Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pertama dalam Sejarah Sengketa Pilpres: Putusan MK Diwarnai Dissenting Opinion, Hampir Pemilu Ulang

Dissenting opinion pada putusan sengketa pilpres 2024 menjadi catatan sejarah karena baru kali ini ada hakim beda pendapat hingga hampir pemilu ulang.

Penulis: Rifqah
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Pertama dalam Sejarah Sengketa Pilpres: Putusan MK Diwarnai Dissenting Opinion, Hampir Pemilu Ulang
Tribunnews/JEPRIMA
Ketua Majelis Hakim MK Suhartoyo bersama Majelis Hakim MK Saldi Isra dan majelis Hakim MK Arief Hidayat memimpin sidang sengketa pemilu 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024). - Dissenting opinion pada putusan sengketa pilpres 2024 menjadi catatan sejarah karena baru kali ini ada hakim beda pendapat hingga hampir pemilu ulang. 

TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstutusi (MK) telah membacakan putusan Sengketa Pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024) lalu.

Dalam pembacaan putusan tersebut, MK menolak permohonan Sengketa Pilpres yang diajukan oleh pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Di mana, artinya, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka telah dinyatakan secara sah menjadi capres-cawapres terpilih 2024-2029.

Dari delapan Hakim Konstitusi, diketahui ada lima yang setuju menolak permohonan kubu Anies-Muhaimin dan kubu Ganjar-Mahfud.

Sementara itu, tiga Hakim Konstitusi lainnya menyatakan tidak setuju dengan penolakan tersebut atau dissenting opinion (berbeda pendapat).

Tiga hakim itu adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.

Hal tersebut, kata Mahfud, merupakan pertama dalam sejarah bahwa putusan MK diwarnai dengan dissenting opinion.

Berita Rekomendasi

Padahal, diketahui bahwa dalam memutuskan Sengketa Pilpres tidak boleh ada dissenting opinion.

“Baru hari ini, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sengketa (PHPU) Pilpres (Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden), ada dissenting opinion," ungkap Mahfud, Senin, dikutip dari mkri.id.

“Sejak dulu tidak boleh ada dissenting opinion, karena biasanya hakim berembuk karena ini menyangkut jabatan orang, maka ini harus sama. Dirembuk sampai sama. Nah mungkin ini nggak bisa sama. Itu ada catatan sejarah,” jelas Mahfud yang pernah menjabat sebagai Ketua MK periode 2008 – 2013 itu.

Hampir Pemilu Ulang

Dilansir Kompas.com, adanya dissenting opinion tersebut dimungkinkan dapat menyebakan Pemilu 2024 diulang.

Baca juga: Tiga Hakim Dissenting Opinion, Pakar Nilai Hasil Sengketa Pilpres 2024 di MK Jadi Sejarah Luar Biasa

Pasalnya, jika Hakim Ketua Suhartoyo menyatakan beda pendapat, maka skor akan menjadi sama, yakni 4-4.

Sehingga, MK bisa saja memutuskan pemungutan suara ulang (PSU), sebagaimana yang diminta oleh para pemohon.

Lantaran, dalam skor imbang, putusan yang diambil akan melihat di mana poisisi ketua sidang, dalam hal ini yakni Suhartoyo.

Sebelumnya, Saldi Isra, salah satu hakim yang menyatakan dissenting opinion tersebut menyatakan, ada dua persoalan yang menjadi perhatiannya dalam Sengketa Pilpres ini.

Yakni persoalan mengenai penyaluran dana bansos yang dianggap menjadi alat untuk memenangkan salah satu peserta pemilu presiden dan wakil presiden.

Ia menegaskan, bahwa dalil mengenai politisasi bansos hingga mobilisasi aparatur negara atau penyelenggara negara itu adalah beralasan menurut hukum.

Sehingga, menurutnya, MK seharusnya melakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah, demi menjaga integritas penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan adil.

"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, dalil pemohon berkenaan dengan politisasi bansos dan mobilisasi aparat atau aparatur negara, penyelenggara negara adalah balasan menurut hukum."

"Oleh karena itu, demi menjaga integritas penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan adil, maka seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk melakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah, sebagaimana disebut dalam pertimbangan hukum di atas, terima kasih," jelas Saldi saat membacakan dissenting opinion, Senin.

Adapun, Saldi Isra dan Arief Hidayat sebelumnya termasuk dalam tiga hakim yang mengungkapkan kejanggalan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat minimal usia capres-cawapres.

Sementara itu, satu hakim lainnya adalah Suhartoyo. Mereka bertiga menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan 90 itu.

Pakar Sebut Jadi Sejarah yang Luar Biasa

Mengenai hasil putusan Sengketa Pilpres 2024 ini, pakar menilai hal itu menjadi sejarah yang luar biasa.

Pasalnya, baru kali ini terdapat Hakim Konstitusi yang menyatakan dissenting opinion.

"Ini sejarah yang luar biasa bagi republik ini. Baru pertama kali ini ada sengketa Pilpres ada pendapat berbeda," kata Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun di Jakarta, Senin sore.

Refly lantas mebeberkan, pada Sengekta Pilpres 2004, 2009, 2014, dan 2019 tidak ada satu pun hakim yang menyatakan dissenting opinion, semua Hakim Konstitusi kompak menolak.

Namun, sengketa Pilpres tahun ini, para Hakim Konstitusi tidak kompak menolak karena terdapat dissenting opinion.

"Karena itu secara moral kita tidak perlu kalah. Secara moral kita dibenarkan. Kita dibenarkan oleh tiga profesor. Kita dibenarkan oleh tiga hakim senior yang tentu pengalamannya lebih banyak," tegasnya.

(Tribunnews.com/Rifqah/Rahmaf Fajar) (Kompas.com)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas