Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kata MUI dan NU Soal Hukum Menerima Uang Serangan Fajar Jelang Pemungutan Suara Pemilu

Berikut penjelasan MUI dan NU tentang hukum politik uang atau serangan fajar jelang pemungutan suara Pemilu.

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Kata MUI dan NU Soal Hukum Menerima Uang Serangan Fajar Jelang Pemungutan Suara Pemilu
Tribunnews/Ibriza Fasti
Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelang pemungutan suara Pemilu 2024 yang digelar 14 Februari 2024, perbincangan terkait politik uang atau lebih dikenal serangan fajar tak pernah lepas.

Berikut penjelasan MUI dan Nahdatul Ulama (NU) terkait hukum menerima uang serangan fajar menurut Islam.

Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, tidak boleh memilih pemimpin didasarkan kepada sogokan atau pemberian harta.

Orang yang akan dipilih atau yang mencalonkan diri tidak boleh menghalalkan segala cara untuk dapat dipilih.

Misalnya menyuap atau dikenal serangan fajar.

Baca juga: Sehari Jelang Pemungutan Suara, 27 TPS di Gorontalo Roboh

"Sehingga itu hukumnya haram," jelasnya di kantor MUI, Jakarta, Selasa (13/2/2024).

Berita Rekomendasi

Prof Niam menegaskan, praktik tersebut hukumnya haram bagi pelaku maupun penerimanya.

Diharapkan, memilih pemimpin berdasarkan kompetensi.

Pemimpin yang terpilih idealnya yang mengemban amanah demi kemaslahatan.

"Dalam memilih pemimpin juga didasarkan pada sifat tabligh atau kemampuan eksekusi, serta yang fathanah atau memiliki kompetensi," ungkap Guru Besar Ilmu Fiqih Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini.

Baca juga: Amankan Pemilu, 195.819 Personel Polri Disebar ke TPS Jelang Pemungutan Suara

Lebih jauh, para pelaku dan penerima uang serangan fajar juga hidupnya tidak berkah.

Pihaknya juga telah menetapkan Fatwa tentang Hukum Permintaan dan atau Pemberian Imbalan atas proses pencalonan pejabat publik.

Penetapan fatwa tersebut dalam Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada 2018.

Dari sudut pandang NU, uang suap politik atau materi lain kepada pemilih untuk memengaruhi pilihan mereka dalam pemilu dipandang sangat berbahaya bagi demokrasi dan telah menjadi sorotan utama dalam diskusi di Munas-Konbes NU tahun 2002 tentang Money Politic dan Hibah terhadap Pejabat.

Dalam Islam, hal ini dikategorikan sebagai suap (risywah) yang dilaknat oleh Allah SWT, baik pemberi (raisy), penerima (murtasyi), maupun perantara (raaisy), semuanya berdosa.

Dengan demikian, Muktamar NU pada tahun 2002 dengan tegas memutuskan bahwa melakukan tindak politik uang bertentangan dengan syariat Islam dan karenanya diharamkan.

Pelanggengan sistem ini akan merusak sendi-sendi demokrasi, seperti merampas hak rakyat untuk memilih pemimpin berdasarkan kualitas dan kapabilitas.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas