Sidang Sengketa Pilpres 2024: Ganjar Bicara Pengkhianatan Reformasi, Mahfud Keselamatan Demokrasi
paslon Ganjar Pranowo dan Mahfud MD selaku prinsipal menghadiri sidang perdanga sengketa Pemilihan Presiden 2024 di Gedung MK.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD selaku prinsipal menghadiri sidang perdana sengketa Pemilihan Presiden 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta Pusat pada Rabu (27/3/2024).
Selama sekira lima menit pidato yang dibacakannya di awal, Ganjar menyampaikan bahwa 79 tahun lalu para Bapak Bangsa memproklamasikan kemerdekaan negara kita dengan keyakinan bahwa menjadi bangsa merdeka adalah jalan untuk mewujudkan semua bentuk kebaikan dan kehidupan seluruh warga di negeri kepualaun ini.
Sekarang, lanjut dia, kita berada dalam keprihatinan besar.
Semua kepala yang berpikir kritis di antara kita yang peduli pada kehidupan negara dan bangsa yang bermartabat, kata Ganjar, sedang mempertanyakan apakah negara ini bisa setia pada cita-cita luhur yang melandasi kelahirannya.
Negara ini, kata Ganjar, lahir dengan visi untuk menjunjung kemanusiaan, kesetaraan dan keadilan.
Setiap negara dengan visi mulia semacam itu, kata dia, niscaya menghendaki kepemimpinan yang sanggup menomorsatukan kepentingan dan kesejahteraan warga diatas kepentingan pribadi mereka yang berkuasa.
Kita, lanjut Ganjar, telah menjadi saksi bahwa pada satu titik dalam perjalanan bangsa ini bahwa seluruh warga negara pernah dipersatukan oleh semangat yang sama yakni reformasi.
Tujuannya, kata dia, adalah untuk memperjuangkan hal yang sangat esensial bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dan untuk mengkoreksi pemerintahan yang saat itu dianggap melenceng, membelenggu kebebasan warga, menebar ketakutan, dan menjauhkan negara ini dari cita-cita luhurnya.
Dan kita tahu, lanjut dia, bahwa reformasi bukanlah sesuatu yang kita dapatkan cuma-cuma.
Saudara-saudara kita, kerabat kita dan sahabat kita, kata di, menjadi korban, dan kita harus rela kehilangan mereka selamanya.
Mereka, kata Ganjar, mengikhlaskan hidup mereka agar negara ini benar-benar dijalankan dengan rasa hormat setinggi-tingginya kepada seluruh warga negara kepada pemerintahan yang mampu memikul amanat proklamasi.
"Hanya setelah reformasi, kita bisa menikmati kebebasan menyuarakan pendapat dan menikmati demokrasi yang lebih bebas, dan terbuka, serta seluruh warga negara mendapatkan hak mereka untuk memilih pemimpin yang mereka percayai," kata Ganjar.
"Dan hanya setelah reformasi, kata dia, kita bisa menegaskan aturan bahwa periode kepemimpinan harus dibatasi," sambung dia.
Oleh karena itu, kata dia, kita akan selalu menghormati mereka yang telah merelakan hidup demi memperjuangkan reformasi.
Ganjar mengatakan sebagian dari kita mungkin melupakan pengorbanan mereka, air mata dan kepedihan keluarga-keluarga yang kehilangan orang-orang yang mereka cintai, serta semangat yang mendasari gerakan reformasi 25 tahun yang lalu.
Untuk itu, ia menegaskan keberadaannya di MK adalah untuk mengingatkan orang-orang yang cepat lupa bahwa semua yang setia pada cita-cita reformasi akan selalu mengingat pengorbanan mereka dan menghidupkan semangat mereka di hati kami.
Tugas besar kita hari ini, kata dia, adalah meneguhkan diri dan bersumpah kepada diri sendiri bahwa kematian mereka yang berjuang demi reformasi bukanlah kematian sia-sia.
"Kita harus bersatu, untuk selalu merawat ingatan kita. Kepada mereka yang mudah lupa, kita perlu menegaskan bahwa kita selalu ingat, kita selalu ingat akan harga yang harus dibayar untuk memperjuangkan tegaknya demokrasi di negara ini," kata dia.
"Kita selalu ingat, akan tanggungjawab yang melekat pada setiap generasi, untuk mewariskan keteladanan yang luhur kepada generasi mendatang. Kita selalu ingat bahwa demokrasi bisa dinodai oleh mereka yang hanya mempedulikan kekuasaan dan mendahulukan kepentingan pribadi. Dan kita selalu ingat bahwa apa yang harus kita lakukan ketika situasi menghendaki, kita melakukan sesuatu," sambung dia.
Maka hari ini, kata dia, pihaknya menggugat.
Lebih dari segala kecurangan dalam setiap tahapan pemilihan presiden yang baru lalu, lanjut dia, hal yang mengejutkan dan benar-benar menghancurkan moral adalah penyalahgunaan kekuasaan.
Saat pemerintah menggunakan segala sumber daya negara untuk mendukung kandidat tertentu dan ketika aparat keamanan digunakan untuk kepentingan politik pribadi, kata dia, maka itulah saatnya untuk bersikap tegas bahwa pihaknya menolak semua bentuk intimidasi dan penindasan.
"Kita menolak dibawa mundur ke masa sebelum reformasi. Kita menolak pengkhianatan terhadap semangat reformasi," kata Ganjar.
Ia mengatakan pihaknya menggugat sebagai bentuk dedikasi dan bentuk menjaga kewarasan agar warga tidak putus asa terhadap perangai politik di Indonesia dan untuk menjaga impian semua warga negara tentang Indonesia yang lebih mulia.
"Dan bagi kami ini impian yang harus kita kejar agar setiap langkah kita meninggalkan jejak tak terlupakan bagi masa depan yang lebih baik. Terima kasih. Tuhan merahmati kita semua, Tuhan merahmati Indonesia," kata dia.
Baca juga: Sidang Sengketa Pilpres di MK: Mahfud MD Singgung Yusril Mahaguru yang Jadi Saksi Saat Pemilu 2014
Mahfud Bicara Keselamatan Demokrasi
Pada saat gilirannya, Mahfud membacakan pidato juga selama kurang lebih lima menit.
Dalam pidatonya, ia mengatakan MK pernah memberi warna progresif bagi perkembangan hukum konstitusi di Indonesia dan pernah dinilai sebagai lembaga penegak hukum yang sangat kredibel.
Hal tersebut, kata dia, sebagaimana tercantum dalam beberapa buku dan disertasi yang dipublikasikan secara internasional.
Apresiasi terhadap MK dalam keberaniannya membuat landmark decision, lanjut dia, juga muncul dalam berbagai makalah forum ilmiah, jurnal akademik, dan berbagai media massa.
Ia mengatakan salah satu kunci banjirnya apresiasi terhadap MK tersebut, adalah keberanian MK dalam membuat landmark decision yakni keputusan monumental dengan berani menembus masuk ke relung keadilan substantif sebagai sukma hukum dan bukan sekadar keadilan formal prosedural semata.
Ia mencontohkan, dalam hal pengujian undang-undang misalnya teori open legal policy lahir atau sekurang-kurangnya secara resmi digunakan pertama kali oleh Mahkamah Konstitusi.
Dalam hal pelaksanaan pemilu, lanjut dia, MK memperkenalkan pelanggaran TSM (terstruktur, masif, dan sistematis) yang kemudian diadopsi dalam tata hukum di Indonesia.
"Mahaguru Hukum Tata Negara Profesor Yusril Ihza Mahendra saat ikut menjadi ahli pada sengketa hasil pemilu 2014, dan bersaksi di MK pada tanggal 15 Juli mengatakan bahwa penilaian atas proses pemilu yang bukan hanya pada angka harus dilakukan oleh MK," kata dia.
Pandangan tersebut, kata dia, bukan pandangan lama, melainkan pandangan yang selalu baru yang justru terus berkembang sampai sekarang.
"Menjadikan MK hanya sekadar Mahkamah Kalkulator, menurut Pak Yusril, adalah justru merupakan pandangan lama yang sudah diperbarui sekarang," kata dia.
Di berbagai negara, kata dia, judicial activism banyak dilakukan oleh Mahkamah konstitusi maupun Mahkamah Agung.
Beberapa negara, lanjut dia, membatalkan hasil pemilu yang dilaksanakan secara curang dan melanggar prosedur.
Negara tersebut, kata dia, Australia, Ukraina, Bolivia, Kenya, Malawi, dan Thailand serta beberapa negara.
Ia memahami tidak mudah bagi hakim untuk menyelesaikan perang batin dengan baik.
"Tetapi akhirnya kami berharap MK mengambil langkah penting untuk menyelamatkan masa depan demokrasi dan hukum di Indonesia. Jangan sampai timbul persepsi bahkan kebiasaan bahwa pemilu hanya bisa dimenangkan oleh yang punya kekuasaan atau yang dekat dengan kekuasaan dan mempunyai uang berlimpah," kata dia.
"Jika ini diibiarkan terjadi, berarti keberadaan kita menjadi mundur. Kami berharap agar majelis hakim MK dapat bekerja dengan independen, penuh martabat, dan penghromatan," sambung dia.
Bagi pihaknya, kata Mahfud, hal yang penting bukan siapa yang menang siapa yang kalah.
"Melainkan harus merupakan edukasi kepada bangsa ini untuk menyelamatkan masa depan Indonesia dengan peradaban yang lebih maju, melalui antara lain berhukum dengan elemen dasar sukmanya yaitu keadilan substantif, moral dan etika," kata dia.