Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kubu AMIN Pertanyakan Kesalahan Sirekap: Banyak TPS Jumlah Pemilih Melebihi Batas Maksimal DPT

Tim Hukum AMIN anggap janggal data Sirekap KPU RI yang capai ribuan dalam satu TPS padahal batas maksimal DPT dalam satu TPS hanya capai 300 orang.

Penulis: Reza Deni
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Kubu AMIN Pertanyakan Kesalahan Sirekap: Banyak TPS Jumlah Pemilih Melebihi Batas Maksimal DPT
YouTube Mahkamah Konstitusi RI
Anggota Tim Hukum AMIN, Bambang Widjojanto. - Tim Hukum Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (AMIN) mencecar ahli teknologi informasi yang dihadirkan KPU, Prof Marsudi Wahyu Kisworo, soal kesalahan data yang diinput dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU RI yang mencapai ribuan dalam satu Tempat Pemungutan Suara (TPS).  Hal tersebut janggal lantaran batas maksimal DPT dalam satu TPS hanya mencapai 300 orang. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Hukum Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (AMIN) mencecar ahli teknologi informasi yang dihadirkan KPU, Prof Marsudi Wahyu Kisworo, soal kesalahan data yang diinput dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang mencapai ribuan dalam satu Tempat Pemungutan Suara (TPS). 

Hal tersebut janggal lantaran batas maksimal Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam satu TPS hanya mencapai 300 orang.

"Ada begitu banyak TPS yang jumlah pemilihnya melebihi batas maksimal DPT, padahal maksimal DPT-nya per TPS 300," kata Anggota Tim Hukum AMIN Bambang Widjojanto dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (3/4/2024). 

Bambang juga mempertanyakan mengapa data yang terinput justru mencapai ribuan, jauh berbeda dibanding dengan data sesungguhnya. 

"Kalau ada informasi kayak ini, dan ribuan, bahkan ratusan ribu, apakah itu tidak cukup dijadikan dasar untuk sampai pada kesimpulan ada fraud di dalam (Sirekap) situ?" ujarnya lagi. 

Bambang juga mempertanyakan alasan KPU RI tidak memverifikasi hasil Sirekap mobile apps sebelum dimasukkan ke Sirekap web. Sebab, menurut penjelasan ahli, seharusnya lembaga penyelenggara Pemilu perlu memverifikasi data Sirekap mobile apps sebelum diinput ke dalam Sirekap Web agar tidak terjadi kesalahan.

Marsudi menyebut, Sirekap mobile apps berpotensi salah membaca form C1 karena tulisan tangan yang berbeda-beda di tiap TPS, bentuk kertas, hingga kualitas kamera ponsel. 

Berita Rekomendasi

"Prof tadi mengatakan untuk tahun mendatang perlu ada verifikasi. Apakah dengan begitu dapat diberikan pandangan Sirekap ini bermasalah karena tidak ada sistem yang memverifikasi itu?" tanya Bambang lagi

Bambang juga mempertanyakan pengujian originalitas form C-hasil oleh KPU RI. 

"Jadi bagaimana kita bisa mengakui originalitas dan autentisitas dari C-hasil yang dikirimkan itu? Baik mobile apps atau Sirekap (web) harusnya memiliki keamanan data, transparansi dan akuntabilitas serta audit dan verifikasi. Berkenaan dengan ini, apa pendapat ahli dengan mobile apps dan Sirekap kita?" ujar Bambang.

Baca juga: Reaksi AMIN dan Kubu Prabowo Soal Putusan MK Panggil 4 Menteri Jokowi di Sidang Sengketa Pilpres

Sebelumnya, terdapat perbedaan antara Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) versi mobile dan versi web. Hal itu diungkapkan oleh ahli dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Marsudi Wahyu Kisworo dalam sidang sengketa pemilihan umum presiden (pilpres) 2024.

Sirekap mobile ini merupakan tampilan yang umum diakses oleh petugas KPPS untuk menggunggah formulir hasil. 

"Jadi yang digunakan KPPS me-upload data itu Sirekap mobile yang ada di dalam HP atau telepon seluler kemudian masuk ke Sirekap web. Di Sirekap web ini direkapitulasi dan kemudian ditampilkan dalam web pemilu2024 itu," jelasnya dalam ruang sidang, Rabu (3/4/2024). 

Sirekap web tersebut bertugas untuk melakukan konsolidasi rekapitulasi dan virtualisasi ke web saat ada data suara yang masuk. Hasilnya, dapat dilihat dalam tampilan di web.

Marsudi mengatakan Sirekap mobile mengambil data dari Formulir C1 Hasil yang diunggah. Kemudian, hasil tulisan tangan dari Formulir C1 Hasil diproses oleh teknologi OCR.

Optical Character Recognation (OCR) merupakan teknologi dalam Sirekap yang betugas untuk membaca data dari formulir C hasil. 

Dia mengatakan hal itu lah yang menjadi problem pertama dalam Sirekap. Terlebih, kata dia, setiap orang memiliki gaya tulisan tangan yang berbeda. 

"Apalagi ada 822.000 TPS yang orangnya berbeda dan tulis tangannya berbeda, ada yang tulisannya bagus, tapi ada sebagian besar yang tulisannya kurang bagus bahkan jelek, saya sendiri tulisannya jelek," ujarnya.

"Dalam stylenya saja bisa berbeda, ada menulis angka 4 seperti kursi terbalik, ada yang tertutup atasnya, demikian angka lain, 1 ada yang menggunakan topi ada yang tidak," lanjut dia.

Baca juga: Fahri Hamzah Sindir Tim Hukum AMIN & Ganjar-Mahfud Bawa Alat Bukti Kliping Berita di Sidang MK

Kemudian, masalah kedua, Sirekap mobile diinstal di HP KPPS. Di mana, menurutnya, setiap HP memiliki kualitas gambar yang berbeda-beda.

Selanjutnya, ada pula permasalahan kertas. Apalagi, menurut Marsudi, OCR hanyalah sebuah program dan bukan manusia yang dapat memperkirakan angka.

"Dari kertasnya sendiri, kita lihat yang kanan itu kertasnya terlipat. Sehingga ketika terlipat ini ini bisa menimbulkan ke saya interpretasi oleh OCR ini, karena OCR ini bukanlah manusia yang bisa memperkirakan, dia hanya patuh kepada training data. Jadi dia diberikan data tulisan tangan angka 1 2 3 dan seterusnya, tapi kalau gambarnya seperti ini jadi masalah," tuturnya.

"Jadi 3 sumber ini kenapa yang bisa menjelaskan ketika ditampikan di web antara angka dan web itu antara angka dengan C1 bisa berbeda," imbuh dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas