Prediksi Pakar soal Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024: Gibran Tak Bisa Didiskualifikasi
Berikut ini prediksi oleh para pakar terkait putusan sengketa Pilpres 2024 dari MK.
Penulis: Nuryanti
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang pembacaan putusan sengketa Pilpres 2024, Senin (22/4/2024).
Juru Bicara MK, Fajar Laksono, menyampaikan peradilan konstitusi itu telah mengirimkan surat panggilan kepada para pihak, utamanya kepada Pemohon I Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Pemohon II Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Nantinya, pembacaan putusan untuk kedua pihak pemohon akan digabungkan dalam satu sidang.
Namun, meski sidangnya digabung, Fajar menegaskan putusannya tetap dipisah masing-masing pemohon.
"Digabung di ruang sidang yang sama, dalam satu majelis yang sama," ujarnya kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta, Jumat (19/4/2024).
Sejumlah pihak diketahui telah menyerahkan kesimpulan sidang sengketa Pilpres 2024 ke MK, Selasa (16/4/2024).
Beberapa bukti tambahan tercantum dalam kesimpulan sidang sengketa Pilpres 2024 tersebut.
Misalnya, kubu Anies-Muhaimin mencantumkan bukti-bukti pelanggaran Pilpres 2024.
Lantas, seperti apa prediksi atas putusan MK?
Dirangkum Tribunnews.com, berikut prediksi para pakar terkait putusan sengketa Pilpres 2024 dari MK:
Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Wilayah
Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengaku ragu MK akan mendiskualifikasi Gibran Rakabuming Raka dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024.
Baca juga: Putusan Sidang Sengketa Pilpres di MK, Bawaslu: Ditolak atau Diterima Harus Siap
Menurutnya, hakim MK akan memutuskan sengketa PHPU Pilpres 2024 merupakan bagian dari masalah hukum Pemilu.
Ia menyebut, setengah dari permohonan pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, salah satu persoalannya adalah bersumber dari MK.
Titi lantas menegaskan, MK yang meloloskan Gibran sebagai cawapres melalui putusan problematik Nomor 90/PUU-XI/2023.
"Apa iya Mahkamah Konstitusi akan sampai pada keberanian mendiskualifikasi paslon atau calon, atau produk yang dia ikut berkontribusi melahirkannya," ujar Titi dalam sebuah diskusi di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat.
Sementara itu, Titi memprediksi, MK paling maksimal akan memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah wilayah.
"Itu tadi, mentok-mentok adalah PSU, pemungutan suara ulang di sejumlah daerah atau wilayah," tegasnya.
Gibran Tak Bisa Didiskualifikasi
Pakar hukum tata negara, Feri Amsari, mengatakan secara aturan Gibran tak bisa didiskualifikasi dari keikutsertaannya dengan Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Namun, Feri menilai MK bisa memutuskan dilaksanakan Pilpres 2024 ulang.
"Tidak mungkin diskualifikasi itu hanya untuk Gibran."
"Baca pasal 6A Ayat 1 UUD 1945 bahwa Presiden dan Wakil Presiden itu dipilih dalam satu pasangan calon, satu pasangan," ungkapnya dalam acara Landmark Decision MK, Jakarta, Jumat.
Menurut Feri, jika satu bermasalah, maka bermasalah dua-duanya.
"Kalau mau diskualifikasi dua-duanya. Jadi tidak mungkin satu diskualifikasi, satu dilantik. Enggak mungkin," papar dia.
Amicus Curiae Tak Pengaruhi Hasil Putusan
Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari, menilai munculnya sejumlah pihak yang ramai-ramai mengajukan diri sebagai Amicus Curiae atau sahabat pengadilan ke MK sebagai upaya untuk mempengaruhi putusan MK.
Meski begitu, Qodari menyebut, Amicus Curiae tidak akan mempengaruhi putusan hakim MK.
Sebab, kata dia, Amicus Curiae hanya sebagai bentuk penggiringan opini.
Baca juga: Optimisnya Kubu AMIN dan Ganjar-Mahfud soal MK Bakal Kabulkan Seluruh Gugatan Sengketa Pilpres
Para hakim MK juga diyakini sudah membuat keputusan dan tinggal membawanya dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk difinalisasi.
“Saya melihatnya sebagai upaya terakhir untuk membentuk opini, mempengaruhi opini dari Mahkamah Konstitusi dari hakim-hakim Mahkamah Konstitusi, kalau kita bicara Mahkamah Konstitusi sebetulnya proses formalnya sudah selesai."
"Pada hari ini majelis hakim itu tinggal berdiskusilah tinggal rapat saja dan mungkin merenungkan pilihan-pilihan jawaban mereka atau keputusan mereka menghadapi tanggal 22 nanti,” jelas Qodari, Sabtu.
Sementara, merujuk pada Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), tugas MK hanya berwenang mengadili PHPU.
“Jadi kalau kita kembali kepada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 sesungguhnya yang namanya MK itu memang fokus kepada hasil, karena itulah kemudian nama sidangnya itu PHPU permohonan hasil pemilihan umum begitu sengketa pemilihan hasil pemilihan umum,” kata dia.
“Bahkan formatnya sendiri pun itu sudah format yang khusus mengenai hasil di mana di situ KPU angkanya berapa dan angka tandingan dari pihak yang memohon atau menggugat itu angkanya berapa?" tutur Qodari.
Kesimpulan Kubu AMIN dan Ganjar-Mahfud
Anies-Muhaimin
Tim Hukum Anies-Muhaimin membawa 35 bukti tambahan sengketa PHPU Pilpres 2024 ke MK.
Bukti tambahan itu disebut melingkupi sejumlah pelanggaran Pilpres 2024 mulai dari persyaratan calon, penyalahgunaan bansos, netralitas pejabat kepala daerah, dan IT.
"Semua kami sertakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kesimpulan yang kami sampaikan," ungkap anggota Tim Hukum Anies-Muhaimin, Heru Widodo, setelah menyerahkan kesimpulan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/4/2024).
Heru juga menyampaikan, pasangan Prabowo-Gibran belum menjadi pasangan calon terpilih.
Menurutnya, berdasarkan SK KPU Nomor 360, Prabowo-Gibran baru unggul berdasarkan penetapan hasil perolehan suara secara nasional.
Heru lantas berpendapat, keputusan KPU tersebut dapat dibatalkan MK.
Ganjar-Mahfud
Tim hukum Ganjar- Mahfud juga telah menyerahkan kesimpulan sengketa hasil Pilpres 2024 ke MK.
Ketua tim hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, mengatakan terdapat lima kategori pelanggaran prinsipal dalam Pilpres 2024.
Ia mengatakan, pertama adalah pelanggaran etika.
"Pelanggaran etika ya, yang terjadi dengan kasat mata, dimulai dengan putusan MK Nomor 90, dan ini kalau kalian membaca keterangan Romo Magnis Suseno itu sangat jelas dikatakan oleh Romo Magnis bahwa proses pencalonan yang melanggar etika berat," katanya saat penyerahan berkas kesimpulan sidang PHPU ke MK RI di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Kubu Ganjar - Mahfud Punya Keyakinan Kuat 2 Petitum Mereka Dikabulkan MK
Todung melanjutkan, kedua adalah nepotisme.
Ia menyebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggunakan kekuasaan untuk mendorong anaknya, Gibran Rakabuming Raka, maju dalam Pilpres 2024.
Ketiga, adalah abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan.
Menurutnya, penyalahgunaan kekuasaan terjadi secara masif pada proses Pemilu 2024.
Keempat, yakni prosedural Pemilu.
KPU, Bawaslu, dan pasangan calon nomor 02 Prabowo-Gibran dinilai melakukan pelanggaran serius.
Kelima, adalah penyalahgunaan aplikasi IT di KPU yakni sistem informasi rekapitulasi (Sirekap).
Todung menilai penggunaan Sirekap telah menimbulkan kekacauan yang mengakibatkan penggelembungan suara.
"Jadi, saudara-saudara, ada banyak sekali pelanggaran yang kita bisa sebutkan spesifik lagi, saya bisa sebut dan ini kita semua sudah ulang berkali-kali, politisasi bansos, yang dilakukan terutama dalam tiga bulan terakhir menjelang pencoblosan," paparnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Fersianus Waku/Mario Christian Sumampow/Ibriza Fasti Ifhami/Rahmat Fajar Nugraha/Chaerul Umam)