20 Tahun Jalan Liku Prabowo hingga Jadi Presiden: Gagal Konvensi Golkar, Butuh 4 Pilpres agar Menang
Berikut perjalanan agar bisa menjadi Presiden RI. Dia perlu waktu 20 tahun agar menang di Pilpres.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjadi Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029 pada hari ini, Rabu (24/4/2024).
"Berdasarkan hal tersebut di atas, Komisi Pemilihan Umum menetapkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 2 H. Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih Periode Tahun 2024-2029 dalam Pemilihan Umum Tahun 2024," kata Ketua KPU, Hasyim Asy'ari dalam sidang pleno di Gedung KPU, Jakarta.
Setelah ditetapkan, Prabowo-Gibran pun dijadwalkan bakal dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024 mendatang.
Terlepas dari hal tersebut, Prabowo telah menempuh jalan berliku untuk menjadi Presiden RI.
Berdasarkan catatan Tribunnews.com, perjalanan Prabowo untuk berkontestasi dalam Pilpres sudah dimulai sejak tahun 2004.
Selain itu, dalam edisi tiga kali Pilpres yaitu dari 2009, 2014, 2019, Prabowo pun tak pernah absen untuk mengikuti gelaran lima tahunan tersebut.
Mantan Danjen Kopassus itu selalu gagal menang dalam tiga edisi Pilpres tersebut, entah sebagai capres maupun cawapres.
Akhirnya, Prabowo pun baru memenangkan Pilpres pada edisi tahun 2024 ketika berpasangan dengan Gibran.
Selengkapnya berikut rangkuman perjalanan Prabowo untuk menjadi Presiden RI.
Baca juga: VIDEO Tak Hadir Penetapan Prabowo-Gibran, Ganjar Mengaku Baru Terima Undangan KPU Pagi Tadi
Gagal Konvensi Golkar 2004, Cuma Dapat 39 Suara
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 2 Maret 2014, perjalanan Prabowo dalam menatap kontestasi Pilpres dimulai ketika ikut dalam konvensi Golkar.
Adapun tujuan konvensi tersebut digelar untuk mencari sosok yang akan berkontestasi dalam Pilpres 2004.
Pada saat itu, Golkar merekrut 19 capres lewat pendaftaran terbuka.
Prabowo pun masuk dalam sejumlah kandidat bersama dengan beberapa nama beken seperti Wiranto, Akbar Tanjung, Aburizal Bakrie, hingga Ketua Umum NasDem saat ini, Surya Paloh.
Namun, Prabowo kalah lantaran hanya memperoleh 39 suara dan menjadi kandidat dengan perolehan suara terendah dibanding empat nama di atas.
Konvensi tersebut pun dimenangkan oleh Wiranto dan diputuskan menggaet nama Sholahuddin Wahid menjadi cawapresnya.
Pilpres 2009 Jadi Cawapres Megawati, Berujung Kalah dari SBY-Boediono
Tak menyerah, Prabowo kembali ikut dalam Pilpres 2009 dengan kendaraan politik yaitu partai yang dirinya dirikan sendiri yaitu Partai Gerindra.
Awalnya, Prabowo berniat untuk melenggang dengan Ketua Umum PAN saat itu, Sutrisno Bachir sebagai cawapres.
Hanya saja, duet Prabowo-Sutrisno tak terwujud lantaran tidak mampu memenuhi persyaratan kursi dukungan.
Menurut Prabowo, duetnya bersama Sutrisno hanya kurang satu kursi.
"Pas pendaftaran, kami ditolak karena kurang satu kursi. Gagal deh. Tetapi, dua bulan sesudah itu, saya tambah kursi. Saya tambah dua kursi, PAN empat kursi. Seharusnya cukup. Jadi kalau bicara keadilan dan kejujuran, bagaimana ini?" tutur Prabowo.
Lantas, Prabowo pun berubah haluan dengan berkoalisi bersama PDIP yang mengusung ketua umumnya yaitu Megawati Soekarnoputri.
Sempat alot dalam perundingan, Prabowo akhirnya 'legowo' untuk menerima sebagai cawapres Megawati.
Singkat cerita, dalam kontestasi Pilpres 2009, Mega-Prabowo kalah telak dengan petahana saat itu yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berpasangan bersama Boediono.
Saat itu, SBY-Boediono unggul dengan raihan 73.874.562 atau 60,8 persen suara dan jauh meninggalkan Megawati-Prabowo yang hanya meraih suara 32.548.105 atau 26,79 persen.
Alhasil, Pilpres 2009 hanya berlangsung satu putaran.
Pilpres 2014 'Naik Pamor' Jadi Capres, Lagi-lagi Kalah
Prabowo tak patah arang dan kembali mencalonkan diri sebagai capres di Pilpres 2014.
Pada saat itu, bisa dikatakan, Prabowo percaya diri dengan langkah politiknya tersebut lantaran Partai Gerindra memiliki nilai tawar usai meraih 73 kursi di Pilpres 2014, meningkat pesat dari sebelumnya 26 kursi di Pilpres 2009.
Alhasil, Gerindra yang masih mesra bersama PAN pun membuat kedua partai sepakat untuk mengusung Ketua Umum PAN saat itu, Hatta Rajasa sebagai cawapres Prabowo.
Berbeda dengan dua edisi Pilpres sebelumnya, Pilpres 2014 hanya diikuti oleh dua pasangan capres-cawapres.
Prabowo-Hatta hanya bersaing dengan Joko Widodo yang saat itu berpasangan dengan mantan Wapres SBY, Jusuf Kalla (JK).
Namun, Pilpres 2014 belum menjadi momentum Prabowo menjadi Presiden RI.
Dia kembali kalah lantaran Jokowi-JK mampu meraup suara lebih banyak ketimbang dirinya.
Adapun Jokowi-JK unggul dengan mengantongi 70.997.833 suara atau 53,15 persen, sedangkan Prabowo-Hatta hanya meraup 62.576.444 suara atau 46,85 persen.
Pilpres 2019 Jadi Capres Lagi, Kembali Kalah dari Jokowi
Prabowo kembali berkontestasi untuk ketiga kalinya dengan menjadi capres di Pilpres 2019.
Dia pun menggandeng Sandiaga Uno yang ketika itu masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta sekaligus Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra saat itu.
Prabowo pun kembali berhadapan dengan Jokowi yang menggaet Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat itu, Ma'ruf Amin sebagai cawapresnya.
Lagi-lagi, Prabowo pun kembali kalah dari Jokowi untuk kedua kalinya.
Pasangan Prabowo-Sandiaga hanya meraih 68.650.239 suara atau 44,5 persen, sedangkan Jokowi-Ma'ruf menang dengan mengantongi 85.607.362 suara atau 55,5 persen.
Hanya saja, meski kalah, Prabowo bersama Partai Gerindra pun merapat ke pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Prabowo pun dipercaya Jokowi sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) dan tidak mengalami reshuffle hingga saat ini.
Tak ketinggalan, pada akhir Desember 2020, giliran Sandiaga yang masuk ke pemerintahan Jokowi dan menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) menggantikan Wishnutama.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Malvyandie)(Kompas.com)
Artikel lain terkait Pilpres 2024
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.