Gelombang Unjuk Rasa Memprotes Hasil Pemilu Jangan Sampai Berujung Benturan
Benny menilai potensi kekerasan dalam aksi massa memprotes hasil pemilu 2024 sangat kecil. Dan ia mendorong adanya dialog untuk menjelaskan proses
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi massa memprotes dugaan kecurangan Pemilu 2024 terjadi sebelum hasil pemilu tersebut diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu nanti, 20 Maret 2024.
Pada Senin (18/3/2024) hari ini, demonstran dari kelompok 'Rakyat Selamatkan Indonesia' melakukan aksi bakar ban, di depan kantor KPU RI, Jakarta.
Baca juga: Komite HAM PBB Soroti Netralitas Presiden di Pilpres 2024, Hasto PDIP Ingatkan Jokowi soal Ini
Terkait hal tersebut Pakar Komunikasi Politik, Antonius Benny Susetyo mengatakan aksi massa memprotes hasil pemilu 2024 harus dilihat sebagai bagian dari demokrasi. Menurut dia, dalam negara demokrasi orang menyampaikan aspirasi dan pendapat berbeda itu wajar.
Benny menilai potensi kekerasan dalam aksi massa memprotes hasil pemilu 2024 sangat kecil. Dan ia mendorong adanya dialog untuk menjelaskan proses penyelenggaraan pemilu, KPU harus terbuka terhadap masalah yang dihadapi serta persoalan IT yang jadi konsentrasi publik.
“Jangan sampai benturan terjadi karena komunikasi tersumbat,” kata Benny.
Benny juga mengatakan, agar jumlah massa tidak membesar, mekanisme angket juga bisa jadi jalan. Angket sangat penting untuk penyelidikan agar semua menjadi terang benderang, dugaan kecurangan menjadi hilang.
“Angket itu jadi harapan publik, solusi untuk demokrasi berkualitas. Kalau angket berjalan baik, maka dengan sendirinya eskalasi massa tidak membesar. Ini tantangan kita menyelamatkan keadaban demokrasi dengan membangun proses demokrasi yang sehat lewat sebuah mekanisme.” ujarnya.
“Mekanisme angket harus betul-betul membuktikan ke publik punya kredibilitas, sehingga publik merasa diyakinkan, asumsi publik bisa terjawab,” pungkas Benny. (Willy Widianto)