Meroketnya Suara PSI di Sirekap KPU Jadi Sorotan, Ini Komentar Pengamat Politik
Melonjaknya suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam Sirekap KPU menjadi sorotan.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Melonjaknya suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam Sirekap KPU menjadi sorotan.
Lonjakan suara PSI di aplikasi Sirekap KPU terjadi pada 1-2 Maret 2024.
Dalam waktu sehari, PSI memperoleh 101.426 suara setelah data Sirekap menunjukan ledakan suara pada Jumat.
Data Sirekap pada pukul 14.00 WIB, 2 Maret 2024, memperlihatkan suara PSI bertambah 0,12 persen selang 24 jam ledakan suara.
Suara PSI bertambah dari 2.300.600 pada 1 Maret 2024 pukul 12.00 WIB menjadi 2.402.026 suara atau 3,13 persen, pada 2 Maret pukul 14.00 WIB.
Baca juga: NasDem Nilai Usulan PSI Bentuk Fraksi Threshold Tak Relevan
Jumlah tersebut berdasarkan jumlah penghitungan di 541.298 dari 823.236 tempat pemungutan suara (65.75 persen).
Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti pun turut mengomentari fenomena tersebut.
“Kenaikan angka mendadak ini cukup aneh, kemarin kan penghitungan sempat terhenti setelah komisioner KPU mendapatkan teguran DKPP. Partai Glora juga ikut naik walaupun tidak setinggi PSI,” kata Ikrar saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (2/3/2024).
Baca juga: Respons Grace Natalie Soal Meroketnya Suara PSI: Jangan Tendensius Tanggapi Rekapitulasi KPU
Ia pun menyayangkan data C1 Plano yang dimiliki Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak dapat diperoleh semua orang.
Padahal, menurutnya pencocokan data sangat penting.
Untuk itu, ia mengimbau lembaga survei yang sebelumnya rajin menjalankan quick count (hitung cepat) ikut mengawal lonjakan suara partai pimpinan Kaesang Pangarep tersebut.
“Teman-teman yang melakukan quick count harus bersuara karena selama ini hitungan mereka hampir tak pernah meleset. Kemudian, kalau data tersebut ternyata sama dengan yang dimiliki KPU, maka harus ditilik bagaimana suara itu masuk melalui C1 dan dari TPS mana. Hanya melalui hal itu, kita bisa melihat dari mana suara itu masuk,” katanya.
Ikrar mengaku, ia mendapatkan info ini dari Whatsapp Group dan hal ini cukup mengejutkan bagi teman-temannya, seperti Goenawan Mohammad dan Burhanuddin Muhtadi.
“Mereka surprise aja dan di antara mereka sebetulnya ada juga yang ikut menjadi lembaga survei quick count Burhanuddin, misalnya. Waktu itu mereka melakukan quick count dan saat ini mereka sedang kembali berupaya mencocokan antara data KPU dan TPS,” kata pensiunan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini.
Ikrar juga mengungkapkan, satu-satunya lembaga sekarang yang memiliki akses tersebut di luar KPU hanya polisi.
Polisi menurut Ikrar memiliki jaringan khusus di TPS.
Semetara itu, Komisioner KPU Idham Kholik mengatakan, pihaknya belum mengetahui lonjakan suara yang dimaksud tersebut.
"Kami belum mengerti yang dimaksud dengan lonjakan tersebut itu lonjakan yang mana," kata Idham, kepada wartawan di kantor KPU, Jakarta Pusat, pada Sabtu (2/3/2024) malam.
Ia kemudian menyampaikan, Undang-Undang Pemilu menegaskan bahwa perolehan suara peserta pemilu yang disahkan KPU berdasarkan rekapitulasi berjenjang, yang saat ini masih berproses.
"Proses rekapitulasi saat ini pada umumnya sudah berada dalam tingkat kabupaten/kota, walaupun memang masih ada pada tingkat PPK (panitia pemilihan kecamatan)," ujarnya.
Usai direkapitulasi di tingkat KPU Kabupaten/Kota, Idham menjelaskan, nantinya rekapitulasi dilakukan di tingkat KPU Provinsi.
"Setelah itu baru direkapitulasi di tingkat KPU RI dan Undang-undang memberikan waktu kepada KPU untuk menetapkan hasil pemilu selama 35 hari setelah hari pemungutan suara," jelasnya.
Terpisah, Komisioner KPU Mochammad Afifuddin mengatakan, biarlah hasil yang ada pada Real Count tersebut menjadi acuan.
"Pokoknya biar rekap berjenjang saja, biar yang angka-angka saja," kata Afif di kantor KPU.
Respons Grace Natalie
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie meminta, agar semua pihak tidak menyampaikan pernyataan tendensius dalam menyikapi rekapitulasi suara KPU yang hingga saat ini masih berlangsung.
Grace mengatakan, penambahan atau pun pengurangan suara selama proses rekapitulasi adalah hal yang wajar.
“Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut,” kata Grace, dalam keterangannya, pada Sabtu (2/3/2024).
Selain itu, Grace meyakini suara PSI masih berpotensi meningkat.
Sebab, hingga saat ini masih ada lebih dari 70 juta suara belum dihitung.
Terlebih, menurutnya, sebagian besar suara yang belum dihitung tersebut ada di basis-basis pendukung Jokowi, yang diyakininya mendukung PSI.
"Apalagi hingga saat ini masih lebih dari 70 juta suara belum dihitung dan sebagian besar berada di basis-basis pendukung Jokowi di mana PSI mempunyai potensi dukungan yang kuat," ucapnya.
Grace mengatakan, perbedaan antara hasil quick count dengan rekapitulasi KPU juga terjadi pada partai-partai lain.
Sebagai contoh, katanya, hitung cepat versi lembaga survei Indikator Indonesia atas PKB, hasilnya 10,65 persen, namun berdasarkan rekapitulasi KPU mencapai 11,56 persen atau ada penambahan 0,91 persen.
Tak hanya itu, lanjutnya, suara Partai Gelora berdasarkan quick count 0,88 persen, sedangkan rekapitulasi KPU 1,44 persen alias selisih 0,55 persen.
Lebih lanjut, Grace menyebut PSI, berdasarkan hitung cepat Indikator, ada di angka 2,66 persen. Sedangkan rekapitulasi KPU ada di 3,13 persen atau selisih 0,47 persen.
“Kenapa yang disorot hanya PSI? Bukankan kenaikan dan juga penurunan terjadi di partai-partai lain? Dan itu wajar karena penghitungan suara masih berlangsung,” ujar Grace.
Grace meminta semua pihak bersikap adil dan proporsional.
"Kita tunggu saja hasil perhitungan akhir KPU. Jangan menggiring opini yang menyesatkan publik,” ucap Grace Natalie.