Soal Video Apresiasi Kinerja Jokowi, Rektor Unika Soegijapranata: Sudah Clear
Rektor Unika Soegijapranata Semarang Ferdinandus Hindiarto mengatakan, persoalan terkait penolakan membuat video apresiasi Jokowi telah selesai.
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Rektor Unika Soegijapranata Semarang Ferdinandus Hindiarto mengatakan, persoalan terkait penolakan membuat video apresiasi Jokowi telah selesai.
Persoalan itu selesai setelah pembahasan empat mata dengan Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar, Selasa (6/2/2024).
Ferdi, sapaannya, mengatakan, Irwan datang ke kantornya setelah kasus ini mencuat ke publik.
"Saya nilai, persoalan ini sudah clear. Sebab, kemarin (Selasa, Red) Kapolrestabes Semarang (Kombes Irwan Anwar) ke kampus, ketemu saya. Dia menyampaikan maksudnya, saya sampaikan sikap kami, jadi semua sudah selesai," kata Ferdi, dalam acara Tribun Topic Tribun Jateng, di Kampus 2 SCU, Kawasan BSB, Mijen, Kota Semarang, Rabu (7/2/2024).
Mantan General Manager PSIS Semarang ini mengaku, dalam pertemuan empat mata dengan kapolrestabes, kedua pihak saling mengklarifikasi.
Ferdi menegaskan, sosok Soegijapranata mendasari sikap yang dia diambil sekarang.
"Mengapa kami harus ambil pilihan itu (menolak membuat video apresiasi Jokowi), karena itu bagian dari nilai-nilai beliau (Soegijapranata)," paparnya.
Pertemuan antara Ferdi dengan Irwan memang tak berlangsung lama. Mereka bertemu di Gedung Mikael Unika lantai 3.
Selepas pertemuan itu, Ferdi menilai, apapun latar belakangnya, sudah tak perlu diperdebatankan.
Terlebih, Pemilu 2024 tinggal menghitung hari.
"Tidak mungkin hari ini digugat karena keputusan DKPP yang terjadi, malah energi akan habis karena waktunya sudah tidak ada."
"Oleh karena itu, nikmati yang ada. Meskipun (Pemilu 2024) tak seideal yang kita inginkan," paparnya.
Baca juga: Profil Ferdinandus Hindiarto Rektor Unika Soegijapranata, Cerita Diminta Buat Video Apresiasi Jokowi
Kondisi tak ideal itulah yang membuat sejumlah akademisi ikut melakukan protes melalui seruan terhadap demokrasi.
Menurut Ferdi, dosen dan peneliti sampai keluar dari ruangan kelas dan laboratorium karena Pemilu 2024 sudah tak sesuai etika.