Praktisi Hukum Sebut Gugatan PDIP di PTUN Lemah, Singgung Soal Waktu dan Pembuktian
PTUN Jakarta menyidangkan gugatan Partai Demokrasi Indonesia atau PDIP soal dugaan perbuatan melawan hukum oleh Komisi Pemilihan Umum.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Jakarta menggelar sidang perdana gugatan Partai Demokrasi Indonesia atau PDIP secara tertutup pada hari ini, Kamis (2/5/2024).
Sidang dengan agenda pembacaan pendahuluan gugatan soal dugaan perbuatan melawan hukum oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu dimulai pukul 10.00 WIB di ruang Kartika, PTUN Cakung, Jakarta Timur.
PTUN Jakarta menyidangkan gugatan Partai Demokrasi Indonesia atau PDIP soal dugaan perbuatan melawan hukum oleh Komisi Pemilihan Umum.
Ini berkaitan saat KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi Prabowo Subianto di pemilihan presiden dan wakil presiden atau Pilpres 2024.
Berdasarkan keterangan dari Ketua Tim Hukum PDIP, Gayus Lumbuun, tindakan KPU yang menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka berdasarkan revisi Peraturan KPU tanpa melalui proses di DPR adalah perbuatan melawan hukum oleh pemerintah.
PDIP berharap apabila PTUN mengabulkan gugatan maka terdapat kemungkinan MPR akan menolak untuk melantik Prabowo - Gibran.
Praktisi hukum sekaligus advokat Hendra Setiawan Boen dari kantor hukum Frans & Setiawan Law Office menyatakan bahwa gugatan PDIP tersebut banyak kelemahan.
“Pertama, jangka waktu pengajuan gugatan di PTUN paling lama 90 hari sejak tindakan yang digugat dilakukan pemerintah. KPU menetapkan pasangan capres dan cawapres tanggal 13 November 2023 sementara gugatan diajukan 2 April 2024. Sudah lebih dari 90 hari. Gugatan yang terlambat kemungkinan akan ditolak PTUN” jelas Hendra.
Hendra menambahkan bahwa kalaupun gugatan tidak lampau waktu, PDIP harus bisa membuktikan tindakan KPU mendaftarkan Gibran bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Sementara penetapan Gibran sudah diuji oleh Mahkamah Konstitusi dan tindakan KPU tersebut dinyatakan sah dan konstitusional.
“Yang lebih penting lagi, secara hukum sebelum gugatan perbuatan melawan hukum oleh pemerintah diajukan, penggugat harus terlebih dahulu menyelesaikan upaya administrasi pada lembaga yang mengawasi badan pemerintahan yang digugat atau dalam hal KPU adalah Bawaslu. Setahu saya hal ini belum pernah dilakukan oleh PDIP,” tutup Hendra.
Diminta perbaiki petitum
Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) meminta tim hukum PDIP merevisi beberapa poin petitum dalam gugatan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait dugaan perbuatan melawan hukum Pilpres 2024.
Adapun hal itu diungkapkan Ketua Tim Hukum PDIP, Gayus Lumbuun usai menjalani sidang pendahuluan di PTUN Jakarta, Kamis (2/5/2024).
Terkait hal itu Gayus pun mengaku terbuka atas apa yang hakim sarankan terhadap pihaknya perihal petitum yang diajukan dalam gugatan melawan KPU tersebut.
Pasalnya kata dia, proses sidang di PTUN ini bersifat administratif sehingga tidak menutup kemungkinan ada perbaikan-perbaikan dari hakim perihal permohonan yang pihaknya ajukan.
"Itu hak mereka (majelis hakim) dan kami menerima dengan baik karena ini bertujuan melanjut pada pemeriksaan," kata Gayus kepada wartawan.
Meski begitu Gayus tidak merinci poin petitum apa saja yang diminta majelis hakim agar diperbaiki untuk dibawakan pada sidang selanjutnya.
Sebelumnya, Gayus mengungkapkan bahwa gugatan pihaknya kepada KPU RI dikabulkan oleh Ketua PTUN Jakarta, Oenoen Pratiwi.
Di mana, KPU digugat atas dugaan perbuatan melawan hukum.
Gugatan mereka terdaftar di PTUN dengan nomor 133/G/2024/PTUN.JKT. PDIP tercantum sebagai pihak penggugat diwakili oleh Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum DPP PDIP.
Tim Hukum DPP PDIP meminta KPU RI agar menunda penetapan paslon nomor urut tiga itu yang diagendakan pada Rabu (24/4/2024) besok.