun sekali dan tidak dapat dipilih kembali setelah menjabat dua periode.
Namun Jokowi disebut-sebut mau mengamandemen UUD 1945, menambah jabatan presiden menjadi 3 periode dan terbaru mengabulkan batas usia capres menjadi di bawah 40 tahun bagi kepala daerah yang dipilih melalui Pemilu di MK.
Gugun menegaskan Jokowi hasrat kekuasaan melebihi Presiden Soeharto.
Ketua MK Anwar Usman dan Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang disidang etik jadi korbannya.
Tak hanya soal Pemilu, Jokowi juga secara nyata telah mengutak atik KPK dengan merevisi UU tentang pemberantasan korupsi.
Padahal, kata dia, KPK adalah salah satu lembaga yang mendapatkan kepercayaan tinggi dari masyarakat.
“Sikap Jokowi ini jelas merusak muruah KPK,” pungkasnya.