MK: Keberpihakan KPU pada Gibran Tak Terbukti, Perubahan Syarat Pencalonan Sudah Sesuai Putusan MK
Mahkamah Konstitusi (MK) menilai tak ada bukti terkait KPU berpihak kepada Gibran soal pencalonannya sebagai cawapres di Pilpres 2024.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai dalil kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar soal keberpihakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres tak terbukti.
Diketahui Gibran lolos dicalonkan sebagai pasangan cawapres dari Prabowo Subianto berkat perubahan syarat usia capres-cawapres yang tercantum pada Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Hakim konstitusi Arief Hidayat menyebut secara substansi perubahan syarat pencalonan capres-cawapres tersebut diberlakukan KPU sesuai dengan putusan MK.
Serta diberlakukan bagi semua pasangan capres dan cawapres.
"Sehingga tidak terbukti adanya dugaan keberpihakan termohon terhadap pihak terkait dalam proses penetapan pasangan calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024," kata Arief dalam sidang pembacaan putusan sengketa Pilpres 2024, yang ditayangkan di kanal YouTube MK, Senin (22/4/2024).
Sebelumnya kubu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar menilai pencalonan Gibran sebagai cawapres tak memenuhi syarat administrasi.
Pasalnya KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023.
Dalam PKPU itu, syarat usia minimal masih menggunakan aturan lama sebelum putusan MK, yakni 40 tahun.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga telah menyatakan seluruh komisioner KPU RI melanggar etika dan menyebabkan ketidakpastian hukum terkait peristiwa itu.
Menurut MK, KPU telah melakukan hal yang tepat.
Selain itu KPU juga telah berinisiatif untuk memberitahukan adanya perubahan syarat usia capres-cawapres berdasarkan Putusan MK, melalui Surat Nomor 1145/PL.01-SD/05/2023 kepada Pimpinan Partai Politik Peserta Pemilu 2024.
Baca juga: Bukti Tak Kuat, Hakim MK Tolak Dalil AMIN soal Pj Gubernur Jabat Tak Netral di Pemilu 2024
KPU pun telah menginformasikan bahwa KPU tak bisa segera mengubah peraturan KPU terkait syarat usia capres-cawapres.
Karena untuk mengubah peraturan KPU tersebut, KPU harus berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah, sementara saat itu DPR sedang dalam masa reses.
Selanjutnya Arief menuturkan KPU terikat dengan jadwal dan tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden.
Jika salah satu tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilu bergeser, maka akan berdampak pada bergesernya tahapan dan jadwal berikutnya.
Setelah pasangan capres dan cawapres ditetapkan pun, tak ada paslon lain yang mengajukan keberatan, termasuk kubu Anies-Muhaimin.
Untuk itu MK menilai tak ada permasalahan dalam keterpenuhan syarat Gibran menjadi cawapres.
"Terlebih, setelah penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden Pemilu Tahun 2024, tidak ada satupun pasangan calon yang mengajukan keberatan terhadap penetapan pasangan calon nomor urut 2, termasuk juga dalam hal ini pemohon."
"Dengan demikian, menurut Mahkamah tidak terdapat permasalahan dalam keterpenuhan syarat tersebut bagi Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden," terang Arief.
Baca juga: 9 Poin Penting Putusan MK Tolak Gugatan Anies-Muhaimin : Soal Bansos, Mayor Teddy hingga Jokowi
MK: Endorsment Kepala Negara ke Paslon Pilpres Tidak Etis Tapi Tak Langgar Hukum
Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut bahwa endorsment atau citra diri kepada pasangan calon Pilpres tertentu yang dilakukan oleh seorang Presiden bukan merupakan tindakan etis, meski tidak melanggar ketentuan hukum.
Mahkamah mengatakan bahwa dari sisi hukum positif soal pemilu, pola komunikasi pemasaran, juru kampanye yang melekatkan citra diri kepada paslon tertentu bukan bentuk pelanggaran hukum.
Tapi tindakan itu berpotensi menjadi masalah jika yang melakukannya adalah seorang Presiden yang notabene adalah kepala negara.
Hal ini disampaikan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dalam sidang perkara sengketa hasil Pilpres 2024 untuk perkara yang diajukan kubu 01 Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar, di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).
Baca juga: BREAKING NEWS MK Tolak Gugatan Sengketa Pilpres 2024 yang Diajukan Anies-Muhaimin
"Namun, endorsement atau pelekatan citra diri demikian, sebagai bagian dari teknik komunikasi persuasif, potensial menjadi masalah etika manakala dilakukan oleh seorang presiden yang notabene dirinya mewakili entitas negara," kata Ridwan membacakan pertimbangan hukum putusan perkara.
Mahkamah mengatakan seorang presiden seharusnya punya pikiran, sikap dan bertindak netral pada ajang kontestasi Pilpres yang nantinya akan menggantikan dirinya di posisi kepala negara dan kepala pemerintahan.
"Di mana seharusnya presiden bersangkutan berpikir, bersikap, dan bertindak netral, dalam ajang kontestasi memilih pasangan presiden dan Wakil Presiden yang akan menggantikan dirinya sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan," ucapnya.
Menurut Mahkamah, mutlak diperlukan kerelaan presiden petahana untuk menahan atau membatasi diri dari penampilan di muka umum yang dapat diasosiasikan atau dipersepsikan oleh masyarakat sebagai dukungan bagi salah satu kandidat.
Baca juga: MK: Kehadiran Mayor Teddy saat Debat Capres-Cawapres 2024 Bukan Bentuk Pelanggaran Netralitas TNI
Kesediaan atau kerelaan presiden bersikap netral itu yang disebut Mahkamah jadi faktor utama atas peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia.
Di sisi lain kerelaan itu merupakan wilayah moralitas, etis atau fatsun, sehingga posisi yang berlawanan yakni ketidakrelaan tidak bisa dikenakan sanksi hukum.
Sanksi hukum bisa dikenakan jika sedari awal wilayah kerelaan itu sudah dikonstruksikan masuk dalam norma hukum larangan oleh pembentuk undang-undang.
"Namun kerelaan adalah wilayah moralitas, etis, ataupun fatsun, sehingga posisi yang berlawanan dengannya, yaitu ketidakrelaan, tentunya tidak dapat dikenakan sanksi hukum kecuali apabila wilayah kerelaan demikian telah terlebih dahulu dikonstruksikan sebagai norma hukum larangan oleh pembentuk undang-undang," katanya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Danang Triatmojo)(Kompas.com/Vitorio Mantalean)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.