Caleg Terpilih Boleh Dilantik Belakangan Jika Ikut Pilkada, Titi Anggraini: Akal-akalan KPU
Caleg terpilih dijadwalkan dilantik pada 1 Oktober 2024. Sementara Pilkada 2024 berlangsung pada 27 November
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy’ari menegaskan calon anggota (caleg) terpilih Pemilu 2024 dapat melakukan pelantikan susulan.
Sehingga para caleg terpilih ini masih dapat mengikuti kontestasi Pilkada 2024 tanpa harus mengajukan pengunduran diri sebagai caleg mengingat statusnya yang masih belum dilantik.
Baca juga: Penjelasan KPU Soal Caleg Terpilih Boleh Ikut Pilkada Serentak Tanpa Mengundurkan Diri
Dosen Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini menyatakan hal itu hanya merupakan akal-akalan KPU untuk memuluskan kepentingan segelintir pihak.
"Pelantikan susulan bagi yang maju pilkada adalah bentuk akal-akalan untuk memuluskan kepentingan segelintir orang," kata Titi saat dihubungi, Sabtu (11/5/2024).
"Dan jelas-jelas merupakan pembangkangan atas Putusan MK No.12/PUU-XXII/2024," sambungnya.
Sebagaimana diketahui caleg terpilih dijadwalkan dilantik pada 1 Oktober 2024. Sementara Pilkada 2024 berlangsung pada 27 November.
Baca juga: Caleg Tidak Wajib Mengundurkan Diri Jika Ikut Pilkada, Ini Penjelasan Ketua KPU RI
Hasyim mengatakan caleg terpilih dapat mengajukan surat pemberitahuan jika ia belum bisa dilantik karena bakal mengikuti Pilkada. Surat pemberitahuan dapat diajukan melalui partai politik pengusung caleg.
Poin yang disampaikan Hasyim itu jelas dua hal yang berbeda menurut Titi.
"Belum dapat hadir itu berbeda dengan tidak ikut pelantikan karena maju pilkada. Berhalangan itu jelas bukan karena menunda pelantikan karena maju pilkada," ujar Titi.
"Berhalangan menurut KBBI adalah ada rintangan sehingga suatu rencana tidak terlaksana. Sedangkan maju pilkada bukanlah rintangan pelantikan sehingga harus disusulkan," tegasnya.
Hal yang Titi kemukana itu juga sudah diatur jelas dalam UU 8/2015, Putusan MK No.33/PUU-XIII/2015, maupun Putusan MK No.12/PUU-XXII/2024.
"Berhukum itu harus dengan etika, moral, dan itikad baik. Bukan sebaliknya dengan akal-akalan demi memuluskan kepentingan," pungkas Titi.