Mahfud MD Mual Dengan Putusan MA Soal Syarat Batas Usia, Sampaikan Harapan ke Pemerintahan Prabowo
Mahfud MD mengaku mual dengan aturan syarat minimal batas usia calon kepala daerah (cakada) melalui putusan Putusan MA No. 23 P/HUM/2024.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Mahfud MD mengaku mual dengan aturan syarat minimal batas usia calon kepala daerah (cakada) dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2020 yang diubah Mahkamah Agung (MA) melalui putusan Putusan MA No. 23 P/HUM/2024.
Mahfud memandang praktik tersebut adalah kebusukan cara berhukum.
Sehingga, awalnya ia malas untuk berkomentar terkait hal tersebut.
Hal tersebut disampaikannya di kanal Youtube Mahfud MD Official pada Selasa (4/6/2024).
"Saya sebenarnya agak males itu mengomentari ini. Satu, kebusukan cara kita berhukum lagi yang untuk dikomentari sudah membuat mual. Sehingga saya, ya sudahlah apa yang kau mau lakukan saja merusak hukum itu," kata Mahfud.
Akan tetapi, ia kemudian memutuskan menanggapi putusan tersebut karena pakar hukum yang juga mantan hakim agung Gayus Lumbuun memandang putusan tersebut justru progresif atau maju.
Menurutnya, putusan MA tersebut salah karena putusan tersebut membatalkan salah satu isi Peraturan KPU yang sudah sesuai dengan Undang-Undang (UU).
Terkait hal itu, menitikberatkan pada frasa saat mencalonkan diri atau dicalonkan yang tercantum pada Pasal 4 ayat (1) huruf d.
KPU, kata dia, awalnya mengatur ketentuan tersebut sesuai ketentuan Pasal 7 UU nomor 10 tahun 2016 (UU Pilkada).
Pada Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020, kata dia, awalnya mengatur seseorang untuk mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi hak setiap orang.
Kemudian pada ayat (2)-nya, kata dia, menyatakan persyaratan untuk menjadi calon atau mencalonkan diri sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan syarat-syarat sebagai berikut.
Lalu, lanjut dia, pada ayat 2 butir e menyebut bahwa pada saat mencalonkan diri pada pasal 1 itu, seseorang harus sudah berusia minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan atau wakil gubernur, dan 25 tahun untuk calon walikota, wakil walikota, dan bupati, wakil bupati.
"Oleh sebab itu kalau memang itu mau diterima putusan MA ini, berarti dia membatalkan isi UU. Sedangkan menurut hukum kita, konstitusi kita, MA tidak boleh melakukan Judicial Review atau membatalkan isi UU," kata dia.
"Kalau isi UU mau dibatalkan itu hanya dua caranya. Satu, legislative review yaitu diubah oleh lembaga legislatif sendiri, atau judicial review oleh MK, bukan oleh MA. Hanya dua cara itu. Atau Perppu kalau darurat. (MA) Jauh melampaui kewenangan. Saya khawatir, jangan-jangan hakim ini tidak baca ayat 1-nya ya," sambung dia.
Oleh sebab itu ia menilai putusan MA tersebut destruktif atau merusak, bukan progresif.
Untuk itu, ia menanggapi putusan tersebut dengan harapan mendapatkan penjelasan akademiknya.
"Urusan politisnya, silakan jalan tawar menawar di bawah. Kalau mau diisebut koalisi siapa, dan seterusnya silakan saja. Tetapi saya ini tanggapi akademiknya, menurut ilmu hukum perundang-undangan ini menurut saya salah," kata Mahfud.
Putusan tersebut, kata dia, mengacaukan tata hukum yang ada karena setiap putusan MA mengikat bila sudah inkrah.
Dengan demikian, menurutnya KPU tidak bisa menghindar.
Namun ia mengusulkan, jika memiliki keberanian, KPU bisa merujuk pada ketentuan pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman.
"Sementara, ini jelas secara prosedur atau kewenangan ini salah. Oleh sebab itu, ini bukan hanya hanya cacat etik, cacat moral, tapi juga cacar hukum," kata dia.
"Nah kalau berani lakukan saja ketentuan pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman yang menyatakn bahwa setiap keputusan yang cacat moral saja, apalagi cacat hukum, tidak usah dilaksanakan," sambung dia.
Menanggapi pernyataan Gayus bahwa hal tersebut hanya perlu dibicarakan KPU dengan DPR, menurutnya hal itu tidak bisa dilakukan.
"Nanti kan kalau Pak Gayus bicara, itu nanti tinggal dibicarakan dengan DPR. Nggak bisa dibicarakan dengan DPR karena di DPR sendiri sudah ada di UU, 30 tahun itu saat mendaftar. 25 tahun saat mendaftar," kata dia.
Ia mengaku telah berkonsultasi dengan banyak ahli hukum terkait praktik-praktik busuk yang disebutkannya tersebut untuk mencari solusi.
Namun, ia mengaku tidak ada yang tahu bagaimana cara memperbaikinya.
"Cara berhukum kita ini sudah busuk. Saya sudah bertanya ke mana-mana ahli hukum, bagaimana cara memperbaikinya ini. Ya nggak tahu bagaimana ini," kata dia.
Namun ia mengaku masih punya harapan.
Ia berharap pada presiden terpilih Prabowo Subianto dalam menjalankan pemerintahannya setelah dilantik pada Oktober nanti.
Menurutnya, Prabowo bisa memulai pemerintahannya dengan memperbaiki situasi hukum tersebut.
"Tetapi kalau saya masih punya harapan. Mudah-mudahan nanti kalau sudah dilantik, Pak Prabowo melakukan perubahan-perubahan yang bagus begini. Karena itu akan membantu bagi pemerintah. Akan membantu bagi Pak Prabowo kalau hukum itu ditegakkan dengan benar," kata dia.
Baca juga: MA Ubah Syarat Pencalonan Kepala Daerah, Mahfud MD: Ya Sudahlah, Lakukan Apa Saja yang Kau Mau
Pandangan Gayus Lumbuun
Diberitakan sebelumnya, pakar hukum Gayus Lumbuun menilai Putusan Mahkamah Agung (MA) soal batas usia calon kepala daerah tidak bermasalah.
Ia menjelaskan, putusan tersebut tidak bermasalah selama tindaklanjut putusan tersebut dilakukan sesuai ketentuan pembentukan Peraturan KPU (PKPU).
Ketentuan yang dimaksudnya yakni KPU RI selaku penyelenggara pemilu harus berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah.
"Saya berpendapat bahwa Putusan MA No. 23 P/HUM/2024 adalah Putusan yang progresif sah dan tidak bermasalah sejauh dilaksanakan sesuai aturan sebagaimana ketentuan tentang Pembentukan PKPU yang berkaitan dengan pelaksanaan tahapan pemilu," kata dia dalam keterangannya pada Senin (3/6/2024).
"KPU wajib berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah melalui RDP sebagaimana amanat Pasal 75 ayat (4) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," sambung Gayus.
Gayus mengatakan, putusan tersebut membuktikan bahwa MA telah memberikan keadilan kepada calon-calon pemimpin daerah dengan tenggang waktu yang lebih luas.
Lebih jauh menurut dia putusan tersebut berdampak untuk generasi muda yang memiliki potensi baik bagi Bangsa dan Negara, dengan tidak membatasi hak-hak individu calon.
"MA juga telah tepat melalui putusannya memberikan pertimbangan terhadap konsep berdemokrasi yang baik sebagai kedaulatan rakyat dengan tidak menyalahgunakannya sebagai alat berpolitik untuk kepentingan sesaat," kata dia.
"Dengan perimbangan konsep Nomokrasi yang merupakan kedaulatan hukum dalam memberikan keadilan untuk seluruh masyarakat," sambung Gayus.
Putusan MA
MA sebelumnya diberitakan mengabulkan permohonan Partai Garuda terkait aturan syarat batas minimal usia calon kepala daerah melalui Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputus pada Rabu (29/5/2024).
"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda)," demikian amar putusan dikutip dari laman resmi MA.
Dalam putusannya MA menyatakan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016.
Melalui putusan tersebut, MA mengamanatkan KPU untuk mengubah Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU, dari yang semula mensyaratkan calon gubernur (cagub) dan wakil cagub minimal berusia 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon menjadi setelah pelantikan calon terpilih.
Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU yang dinyatakan bertentangan tersebut berbunyi:
"berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon",
Sedangkan MA mengubah ketentuan tersebut menjadi:
"....berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih".
Baca juga: Mahfud MD Soroti Kejar Tayang Sederet Revisi UU: Indikasi Berbagi Kekuasaan & Kompensasi Kue Politik
MA juga memerintahkan KPU RI mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota tersebut.