Konversi Suara Jadi Kursi Untuk Caleg Gunakan Metode Sainte Lague, Begini Penjelasan dan Caranya
Dosen Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini mengatakan metode penghitungan Sainte Lague telah tertuang dalam Pasal 415 UU
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proses konversi suara calon anggota legislatif (caleg) DPR dan DPRD menggunakan metode Sainte Lague.
Metode ini telah digunakan sejak Pemilu 2019 dan akan kembali dipakai dalam Pemilu 2024 kali ini.
Sedangkan dari pemilu pertama hingga 2014 pembagian kursi menggunakan sistem kuota.
Dosen Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini mengatakan metode penghitungan Sainte Lague telah tertuang dalam Pasal 415 UU 7/2017 tentang Pemilu.
Dalam hal penghitungan perolehan kursi DPR, suara sah setiap partai politik yang memenuhi ambang batas 4 persen nantinya dibagi dengan bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3; 5; 7; dan seterusnya.
Sedangkan penghitungan perolehan kursi DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota langsung dibagi dengan bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3; 5; 7; dan seterusnya. Hal ini dikarenakan pemilu DPRD tidak punya ambang batas parlemen.
"Kalau pemilu DPR, konversi suara menjadi kursi dilakukan hanya bagi partai politik yang lolos ambang batas parlemen sebesar 4 persen," ujar Titi saat dikonfirmasi, Jumat (16/2/2024).
"Sedangkan untuk pemilu DPRD tidak ada ambang batas parlemen, sehingga semua partai politik peserta pemilu DPRD diikutkan dalam konversi suara menjadi kursi," sambungnya.
Lantas bagaimana proses konversi suara menggunakan metode Sainte Lague?
Sebagai informasi, jumlah perolehan suara sah partai politik merupakan penjumlahan dari hasil coblosan tanda gambar partai dan caleg. Setelah suara sah didapatkan, lalu jumlah tersebut dibagi dengan bilangan ganjil 1; 3; 5; 7; dan seterusnya.
Ambil contoh partai politik (parpol) mendapatkan jumlah suara sebanyak 100 ribu, angka itu dibagi dengan angka satu. Lalu kemudian angka 100 ribu itu dibagi lagi dengan angka tiga dan seterusnya sesuai dengan jumlah kursi yang diperebutkan di suatu daerah pemilihan (dapil).
"Itu dilakukan pada setiap parpol. Jadi bukan gabungan. Jadi kalau di DPR itu ada yang lolos ambang batas 9 maka itu dilakukan terhadap masing-masing 9 parpol," jelas Titi.
Lalu setelah masing-masing parpol sudah diketahui memperoleh berapa jumlah kursi, kini dilanjutkan dengan menentukan siapa calon yang mendapatkan kursi itu. Misal, sebuah parpol mendapatkan dua kursi, maka dua kursi itu diberikan kepada calon terpilih dengan suara terbanyak pertama dan kedua dalam parpol itu. Namun jika parpol hanya memperoleh satu kursi, maka kursi diberikan kepada calon yang memperoleh suara terbanyak dari parpol tersebut.
Baca juga: Komeng Hampir Pasti Duduk di Kursi DPD RI, Jarwo Kwat Yakin Sahabatnya Tetap Melawak