Kelakuan Oknum PNS di Pemilu 2024: Main 4 Kaki hingga Nego Jabatan dengan Peserta Pemilu
Meski ia menyebut masih ada sejumlah PNS muda yang kekeh ingin mendapatkan jabatan struktural tersebut.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membeberkan kelakuan sebagian oknum pegawai negeri sipil (PNS) pada pemilihan umum (pemilu) dan Pilpres 2024 lalu.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri, Suhajar Diantoro, menyebut banyak PNS pada masa Pilpres lalu yang bermain 4 kaki memepet peserta pemilu demi mendapat jabatan.
Mulanya Suhajar membagi tiga kelompok PNS yang selama ini eksis.
Kelompok pertama adalah mereka yang bekerja secara profesional.
Kelompok ini akan bekerja demi menjaga birokrasi yang profesional.
"Jadi birokrasi profesional itu persentasenya beda-beda. Ada di satu tempat cuma 10 persen, di tempat lain mau jadi profesional 60 persen, ada. Tapi tetap 3 kelompok, besar kecilnya tergantung medan magnet politik di tempat," kata Suhajar dalam pemaparannya di acara "Korpri Menyapa" Sasana Bhakti Praja, Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (6/3).
Kelompok kedua adalah PNS avonturir.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), avonturir diartikan sebagai orang yang suka melakukan petualangan.
"Sebagian lagi ada yang mengavonturir. Saya kan kerja dari kantor Camat, jadi kelakuan pegawai saya bisa amati kelakuan sedikit-sedikit, jadi ada yang avonturir," lanjut dia.
Mereka yang masuk kelompok avonturir ini, kata Suhajar, merasa kurang nyaman ketika
menjadi PNS. Suhajar menyebut kelompok avonturir ini punya obsesi lain.
"Sebagian (kelompok kedua) pegawai negeri itu merasa macam kurang nyaman, mempunyai obsesi masuk ke sebelah. Yang ini-ini (PNS) akan tergoda, walaupun dia belum lepas dari pegawai negeri, dia mulai main-main gitu loh. Dia mulai dukung si A, si B. Ini terjadi di semua lapisan bukan hanya di daerah, di eselon I juga terjadi," imbuhnya.
Kelompok avonturir ini juga kerap membuat janji politik dengan peserta pemilu.
"Jadi ada yang main, kakinya cuma 2 dipasang 4 juga ada itu, tambah-tambah... dan melakukan perjanjian-perjanjian tak tertulis dengan calon-calon (peserta pemilu), 'Besok kalau bapak menang saya jadi apa pak?. 'Ya pokoknya kau pilih saja mau jabatan yang mana'. Gitu kalimatnya," sambung Suhajar.
Ketiga, PNS yang tak jelas alias wait and see.