Pakar Politik: Harus Ada Oposisi Saat Rezim Prabowo-Gibran Berkuasa
jika koalisi Pemerintahan Prabowo-Gibran menjadi lebih gemuk dan ‘menggandeng’ semua pihak, hal ini akan membuat checks and balance menjadi sulit.
Penulis: willy Widianto
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dinamika setelah penetapan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih, diikuti oleh merapatnya partai-partai politik yang kalah dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024.
Hal ini telah banyak diprediksi sebelumnya, di mana pihak yang kalah akan merapat untuk menjadi bagian dari koalisi pemerintahan.
Menyikapi hal ini, Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono mengatakan jangan sampai narasi untuk menjaga persatuan kesatuan setelah pelaksanaan Pilpres dengan memperkuat anggota koalisi akan menghilangkan fungsi checks and balances di parlemen.
“Partai-partai yang kalah seharusnya dapat secara konsisten berdiri di luar pemerintahan. Jangan sampai hanya untuk bertahan hidup, partai-partai tersebut mengorbankan demokrasi. Karena menjadi oposisi, bisa jadi tugas mulia agar demokrasi kita lebih sehat lagi ke depannya. Jangan sampai masyarakat hanya dipertontonkan pragmatisme dalam memperebutkan kekuasaan belaka,” ujar Arfianto dalam pernyataannya kepada Tribun, Rabu(1/5/2024).
Arfianto mengatakan jika koalisi Pemerintahan Prabowo-Gibran menjadi lebih gemuk dan ‘menggandeng’ semua pihak (termasuk oposisi), hal ini akan membuat checks and balances sulit dilakukan karena sudah ‘bersatunya’ koalisi di eksekutif dan di legislatif, serta sulitnya pihak yang benar-benar oposisi untuk bekerja karena jumlahnya yang dan tidak cukup kuat untuk mengawasi eksekutif dengan komposisi yang sedemikian.
Pun demokrasi juga seharusnya tidak hanya diawasi oleh parlemen, namun juga publik dan pemangku kepentingan lainnya.
Selain itu, kritik dari oposisi seharusnya dapat menjadi masukkan berharga bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran agar dapat merumuskan kebijakan yang baik untuk rakyat.
“Saat ini, kita membutuhkan partai politik yang bukan hanya berorientasi untuk mendapatkan kekuasaan belaka, tetapi juga berjuang dengan ideologi dan segenap sumber daya yang dimilikinya, untuk mendorong kebijakan publik yang lebih baik,” ucap Arfianto.
Di sisi lain, Arfianto juga mendorong perbaikan kualitas partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi dan menerapkan demokrasi substansial, dan bukan hanya prosedural. Upaya-upaya yang harus dilakukan adalah pertama, penguatan kelembagaan parpol agar menjadi institusi demokrasi yang kuat dan berjalan dengan optimal.
Selanjutnya kedua, upaya perbaikan rekrutmen politik. Rekrutmen politik harus dilakukan dengan menerapkan asas kesetaraan dan gender, serta mempertimbangkan meritokrasi.
Kemudian yang ketiga persoalan pendanaan parpol.
Baca juga: PKS Dinilai Akan Sulit Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Pengamat: Hubungan Keduanya Kurang Baik
Saat ini, yang paling penting adalah pemasukan dan penggunaan uang oleh parpol dan calon harus diungkap dan dilaporkan menurut ketentuan yang berlaku, baik yang berasal dari subsidi pemerintah maupun sumbangan. Hal ini dilakukan sebagai bagian implementasi transparansi kepada publik.