Lisa-Wartono Menang Pilkada Banjarbaru, Bawaslu: Proses Diskualifikasi Lawan Sudah Sesuai Regulasi
Bawaslu memberikan penjelasan terkait Pilkada Banjarbaru yang dimenangkan calon tunggal dengan 100 persen suara akibat diskualifikasi lawan.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, BINTAN - Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, memberikan penjelasan terkait Pilkada Banjarbaru yang dimenangkan calon tunggal dengan 100 persen suara akibat diskualifikasi lawan.
"Kalau Banjarbaru itu, kan, prosesnya adalah laporan yang masuk ke Bawaslu di provinsi, lalu diproses, lalu kemudian ujungnya adalah seperti itu. Rekomendasi yang kemudian ditindaklanjuti oleh KPU," jelas Lolly di Pulau Bintan, Kepulauan Bintan, Rabu (4/12/2024).
Baca juga: Wamendagri: Pilkada Serentak untuk Sinkronisasi Program Pemerintah Pusat dan Daerah
Menurut Lolly, Bawaslu bekerja berdasarkan norma dan regulasi. Setiap laporan yang diterima diproses sesuai aturan.
Hasilnya, keputusan teknis sepenuhnya menjadi tanggung jawab KPU.
Ia menambahkan, bagi pihak yang merasa tidak puas, tersedia jalur hukum untuk memperjuangkan haknya.
"Sehingga ketika proses ini berjalan sesuai norma, harusnya bisa diterima semua orang," kata Lolly.
Di Pilkada Banjarbaru 2024, pasangan calon Erna Lisa Halaby dan Wartono memenangkan 100 persen suara.
Fenomena ini terjadi karena pasangan lawan mereka didiskualifikasi berdasarkan rekomendasi Bawaslu akibat pelanggaran aturan pemilu.
Baca juga: Pilkada Banjarbaru Kalsel, Banyak yang Coblos Suami Desainer Vivi Zubedi hingga Surat Kaleng
Akibatnya, pasangan ini menjadi satu-satunya kandidat, sehingga pemilih tidak memiliki alternatif pilihan lain.
Pun jika ada pemilih yang mencoblos pasangan calon yang didiskualifikasi, maka suara tersebut dianggap tidak sah.
Sementara itu, pilihan kotak kosong atau kolom kosong untuk kasus ini tidak tersedia akibat keterbatasan regulasi.
Keadaan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk pakar hukum, yang menyebutnya sebagai bentuk anomali demokrasi dan mempertanyakan integritas proses pilkada tersebut.